Bab 1

29 2 0
                                    

Menjadi murid SMA itu menyebalkan, aku harus bangun pagi untuk pergi ke sekolah, dan pulang sore hari, terkadang aku harus begadang demi menyelesaikan tugas yang menumpuk. Tapi begitulah siklus kehidupan seorang pelajar, mau tak mau harus berlapang dada dalam menjalani hal itu. Apa kalian pernah berpikir untuk mengakhiri masa sekolah kalian sekarang juga? Kalau kalian pernah aku juga pernah, tapi apadaya, Allah telah mengatur jalannya hidup kita. Dia telah membuat jalan cerita hidup kita di dunia hingga berlembar-lembar dan dia mempunyai kekuasaan untuk merubah sebagian jalan cerita hidup kita di dunia. Jadi, menurutku aku harus tetap fokus pada kehidupanku sekarang ini.

Sudahlah tidak penting memikirkan itu semua, berhubung hari minggu, aku akan menjernihkan pikiranku dengan bersepedah dan menuju taman yang jaraknya cukup jauh dari rumahku, mungkin lebih tepatnya rumah nenekku.

Setelah bersarapan aku langsung mencari nenek untuk berpamitan. "Nek... nenek ada dimana? Nek..." panggilku dengan nada yang cukup tinggi. "Nenek di kebun sayang," setelah mengetahui keberadaan nenek aku menghampirinya. "Nenek sedang apa?"

"Ah.. ini nenek sedang menyirami bunga mawar yang ibumu tanam sewaktu dia-"

"Ohiya... nek, aku akan bersepeda sebentar, boleh engga?" Belum sempat nenek menyelesaikan perkataannya aku sudah memotongnya. Aku bertingkah seperti itu bukan berarti aku tidak sopan terhadap nenek, tapi aku sedang tidak ingin mendengar hal yang akan dikatakan nenek yang sebenarnya sudahku ketahui.

"Ya, boleh. Tapi kau habiskan dulu sarapanmu itu."

"Sebelum nenek menyuruhku, aku sudah menghabiskannya terlebih dahulu," jawabku sedikit meledek nenek, "Dasar cucuku ini..." keluh nenek dan langsung menghampiriku lalu mencium keningku. "Hehe... aku pamit dulu ya nek." Langsung ku kecup pipi nenek dan menuju depan rumah bersama sepedaku. Lalu aku melajukan sepedaku dengan kekuatan penuh.

***

Mengitari jalanan yang ada dengan sepeda gunungku selama satu jam sangat melelahkan, dan akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke taman. Ternyata tamannya hanya ada sedikit orang dewasa dan beberapa anak kecil yang sedang bermain. Di taman ini aku bisa menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Aku menyenderkan sepedaku pada sebuah pohon dan aku menelentangkan tubuhku menghadap langit di sebuah kursi panjang. Tanpa aku sadari mataku tertutup dan mulai merenung serta mendengarkan suara-suara yang dapat terdengar ditelingaku.

Disaat ketenangan yang aku rasakan tiba-tiba aku mendengar suara rintihan anak kecil, dan aku segera membuka mataku, lalu mencari asal suara tersebut. Setelah menemukan asal suaranya, aku segera bangun dari kursi panjang yang kududuki dan menuntun sepedaku menuju suara tersebut. Ternyata benar, suara rintihan tersebut berasal dari suara anak kecil. Anak itu sangat menggemaskan, pipinya menggembung seperti balon, dan dia seperti boneka.

Setelah tersadar dari penilainku terhadapnya aku segera menghampirinya, "Hai, kamu kenapa? Aku mendengarmu merintih kesakitan, maka dari itu aku ke sini. Apa kamu terjatuh?"

"Tidak aku tidak jatuh, tapi kaki aku sakit kalo aku gerakan."

"Apa kamu membutuhkan bantuanku?"

Hanya tatapan yang kudapat darinya setelah kulontarkan pertanyaan kepadanya. Maka dari itu aku langsung memutuskan untuk mengantarnya pulang. "Baikalah kalau begitu aku akan mengantarmu pulang. Oh ya, rumah kamu di mana?"

"Aku ga mau pulang, tadi kakakku bilang kalau aku disuruh tunggu di sini sampai dia datang, aku ke sini sama dia tadi kak," dia berkata dengan muka bimbangnya, dan aku melihatnya bahwa dia juga menginginkan pulang. "Oke kalau itu mau kamu, tapi kamu mau sampai kapan menunggu kakakmu itu datang hmm..? Aku tahu pasti kamu mau pulangkan? Aku akan mengantarmu pulang dan mengabari kakakmu kalau kamu pulang bersamaku. Bagaimana kamu setuju tidak?" Aku tidak ingin memaksanya, tapi aku kasihan melihatnya seperti ini, apalagi dia sedang menahan sakit dikakinya.

"Aku ga mau pulang kak.." jawabnya dengan bersikeras. "Baiklah kalau itu mau kamu, tapi aku akan menemanimu di sini sampai kakakmu yang jahat itu datang ke sini." Akhirnya aku memutuskan untuk mengalah. "Kakakku ga jahat kak..."

"Oh oke, baiklah..." Dan kamipun terdiam satu sama lain hingga aku teringat kalau aku belum mengetahi namanya. "Kita belum berkenalan sepertinya, nama kamu siapa?"

"Namaku Destya Putri, terserah kakak mau panggil aku apa."

"Namaku Violet Azzahra, kayaknya kamu cocok deh dipanggil Dedes haha..." Aku tak bisa menahan tawaku. Sampai akhirnya aku melihat mukanya yang sudah berlipat-lipat karena aku menertawakannya. "Kak.. namaku bagus tau, masa dipanggilnya Dedes sih."

"Kan tadi kamu bilang sendiri kalau aku bebas untuk memanggilmu dengan sebutan apa, jadi ga ada masalah dong..."

"Yaudah, aku juga akan manggil kakak dengan sebutan, emm.. apa ya.. aha.. kak Lelet haha..." Yaampun, dasar emang ya anak kecil ada-ada saja tingkahnya. Saat kami terdiam sejenak akupun terpikir sesuatu."Des, aku mau tanya deh, kaki kamu sakit karna apa?"

"Aku ga tau kak, tiba-tiba sakit gitu," jawabnya. "Kamu sering kayak gini? Maksudku sakit di kakimu itu," tanyaku dengan penuh hati-hati. "Iya kak, akhir-akhir ini aku sering merasa sakit di kakiku. Mami udah pernah membawaku ke dokter, tapi katanya aku tidak apa-apa dan sakit kaki ini hanya sakit biasa. dokter bilang ke aku, kalo kakiku sakit aku cukup menggerakkan kakiku, seperti ini," jelasnya sambil menggerakkan kakinya ke segala arah. "Lalu sakit di kakimu akan hilang begitu?"

"Iya kak, buktinya sekarang aku bisa berjalan kembali dan tidak merasa sakit lagi," dia berdiri dari kursi panjang yang kami duduki dan berjalan-jalan di tempat lanyaknya pelatih senam yang handal.

***

"Kak Ical... kak... aku di sini," teriak Dedes dengan suara cemprengnya. "Des, siapa yang kamu panggil itu? Apa dia kakak kamu?" Tanyaku dengan penuh rasa penasaran. "Iya kak, dia kakakku." Akhirnya kakaknya Dedes datang juga, jadi aku tidak perlu menunggu lama lagi. Jika aku menggu lebih lama lagi, mungkin nenek akan mencemaskankku. Saat aku melihatnya menuju ke arah kami, akupun langsung bangun dari dudukku. "Des, kakak kamukan sudah datang, kakak pulang ya..."

"Kakak ga mau mampir dulu ke rumahku?"

"Kakak harus pulang sekarang Des, aku sudah janji sama nenekku untuk pulang cepat. Maafkan aku ya Des, mungkin lain kali saja."

"Baiklah kak."

"Ohya, Des, mungkin aku boleh minta alamat rumahmu, lain waktu aku akan ke rumahmu." Pintaku. "Oke kak, rumahku ada di Jalan Lily, No.18B."

"Wah... berarti tidak begitu jauh dari rumahku. Baiklah kalo begitu terimakasih Des, salam untuk kakakmu yang jahat itu ya." Ledekku saat melihat kakaknya yang berjalan hampir mendekati kami. Akupun langsung menaikkan sepedaku dan mengendarainya berlawanan arah dengan jalan kakaknya Dedes. Saat aku dihadapkan dengan dirinya, aku langsung melontarkan senyum singkatku dan langsung melajukan sepedaku menuju rumah.




Ribuan Alasan Untuk HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang