What Happan Now?

11 2 0
                                    

What Happen Now?"KARIN ARUMI AWAS!"Teriakan Dino di belakang mereka sontak membuat Arumi dan Karin malah menoleh hendak menatap Dino. Namun kemudian keduanya terbelalak kaget."PAK JIWO!" teriakan Arumi dan Karin bersamaan saat menyadari nyawa mereka sedang terancam karena terpental sampai ke lantai satu kalau bertabrakan dengan badan besar guru mereka itu.Entah sejak kapan pak Jiwo berada di belakang mereka. Tapi yang jelas mereka harus cepas-cepat menghindar. Bagaimana bisa begitu? Iya, karena guru mereka yang satu itu memiliki kebiasaan buruk yang jalan dengan cepat namun tidak bisa mengerim. Jelas saja, orang badannya segede itu. 119 kg, bayangkan! Setelah mendengar teriakan Arumi dan Karin, baru pak Jiwo menghentikan langkahnya. Namun, kemudian pak Jiwo juga mendengar benda secara bergantian. "astaga!" refleks tangan Dino menempel di keningnya melihat kejadian barusan. Dua gadis di depannya yang tak jauh dari tempat Dino berdiri kini terjerembab di lantai gara-gara menghindar. "aduh, pantatku!" ringis Karin sambil mengusap-usap permukaan pantatnya yang berdenyut-denyut. "ah, sepertinya kakiku keseleo dech! Ih, pak Jiwo sih!" kali ini Arumi yang merengek. Kambuh dech childishnya. Dino menghampiri Karin duluan. "apanya yang sakit?" "gak papa kok, sayang. Cuma pantat aja nich yang nyut-nyutan." Jelas saja pak Jiwo merasa bersalah. Tapi memang pak Jiwo tidak sengaja melakukannya "kalian baik-baik saja? Bapak benar-benar minta maaf." "ya ampun, pak! Kami juga tau kok kalo Bapak gak sengaja. Jadi Bapak tidak perlu merasa bersaah begitu. Kami tidak apa-apa kok, pak. Bapak tenang aja! Hehe" Arumi berusaha berdiri. Sial bener nasibnya hari ini. "syukurlah! Kalo gitu bapak duluan ya." Mereka bertiga mengangguk sambil tersenyum menatap kepergian pak Jiwo. Kemudian Karin menatap serius ke Arumi. "kamu kenapa Rum?" Karin melihat Arumi meringis kesakitan saat berusaha berdiri tadi. "gag papa! Ayo ke kantin!" Arumi berusaha menutupi rasa nyeri di pergelangan kakinya. Dino memicingkan kedua matanya melihat Arumi menyeret salah satu kakinya. "ntar bengkak tuch kalo banyak gerak!" ucap Dino sok serius. Dan berhasil membuat Arumi menatap nanar ke kakinya. "masa iya keseleo dikit aja bisa bengkak!?" lirih Arumi yang masih menatap kakinya. Dino dan Karin sontak saja menahan tawa mendengar nada ragu Arumi. "udah sini aku gendong ke UKS biar cepat diobati sama bu Riska, aripada bengkak!" sergah Dino kemudian memposisikan dirinya membelakangi Arumi. Senyum Karin perlahan memudar. Ada rasa tidak nyaman melihat adegan di depannya. Bagaimana bisa ia bertahan melihat kekasihnya menawarkan diri menggendong cewek lain dan nampak begitu perhatian. Tanpa Karin sadari ia melamun. Bahkan Dino sudah memanggilnya sampai dua kali. "sayang, kamu mau tetep di situ ato ikut kita?" kali ini Dino sedikit menaikkan suaranya buat nyadarin Karin dari lamunannya. Karin tergagap dan langsung tersenyum menutupi kesedihannya. "tentu saja ikut kalian! Ayo!" Karin melangkah duluan di depan Dino. Baik Dino maupun Arumi tidak merasa ada yang aneh. Dan mereka malah sesekali bercanda. Kalo bisa, Karin mungkin sudah marah besar dan menarik Dino menjauhi Arumi. Tapi tidak, Karin tau mereka begitu selayaknya abang yang merhatiin adiknya. Jadi Karin tidak seharusnya cemburu sama Arumi. Setelah tiba di UKS, benar saja Arumi langsung ditangani oleh bu Riska selaku petugas UKS. Akibat insiden ini, Arumi terpaksa mengerjakan soal ujian di ruang UKS. Kalo seperti ini terus, Arumi merasa seperti diisolasi. Benar-benar sepi dan gak bisa nyontek. Sampai akhirnya jam pulang berbunyi. Dino sudah mendatangi Arumi ke UKS dengan membawa tasnya sekalian. "gimana? Udah ,mendingan belum?" sapa Dino sambil menyerahkan tas Arumi. Arumi mengangguk, namun masih terlihat menahan sakit. "lumayan,tapi aku tidak yakin dengan nilaiku. Kalo di kelas bisa nyontek Karin. O iya, Karin mana?" Arumi baru sadar kalau Karin tidak bersama Dino. "dia udah dijemput kok. Aku barusan nganterin dia sampek gerbang sekalian ngambil tas kamu." Jelas Dino yang dibalas anggukan Arumi. "ok, kita pulang sekarang ato tahun depan?" "seabad lagi kita pulang! Perasaan, tambah gak waras aja kamu Din!" Arumi perlahan menuruni brankar. Namun baru menginjak lantai, rasa nyeri langsung menyerang. "aw! Kenapa jadi tambah sakit gini?" Arumi mengernyit menahan pergerakan kakinya. Cepat-cepat Dino membantu Arumi agar tidak jatuh. "ya udah sini, pegangan!" Dino menggendong Arumi lagi. Kalau tidak begitu, mereka bakal gak pulang beneran. Arumi mengeratkan lengannya yang melingkari leher Dino. Dan Dino menahan kedua kaki Arumi tepat di bagian belakang lutut agar bertengger di pinggangnya. "untung badan kamu kecil. Bisa tewas aku nyampek parkiran ngegendong kamu terus." "serem ih! Masa iya sampek tewas? Lebay kamu Din! Tapi makasih dech. Buat balesannya kamu minta apa? Traktir makan, beli game, suruh ngerjain tugas? Terserah kamu lah! Aku usahain." Dino bersmirk tanpa sepengetahuan Arumi. "ok! Aku pikirin dulu. Janji kan ya?" "iya! Gak percaya banget sih Din! Tapi jangan yang aneh-aneh. Aku tau maksudmu." "loch, kan tadi bilangnya terserah aku. Ya tetep diusahain donk!" "iya iya. Niat banget morotinnya!" "ikhlas gak nich ngasihnya?" "ya ampun! Iya dech terserah!" Dino tersenyum penuh kemenangan mendengar Arumi harus kalah melawannya. Dalam waktu kurang dari 20 menit, Arumi sudah sampai di kostannnya. Dino masih menggendong Arumi melewati beberapa kamar penghuni kost lainnya. Mereka bergurau terus tanpa mempedulikan sekeliling. Kalau ada yang keganggu bisa diprotes abis-abisan mereka. Tapi kostan lagi sepi, makanya Arumi dan Dino cuek. Sekarang Arumi memposisikan tubuhnya nyaman bersandar diatas ranjangnya. "udah, pulang ntar aja! Mau ujan tuch!" tawar Arumi. Dino tampak berpikir sebentar sambil menatap keadaan langit dari jendela. Benar, mendungnya udah penuh. Tinggal nunggu hujannya jatuh aja tuch. "iya dech, males pake mantel juga. Lagian ini pinggang rasanya. Ya Tuhan!" Dino memijit pelan pinggangnya sedikit mendramatisir. "udah nasib, trima aja! Lagian sekali-kali jadi orang baik juga gak papa kan din?" ucap Arumi dengan tampang tak berdosanya. Boleh gak sich mites ini bocah. "nona Arumi Almayhira yang terhormat. Jadi selama ini aku kurang baik apa sama kamu, hah!?" Dino memiting leher Arumi di bawah ketiaknya. "Dino lepasin! Bau tau.." "biarin! Nich, biar tau rasa! Cium noh ketiakku!" "Dino! Sialan banget sich. Gak bisa napas nich!" "minta maaf dulu!" "iya-iya, maap!" Dino tersenyum penuh kemenangan sambil melepas Arumi. Sekarang Arumi bisa bernapas lega. Ya ampun, bau bener ketek Dino. Batin Arumi sambil menatap kesal ke Dino yang masih duduk di sebelahnya. BRAKK!! Tiba-tiba saja pintu kamar Arumi yang sengaja tidak kunci, terbuka lebar dan menampakkan beberapa orang di depannya. "ada apa, pak?" tanya Dino dengan tampang cengonya. "kalian berdua, ikut bapak ke rumah pak RT sekarang!" jawab pak Pri selaku pemilik kost campuran tempat Arumi tempati. "loch, emangnya kenapa pak? Kami ada perlu apa di rumah pak RT?" tanya Dino lagi. Kali ini Dino sudah berdiri menghampiri pak Pri dengan tampang serius. Karena sepertinya ini masalah yang serius juga. "bapak minta maaf sebelumnya. Bapak hanya menuruti keinginan warga yang mulai risih dengan kelakuan kalian yang tidak bermoral dengan seringnya berlama-lama di kamar kost. Menurut warga, kelakuan kalian ini harus segera ditangani langsung oleh pak RT supaya tidak ada lagi kesalah pahaman. Dan kostan bapak juga tidak dituduh sebagai tempat perzinaan." Terang pak Pri yang berhasil membuat Dino maupun Arumi terbungkam. Dino menoleh ke Arumi. Mereka saling berpandangan sama-sama terkejutnya. Arumi berharap Dino bisa mengatasinya. Dino menggelengkan kepalanya seolah berkata 'aku tidak tau'. "sudahlah pak, kita seret saja mereka langsung ke rumah pak RT. Kita nikahkan sekalian mereka berdua ini daripada kelamaan bikin dosa!" sahut salah satu warga yang berdiri di samping pak Pri. Entah mimpi apa yang Arumi dan Dino alami semalam. Yang jelas sekarang mereka sudah duduk berdampingan dan siap dihakimi oleh warga-warga. "begitulah pak RT ceritanya." Kalimat teerakhir pak Pri barusan hanya bisa membuat Arumi menghela napas. Dino harus meluruskan masalah ini sebelum berakhir buruk. Sontak saja Dino berdiri menghadap pak Pri dan warga-warga. "maaf pak RT, pak Pri, dan juga bapak-bapak warga semuanya. Jujur saja, kami berdua bukanlah sepasang kekasih. Kami hanya teman. Saya bahkan sudah punya pacar. Hanya saja, saya sudah diamanahkan oleh orang tua teman saya ini untuk mengawasinya. Jadi mau tidak mau, saya harus berada terus didekat gadis ini. Jadi, kami benar-benar tidak melakukan apa yang warga-warga tuduhkan selama kami bersama. Saya hanya menemaninya dengan pintu kamar yang sengaja kami buka. Kalo tadi, kami tidak sengaja membiarkan pintunya tertutup. Tapi, sebelum saya membukanya, pak Pri dan bapak-bapak warga sudah mendobrak terlebih dulu." Dino mengakhiri penjelasannya. Sedangkan Arumi hanya bisa mengangguk-angguk untuk mendukung sanggahan Dino. Pak RT nampak menghela napasnya. Jadi ini hanya kesalah pahaman. "tapi nak, kamu tau kan? Teman perempuanmu ini tinggal di daerah yang menjunjung tinggi yang namanya moral. Apapun alasan kalian, kalo sikap kalian selama ini membuat warga tidak nyaman, bapak tetap hanya bisa mengambil jalan tengahnya saja. Jadi, kalian harus menikah." Arumi terbelalak mendengar kalimat terakhir pak RT. Yang benar saja dia harus menikah dengan Dino. Apa kabar dengan Karin? Batin Arumi. Dino hampir kalang kabut mendengar kata nikah yang keluar dari mulut pak RT. Tidak, dia belum siap menikah sekalipun itu dengan Arumi. "tapi pak, kalo pun kami nikah, kedua orang tua kami sedang dalam bisnis ke luar kota. Jadi bagaimana dengan wali, mahar, dan thethek bengek lainnya? Lagian pak, kami masih sekolah dan tahun depan baru kita lulus." Sergah Dino lagi yang diikuti anggukan mantap Arumi. "kami akan mengusahakan. Yang jelas sekarang, kalian bisa nikah siri dulu." Sahut salah satu warga. Ya Tuhan, udah kayak artis aja nikah siri. Mama, tolongin Arumi dan Dino! Batin Arumi. Ini tidak bisa dibiarkan. Arumi juga harus angkat bicara untuk membantu Dino. "tunggu pak! Kalo kami nikah, bagaimana nasib pacarnya?" sergah Arumi cukup lantang karena posisinya yang duduk. Dino menoleh menatap Arumi. Dia tahu, Arumi type orang yang setia kawan. Arumi tulus memikirkan perasaan teman-temannya. Tapi sayangnya, Arumi malah mendapatkan pengkhianatan."ya itu urusan kalian!" Sahut warga yang langsung berbicara sendiri secara bergantian seakan tidak puas sampai membuatnya tesudut. "dan kalian bisa mengatakan pernikahan kalian pada orang tua kalian setelah ini selesai." Lanjut salah satu warga.SKAKMATE! Baik Dino maupun Arumi hanya bisa menatap nanar satu sama lain. Begini nasib mereka pada akhirnya? Tidak bisakah mereka diberi waktu sehari saja sampai kedua orang tua mereka tiba. Dan mereka tidak harus menikah.Satu setengan jam berlalu. Di rumah pak RT ini lah Dino dan Arumi akhirnya menikah siri. "sah?" tanya pak RT selaku penghulunya. Dan dijawab teriakan kompak warga "SAH!"Arumi masih diam di kamar kost Arumi. Ah, bukan! Tepatnya kamar kost mereka. Sekarang mereka sudah suami istri kan!? Dino yang duduk di samping Arumi di pinnggir ranjang ikut diam sambil sesekali menghela napas beratnya. Rasa tak percaya melingkupi keduanya. Pelipisnya terasa pening atas apa yang mereka alami. Bagaimana bisa berakhir seperti ini? Bagaimana dengan Karin? Bagaimana kalo satu sekolahan tahu? Bagaimana reaksi kedua orang tua mereka? Argh!"Dinoo~? Bagaimana ini?" rengek Arumi. Bahkan Dino sendiri juga bingung apa yang harus ia lakukan sekarang.Dino menghela napas. "entahlah! Aku benar-benar pusing sekarang." Jelas Dino sambil mengusap wajahnya nampak frustasi. Arumi menatap Dino serius. Hal itu tak elak membuat Dino risih. "ada apa?" tanya Dino balik yang merasa aneh dengan tatapan Arumi."Dino?" ucap Arumi seperti ragu-ragu. Dino menjawab dengan erangan tegas agar Arumi yakin dengan apa yang akan ia katakan. "maaf ya!? Kali ini aku benar-benar menyesatkanmu!"Ahahaha! bukannya terharu dengan permintaan maaf Arumi, Dino malah tertawa. "Arumi Arumi~! Kamu pikir aliran ISIS, sampek membawa kesesatan? Ahaha""ih, aku serius lagi Dino!" gertak Arumi yang jadi kesal dibuatnya. "lucu sih sama kata-kata sesatnya. Ahaha!" "ah ya udah!" Arumi membuang muka saking jengkelnya."yah ngambek! Iya dech iya aku maafin." Arumi masih males menatap Dino. "abisnya, gak pantes aja kalo kamu ngucapin maap. Kan cewek selalu bener, kata meme!" lanjut Dino."cih, meme dibawa-bawa!?" jujur saja, Arumi sedikit menahan tawa ngomongnya gara-gara Dino nyebutin meme. Comik yang bikin perut kocak sih.Dino ikut tersenyum sambil mengacak puncak kepala Arumi dengan gemas. "gak ngambek lagi kan?" tanya Dino lebih memastikan. Dan Arumi mencibir. "lagian, bukan rencana kita kali semuanya jadi kayak gini." Dino menjatuhkan punggungnya ke kasur dan menatap langit-langit kamar mereka.Arumi benar-benar bersyukur pernah di pertemukan dengan teman atau bahkan sahabat seperti Dino. Dino adalah orang yang baik. Siapapun yang berada di dekatnya pasti kebawa aura positif dari Dino. Bahkan sekarang pun tanpa sadar Arumi tersenyum mengagumi kebijaksanaan Dino."kenapa senyum -senyum?" tanya Dino yang sontak saja membuyarkan lamunan Arumi. Wajah Arumi rasanya memanas. Kalau tidak cepat-cepat berpaling bisa digodain terus pasti sama si Dinosaurus sialan itu."ih, siapa yang senyum-senyum. Ngarang!" meskipun agak gagap ngucapinnya, tapi masih bisa didengar kok sama Dino. Dan Arumi tambah keliatan kayak orang bodoh.Dino ber-o saja menanggapi sanggahan Arumi. Sambil merubah posisinya miring menghadap Arumi yang masih duduk di sampingnya dengan salah satu tangannya yang menyangga kepala, Dino terlihat bersmirk. "Arumi, kita udah sah kan?" ucap Dino dengan suara serak.Arumi langsung menoleh menatap wajah tengil Dino dengan membelalakkan kedua mata sipitnya. "jangan macam-macam Dino Akbar Prasetya!" geram Arumi.To be Continue...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hug Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang