Misya #1

45 3 1
                                    

Misya, nama yang akhir akhir ini berkeliaran di otak-ku, konyol bahkan sebuah nama bisa menghancurkan aktivitasku. Misya, kata Mama dia anak perempuan yang cantik, baik, pintar, dan juga anak teman dari Papa. Aku tersenyum miris membayangkan betapa sedihnya masa depanku harus menjalin hubungan dengan orang yang sama sekali tak kukenal, perjodohan bodoh. Dafa jika kau tidak mengucapkan janji bodoh itu semasa kecil maka tidak akan begini.

"Eh Rey, lu tau ga ada anak baru mau kekelas kita. Gua tadi denger di ruang guru, nama dia Misya. Gila tuh cewe cakep banget, kalah deh tuh si Calista.". Bisik bisik teman laki lakiku di belakang membuat aku merasa gerah,secantik apa Misya itu aku tak akan peduli. Suara-suara dibelakangku mereda ketika mereka menyadari bahwa ada guru memasuki kelas dan membawa murid perempuan cantik yang kuyakini adalah Misya. Pak Kerto menyuruh kami semua duduk ditempat masing masing dan mempersilahkan gadis itu memperkenalkan diri.

"Halo kalian, namaku Misya Adira Putri. Kalian bisa memanggilku Misya, aku pindahan dari Belanda. Senang bertemu kalian semua." Misya tersenyum dengan lebar dan tertawa sedikit ketika digoda oleh Reyhan. Pak Kerto menyuruh Misya duduk di belakangku, sekilas dia tersenyum kepadaku. Nafasku tercekat melihat senyumnya, senyum yang indah. Aku segera menguasai diriku sendiri dan fokus kepada pelajaran.

Bel pelajaran sudah berakhir, daritadi Misya belum berbicara apapun denganku dan aku tidak berminat untuk memulai percakapan. Dikelas hanya tinggal aku dan Misya, Misya masih mencatat tulisan guru didepan, dia tertinggal pelajaran sejarah tadi karena harus mengurus administrasi. Aku mengambil tasku dan beranjak pergi. Misya bergumam membaca catatannya, aku berbalik menghadapnya. Sekolah sudah sepi, dan Misya adalah murid baru yang kurang mengetahui tentang sekolah ini, aku tidak sejahat itu membiarkan dia sendirian disini.

"Misya" ucapku pelan. Dia menoleh dan berkata tanpa suara –apa?-

"Gamau pulang? Udah sepi sekolahnya. Nanti kamu kenapa napa" dia terus menulis.

"Engga, aku belum selesai nyatet nanti aku malah ketinggalan banyak pelajaran. Aku gabakal kenapa napa, aku tau jalan ke gerbang depan.". ucapnya tanpa menoleh sedikitpun kearahku.

"Nanti aku kasih catatanku, sekarang pulang ya? Udah sepi banget sekolahan." Dia mengangguk.

"Aku mau bareng kamu boleh?.Soalnya aku-" Aku memotong ucapannya.

"Gabisa Misya." Aku masih menunggu reaksinya, apakah dia akan sama seperti cewek lain yang merenggek?.

"Oh, yaudah. Didepan gerbang amankan buat nunggu?." Ucapnya sambil mengambil tas. Aku mengangguk.

Kami berjalan berdua, Aku menuju mobilku dan Misya menuju gerbang depan.

Entahlah apa yang ada dipikiranku, aku merasa tidak tenang tentang Misya. Tapi yasudahlah, aku harus menemui Gerald. Aku melajukan kendaraanku melewati Misya, dia tampak sibuk menelefon. Cuaca memang tidak bersahabat beberapa hari ini, Ya Tuhan! pikiranku terpenuhi oleh Misya. Aku memutuskan untuk berbalik arah menuju sekolah tak peduli dengan janjiku dengan Gerald. 5 menit, 10 menit, kenapa lama sekali untuk bisa sampai disekolah.

Aku terdiam ketika berada didepan gerbang. "Misya" aku bergumam.


M I S Y AWhere stories live. Discover now