Chapter 5 - Your Smile

261 15 5
                                    

Chapter 5 – Your Smile

Zen tidak pernah suka terbangun di ruangan putih ini. Aroma obat yang menempel pada setiap sudut ruangan, juga kesunyian yang sangat canggung. Zen benci tempat ini.

Akan tetapi, hari itu adalah hari ke 3 ia terbangun di ruangan putih itu. Ia serasa ingin mencabut jarum IV yang menembus kulit tangannya dan berlari keluar dari ruangan dan bangunan putih yang lebih sering dikenal dengan Rumah Sakit itu. 

Tiga hari yang lalu, ia pingsan karena kekurangan darah dan juga kelelahan, dan dengan segera ia diangkut ke Rumah sakit terdekat untuk diobati. Orang yang menghubungi rumah sakit itu, tidak lain adalah Annabelle Cordelia, orang yang berada di dekatnya pada saat itu.

Helaan nafas panjang luput dari bibir Zen. Ia selalu teringat akan wajah Anna yang menangis pada saat ia berkelahi pada malam itu. Ia baru sadar bahwa ia sangat benci jika melihat ekspresi itu dari wajah Anna.

Dengan bosan Zen memperhatikan tangannya yang masih terbungkus perban, juga lengannya yang masih sedikit sakit dari goresan pisau itu. Kenapa ia selalu berhasil terluka seperti ini? Tidak ada yang bisa disalahkan, sebenarnya, dan ia tahu akan hal itu.

Tanpa terdengar ketukan pintu, seseorang telah membuka pintu kamarnya dan mengijinkan dirinya masuk. Cengiran lebar menghiasi wajah tampan Klaus disaat ia melangkah masuk ke kamar pasien itu dengan buket bunga di tangannya.

“ Yo ! Kudengar kau masuk rumah sakit. “ Klaus menyapanya santai sambil meletakkan bunga-bunga itu ke vas bunga di meja sebelah ranjang Zen.

Zen hanya bisa membuang muka dengan sedikit kesal, merasa Klaus secara tak langsung meremehkan dirinya.

“ Untuk apa kau datang? “ Zen bergumam pada Klaus yang hanya mengangkat alis matanya dengan tatapan bingung.

“ Tentu saja untuk menjengukmu, bodoh. Lagipula jika kau terlibat dalam perkelahian yang sepihak seperti itu, ada baiknya kau meminta bantuanku. Apa susahnya sih? “ Klaus duduk di kursi sebelah ranjang Zen dengan tatapan kesal. Ia sangat ingin membantu Zen, tapi ia sedikit kecewa karena Zen tampak tak ingin bantuannya. “ Lihatlah kau sekarang. Terbaring lemah di ruangan rumah sakit seperti ini. Dasar, apa kau tak tahu aku khawatir?”

“ Itu … Bukan urusanmu. “ Zen menghela nafas. “ Lagipula kau adalah seorang model. Jangan berkelahi lagi atau kau akan benar-benar kehilangan pekerjaanmu.  

“ Apa peduliku pada profesiku, Zen? Lagipula mereka takkan memecatku hanya karena aku berkelahi. Aku sering melakukannya bahkan sekarang pun begitu. “

“ Ya. Aku tahu. “

“ Zen. Kenapa kau berkelahi dengan mereka? Dan terlebih lagi kau mulai menyerang mereka duluan. Itu … sangat tidak mencerminkan dirimu. “

“ Sudah kubilang bukan urusanmu, Klaus. Jika kau sudah selesai, pulang lah. Melihatmu mengenakan seragam sekolah, aku yakin kau bolos. “

Klaus menatap Zen dengan khawatir. Memang, ia seharusnya sedang di sekolah sekarang karena mumpung ia sedang tidak ada schedule untuk hari itu. Dan ia tentu harus mengejar ketinggalannya karena keabsenan nya yang berlebih. Tapi setelah mendengar bahwa Zen masuk rumah sakit, ia takkan bisa belajar dengan tenang pula. Sahabatnya sedang sakit, dan ia tentu takkan tinggal diam dan belajar disaat seperti itu.

Tapi, Klaus yakin bahwa Zen memiliki alasan tersendiri kenapa ia tidak mau mengatakan alasannya. Selalu saja menyembunyikan sesuatu yang penting tanpa memberitahunya. Klaus terkadang ragu, apakah mereka benar-benar sahabat.

Pemikiran tersebut hanya membuat Klaus menghela nafas.

“ Apapun alasannya, aku berharap kau tak mengulangi hal ini lagi, Zen. Kau tau seberapa nekadnya kamu itu … Seperti … waktu itu … dan juga tahun lalu. “ Klaus mengalihkan pandangannya dari Zen, mengingat kejadian hari itu membuatnya meringis.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 13, 2013 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PaperplaneWhere stories live. Discover now