Aku rasa ada bagian dari ingatanku yang hilang. Aku merasa tak nyaman dengan mimpi yang aku lupakan, ah tidak, tepatnya yang tidak aku ingat.
Aku merasa telah melewatkan kesempatan besar, entah kesempatan apa yang aku lewati.
.
.
.
"Ugh." Geraman kesal tanpa sadar aku keluarkan ketika Nathania duduk di hadapanku. Gadis itu menatapku kesal.
"Kenapa kau menggeram seperti itu? Apa aku punya masalah denganmu?"
Aku menggeleng cepat, "Tidak. Tidak. Kau salah paham, Nat."
Dengan bibir yang masih dimajukan dan nada kesal Nathania kembali bertanya, "Memangnya ada apa?"
"Aku hanya kesal tak bisa mengingat mimpiku."
Raut wajah Nathania berubah, "Mimpi?" senyuman mengembang di wajahnya, "Jangan-jangan itu masa depanmu."
Aku menatapnya kesal, "Berhentilah bicara omong kosong seperti itu!"
Nathania tersenyum simpul, "Lalu kenapa kau merasa kesal tak bisa mengingatnya?"
"Aku merasa telah melewatkan sesuatu kesempatan penting."
"Kesempatan penting mengetahui masa depanmu."
Nathania memeletkan lidahnya ke arahku yang menatapnya kesal namun belum sempat aku mengeluarkan kekesalanku, Pak Guru masuk sembari memukul pintu kelas dengan buku yang di bawanya. Tidak terlalu keras tapi cukup membuat fokus seluruh penghuni kelas teralih padanya.
Kami semua terburu-buru duduk di bangku masing-masing dan menatap ke depan seolah keributan yang sebelumnya terjadi tak pernah ada.
"Pagi semua." Pak guru mengucapkan salam sembari bersandar pada tembok di samping papan tulis.
"Pagi pak!" Seru seisi kelas kompak.
Ia tersenyum kecil, "Hari ini kalian kedatangan teman baru."
Keributan di dalam kelas kembali terjadi ketika mendengar ucapan pak guru, seluruh isi kelas penasaran bagaimana rupa teman baru kami.
"Pak, Pak, cewe apa cowok pak?" Rido, si biang kerok kelas mengangkat tangan dan bertanya.
"Cowok."
"Yaaaaaaaah." Semua laki-laki di kelas ini merespons kompak.
Pak guru tertawa kecil, Ia lalu berjalan ke luar kelas dan mengisyaratkan seseorang untuk datang. Ketika orang yang diisyaratkannya datang, kini gantian seluruh penghuni kelas bergender perempuanlah yang berteriak kecuali aku yang diam termangu di bangku, menatapnya seolah-olah mataku mau keluar dari tempatnya berada. Terkejut akan kedatangannya.
"Sepertinya aku pernah melihatnya."
.
.
.