4. Cemburu

21K 2K 12
                                    

Aku sudah menunggu dari setengah jam yang lalu. Bahkan sampai Didi terheran-heran melihatku yang sudah duduk di teras rumah dengan pakaian rapi. Aku tidak mau mas Graha menungguku seperti kemarin.

Aku yakin mas Graha akan menjemputku meskipun tidak ada pemberitahuan darinya, kecuali sms singkat darinya semalam. Aku sudah mulai terbiasa dengan mas Graha yang seperti ini, mengantar dan menjemputku ke kantor.

Aku mulai gelisah ketika sudah lewat lima belas menit dari jadwal rutinku berangkat ke kantor. Apa mas Graha lupa? Atau mungkin pagi ini dia sedang sibuk. Atau mungkin aku yang terlalu percaya diri dan mengganggap mas Graha pasti menjemputku pagi ini.

Ya, pasti aku yang terlalu percaya diri. Mas Graha tidak punya kewajiban apa-apa untuk menjemputku tiap hari. Kami bahkan belum ada hubungan apa-apa. Aku saja yang terlalu terbawa perasaan setiap mas Graha memberikan perhatiannya kepadaku.

Aku menghela nafas panjang, sepertinya aku harus bersiap-siap berangkat ke kantor sekarang.

Suara derit mobil yang direm mendadak mengejutkanku saat aku sedang mengunci pintu rumah. Aku menoleh, mas Graha!

"Maaf, agak telat," Kata mas Graha. Aku tersenyum sambil berjalan mendekat ke mobil mas Graha. Betapa bodohnya aku, kenapa ekspresiku ini menunjukan kalau aku berharap sekali dijemput mas Graha.

"Tadi mas harus jemput Veni dulu," Senyumku hilang bersamaan saat melihat siapa yang sedang duduk di samping mas Graha.

Buru-buru aku menetralkan perasaanku dan kembali tersenyum. Apa-apaan aku ini, jangan sampai mas Graha tahu apa yang aku rasakan.

"Apa aku pindah aja ke belakang?" Wanita yang bernama Veni itu bertanya ke mas Graha. Aku sudah membuka pintu belakang mobil mas Graha dan duduk di dalamnya.

"Nggak apa-apa kok mbak, di depan aja," Jawabku lagi-lagi sambil tersenyum.

Ya ampun, kenapa kesal sekali rasanya. Siapa wanita itu? Kenapa wanita iu tidak berbasa-basi sedikitpun dengan memperkenalkan siapa dirinya? Kenapa mas Graha harus menjemput dia? Dan bahkan kenapa mas Graha seolah-olah tidak perduli padaku sekarang, dia malah sibuk ngobrol dengan wanita itu. Seharusnya aku tidak menunggu mas Graha tadi.

Mas Graha menurunkan aku di depan kantor. Aku mengucapkan terimakasih dan kembali tersenyum kepada wanita itu. Mobil mas Graha berlalu dan entah kenapa sakit sekali yang kurasakan.

Aku berjalan dengan cepat. Aku tahu mataku sudah terasa panas. Bodoh! Kenapa aku mesti seperti ini. Mas Graha sama sekali tidak menjanjikan akan menjemput aku pulang nanti, dia bahkan tidak memandangku saat aku mengucapkan terimakasih. Dan ya ampun, kenapa aku malah merindukan pelukannya seperti yang dia lakukan kemarin.

Kenapa aku malah memikirkan perlakuan mas Graha pada saat seperti ini. Mas Graha sama sekali tidak perduli padaku, bohong saja sms yang dikirimkannya semalam.

Satu tetes air mata terasa mengalir di wajahku. Terakhir kali aku menangis sesakit ini saat Dion ketahuan selingkuh. Dan sekarang aku menangis karena mas Graha yang bahkan sampai saat ini tidak ada hubungan apa-apa denganku. Dan aku juga bingung sebenarnya apa yang aku tangiskan? Cemburu kah?

Seharusnya dari awal aku sudah membentengi perasaanku dari perhatian-perhatian mas Graha. Lelaki dengan umur segitu tidak mungkin mau serius denganku yang jauh berumur dibawahnya.

Aku pasti hanya selingannya saja. Wajar saja, selama ini dia tidak pernah serius dengan wanita, buktinya sampai saat ini dia masih sendiri. Apa itu bukan bukti yang menunjukan dia tidak butuh wanita?

Dan bodohnya aku yang begitu mudah terbawa perasaan. Seharusnya dari awal kutolak saja segala perhatiannya. Padahal rasa sakitku kehilangan Dion sudah mulai membaik. Tapi sepertinya ada satu lagi rasa sakit yang aku terima.

Sepertinya aku harus cepat-cepat tersadar dari semua perasaan semu yang diberikan mas Graha. Aku dan mas Graha tidak ada hubungan apa-apa, wajar saja dia menganggapku bukan siapa-siapanya.

--

37 (Pindah Ke Dreame/Innovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang