"Apa kau tahu kalau mimpi yang terlupakan adalah cuplikan masa depan?"
Pagi yang damai itu terusik dengan pertanyaan yang membuatku pusing.
Dengan udang goreng yang belum sepenuhnya masuk ke dalam mulut, aku menatapnya heran.
Nathania menatapku dengan mata bulatnya yang terlihat indah dengan manik yang sangat hitam.
"Apa maksudmu?" setelah menatapnya lama, akhirnya aku bertanya dengan mulut penuh udang.
Nathania menunjuk dahinya, "Pernah gak kamu ingat kalau kamu bermimpi tapi gak ingat mimpi tentang apa?"
Berpikir sembari mengunyah, aku mengangguk.
Nathania menjentikan jarinya, "Aku pun begitu. Akhir-akhir ini aku berpikir tentang hal ini. Ternyata, setelah aku coba ingat-ingat, aku sering merasakan déjà vu dan aku yakin, aku merasakan hal itu karena mimpiku yang terlupakan!"
Aku diam sejenak, lalu menunjuk wajahnya, "Diam sebentar."
Aku mengunyah habis udang di mulutku lalu memangku wajah, "Kau bodoh?"
Ia mengerucutkan bibirnya, "Apa maksudmu?"
Aku menghela nafas, "Kalau kau lupa, bagaimana mungkin kau yakin? Bisa saja hal dalam mimpimu dan hal yang terjadi adalah hal yang sangat berbeda."
Nathania berpikir sejenak, "Lalu bagaimana bisa aku merasakan deja vu?"
"Dasarnya tak ada yang bisa memastikan bagaimana deja vu bisa terjadi tapi aku dengar semua itu karena pengaruh otak dan sugesti."
Nathania menghela nafas lalu bersandar malas, kepalanya mendongak menatap langit-langit ruangan, "Tapi entah mengapa aku yakin kalau itu benar."
Aku mengangguk sembari menutup kotak bekal, "Kalau memang benar kita tak akan lagi berdebar menunggu masa depan."
Aku memasukan kotak bekalku ke dalam tas lalu menatap keluar jendela, "Jika kita bisa menebaknya maka masa depan akan terasa membosankan."