Kenyataan dibalik Penyesalan

9.6K 458 19
                                    

And it's no secret that the both of us
Are running out of time

***

Matahari bersinar terang di atas sana. Jam menunjukkan pukul dua siang. Sia, gadis itu berjalan sendiri dengan wajah pucatnya. Entahlah sudah berapa lama ia menangis setiap malam hanya karena sebuah penyesalan?

"Sia?"

Suara berat dari seorang pria mengagetkannya.

"Lo bikin gue kaget," ujar Sia datar.

"Lo kenapa?" Tanya Raven mengernyit saat melihat Sia sudah seperti mayat hidup.

Sia melirik Atha yang berada di sebelah Raven. Seakan-akan mengerti bahwa Sia dan Raven membutuhkan waktu berdua, Atha pun berkata,

"Aku tunggu di parkiran ya, Rav. Take your time," ujar Atha tersenyum lembut. Setelah itu, Atha pun berjalan menjauhi Sia juga Raven.

"Lo kenapa?" Ulang Raven.

Sia tertawa miris, "Keenan pergi, Rav. Dia pergi, lanjutin kuliahnya ke Italia. Ninggalin gue sendiri disini."

Seketika tangis Sia pecah. Tangis yang harusnya tak lagi keluar. Namun, apa daya jika hati masih berteriak sakit?

"G-gue nyesel. Nyesel ninggalin dia, cuman buat--"

"Cuman buat gue?" Tanya Raven menaikkan satu alisnya.

Dengan begitu, Sia berhenti menangis walaupun isakkan terkadang lolos dari bibirnya.

"Maksud lo?" Tanya Sia bingung.

"Lo suka gue 'kan? Gue tau, Sia. Bahkan gue tau jauh sebelum lo pacaran sama Keenan," jawab Raven tenang.

Mulut Sia terbuka, pertanda gadis itu terkejut.

"Brengsek! Jadi selama ini lo tahu semuanya dan lo malah pacaran sama cewe lain? Tanpa peduliin perasaan gue?" Teriak Sia dan air mata kembali mengalir.

"Jadi lo tau jauh sebelum gue pacaran sama Keenan? Dan lo malah diemin gue? Lo pura-pura nggak sadar padahal lo sadar?!" Lanjut Sia tak kalah kencang dengan suara sebelumnya.

"Lo keterlaluan, Raven," lirih Sia.

"Kenapa?" Tanya Sia menatap Raven lemah.

"Keluarin semua unek-unek lo, Si. Setelah itu, gue akan jelasin semuanya, dari awal," ujar Raven mengusap bahu Sia.

"Gue nggak pernah nyangka. You're such a bastard. Lo orang yang gue percayai selama ini, bahkan nggak peduli sama perasaan gue," lirih Sia.

Keheningan menyapa mereka selama beberapa menit. Hingga Raven memecah keheningan.

"Udah?" Tanya Raven lembut. Dan Sia hanya bisa mengangguk lemah.

Raven menuntun Sia untuk duduk di bangku taman. Sesekali pria itu mengusap bahu Sia.

"Apa yang mau lo jelasin?" Tanya Sia begitu duduk di bangku taman.

"Lo nggak ngerti perasaan lo, Si," jawab Raven.

"Maksud lo? Gue ngerti perasaan gue sendiri," bela Sia tak terima.

"Diem dulu," tegas Raven mendelik kesal.

Sia pun diam dan menatap Raven penuh tuntutan.

"Lo suka ke gue, lo sayang ke gue dalam artian beda. Rasa sayang lo ke gue dan rasa sayang lo ke Keenan beda, Sia. Lo cinta sama Keenan, lo sayang sama Keenan selayaknya kekasih. Sedangkan lo sayang ke gue karena kita sahabatan. Lo ngaggep gue sebagai kakak lo. Dan gue anggap lo sebagai adik lo. Lo kagum sama gue. Tapi lo salah mengartikan kekaguman itu," jelas Raven.

"Lo kira lo cinta sama gue selama ini. Tapi nyatanya, lo nggak pernah cinta gue. Lo sayang sama gue sebatas kakak-beradik, sebatas sahabatan. Nggak lebih. Buktinya lo nggak sakit 'kan pas gue jadian sama Dee? Pas gue jadian sama Atha? Emang lo sakit dan lo jadi kacau kayak gini pas gue jadian sama cewe lain? Engga 'kan?" Tanya Raven dan berhasil memukul tepat di hati Sia.

"Lo nggak pernah mendalami perasaan lo, Si. Lo cuman liat dari luarnya tanpa berusaha mendalami perasaan itu. Sekarang setelah lo sadar, semuanya udah terlambat 'kan?" Tanya Raven tersenyum kecil.

"Kehilangan ngajarin lo, gimana caranya menghargai cinta yang tulus," sambung Raven.

Tak dapat disangkal, semua yang Raven katakan benar. Betapa bodoh dirinya yang menyia-nyiakan Keenan.

"Gue harus anterin Atha pulang," pamit Raven.

"Lo mau ikut?" Sambungnya.

"Gue nggak enak sama Atha," cicit Sia menunduk malu.

Raven terkekeh lalu mengacak rambut Sia, "Atha orangnya santai kok. Tenang aja," ujar Raven.

"Ayo," ajak Raven.

"Sorry ya jadi lama," ujar Raven tak enak kepada pacarnya.

"Nggak apa-apa kok, santai aja," balas Atha tersenyum maklum.

"Maaf ya, Atha," ujar Sia tak enak.

Atha tertawa pelan, "ih nggak apa-apa kok. Santai aja. Oh iya, tadi ada yang cariin kamu. Cowo. Tapi aku lupa siapa. Katanya sih tadi dia ngeliat kamu disini."

Dahi Sia mengerut, menandakan kebingungan.

"Siapa?" Tanya Sia penasaran.

"Aku nggak tau nama--"

"Sia!"

Panggil seorang pria membuat perkataan Atha terpotong.

"Abra?"

Dia Abra, cinta pertamanya.

[a/n]

CIAO BELLA!

AKHIRNYA PART INI SELESAI YAA! Cerita ini juga selesai! Selamat bertemu di cerita lainnya!

Bhay, jangan lupa votes dan comments!

Regards,
Dera

Cinta dan Penyesalan [7/7 End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang