Part 2

201 11 2
                                    

Haihaihai.. Pada kangen sama author ya. Pede banget sih lu thor *plak. Ya bahagiain diri sendiri gak papa lah ya, daripada gak ada yang bahagiain #numpangcurcol #tepokjidatpakekaki. Okey stop. Kalo dilanjutin curcolnya mah bisa satu part sendiri. Yups langsung baca aja deh.

Happy reading guys!

Arial POV
Hari ini hari pertamaku bekerja di kantor papa. Meskipun tadi pagi terjadi sedikit masalah karna keterlambatanku, aku telah berhasil menyelesaikannya dengan keramah-tamahanku. Kutebarkan senyumku ke seluruh penjuru kantor ini. Setiap pasang mata disini pasti sudah melihat senyum manisku. Hehew. Pede dikit gapapa kali ya..

Akhirnya aku sampai di ruang devisi keuangan. Kulangkahkan kakiku ke ruang devisi keuangan. Senyumku tak pernah lepas dari wajahku. Menurutku, kesan pertama saat bertemu akan sangat berarti bagi hubungan ku dengan orang-orang ini kedepannya.

'Tap tap tap' derap langkahku memecah keheningan di ruangan ini. Seketika seluruh pasang mata menatap ke arahku. Mereka semua menatap intens dari ujung kepala sampai ujung kakiku. Sebenarnya aku risih dilihat seperti ini.

'Duh tu mata kaya gak pernah liat cewek cantik aja sih(?) pengen nyolok deh rasanya' Eits jangan salah dulu. Itu tadi cuma kata batinku. Yakali aku udah setia pasang senyum termanisku sampe gigiku kering dan mau ngehancurin itu semua hanya dengan satu ucapan.

Sebaliknya, aku tersenyum ramah menatap mereka. Aku merasa tidak asing dengan salah satu diantara mereka. Itu seperti Ashila sahabatku sewaktu SMA sampai semester terakhir kuliah. Dia pindah ke Singapura untuk melanjutkan pengobatannya. Dia juga -mantan pacar Devan. Ya itu dia, aku yakin sekali.

Secepat kilat aku menghampirinya. Aku berlari seraya memanggil namanya.

"Ashila(?)" kataku meminta penjelasan.

"Iya. Ini aku arial. Aku sahabat kamu." ucap Ashila memberi penjelasan.

"Ya Allah shil. Gue kangen banget sama lu. Napa sih gak ngabarin kalo balik ke Indonesia" cercaku karena hal yang sangat membingungkan pagi ini.

"Maaf arial. HP gue yang dulu ilang, makanya semua kontak temen-temen ilang -termasuk lo ar."

"Oke oke gue maafin. Lo kerja disini juga?" tanyaku memastikan.

"Iya. Gue baru sebulan kerja disini."

"Oke. Sesi tanya jawabnya kita lanjutin ntar waktu makan siang. Oke?"

"Oke ar. Gih masuk, kerjaan banyak nih."

Aku pun melangkahkan kakiku memasuki ruangan kerjaku. Tidak terlalu buruk, ruangan ini didominasi warna biru dan putih. Semua barang tertata rapi ditempatnya. Terlihat sebuah laptop dimeja kerjaku. Bingo. Aku mendapat laptop baru dari Papa. Aaaaa... Aku sayang papa. Akhirnya aku mulai mengerjakan pekerjaanku. Jari-jari lentikku mulai menari-nari di atas keyboard laptopku. Detak jam dinding mengisi suara di ruangan ini. Aku masih berkutat dengan laptop dan dokumen-dokumen di hadapanku.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Jam telah menunjukkan pukul 12.00. Aku masih tercengang dengan seluruh dokumen dihadapanku. Semua tidak sesuai. Ini membuatku cukup pusing di hari pertamaku bekerja. Sekarang aku mengerti arti ucapan papa.

-Flashback on-
Dentingan piring dan sendok yang saling beradu mengisi keheningan di ruang makan ini. Tidak biasanya suasana di rumahku ini hening. Sesekali aku menengok papa dan mama bergantian.

Aku menengok papaku dengan wajah bingung. Papa terlihat begitu stress hari ini. Entah kenapa, papa yang biasanya humoris berubah 180°. Setelah puas menatap papaku, aku menengok mama dengan tatapan yang berarti 'Ada apa ma?' Mama hanya menggeleng lemah. Terlihat kecemasan yang sangat ketara di wajah mama.

Setelah puas bertanya-tanya dengan pikiranku sendiri, akhirnya aku mulai membuka pembicaraan.

"Ada apa sih pa? Muka papa udah kaya baju kuli bangunan aja?" tanyaku untuk sedikit menghilangkan ketegangan di rumah ini.

"Gak papa Ial. Kamu konsen kuliah aja dulu. Ntar kalo udah lulus kamu baru bisa bantuin papa" ucap papaku.

"Maksud papa?" tanyaku. Aku mengernyit tanda tak paham. Ini sungguh membingungkan.

"Nanti kalo kamu lulus kuliah kerja di kantor papa ya?" ujarnya meminta persetujuan.

"Enggak ah pa. Ial tuh mau mandiri, gak mau bergantung sama papa terus."

"Ayolah Ial. Nanti kamu akan paham alasan papa menyuruhmu kerja di kantor papa."

"Ial pikirkan dulu pa. Tapi kalo Ial jadi kerja di kantor papa, Ial punya beberapa syarat."

"Baiklah nak. Apapun syaratnya akan papa usahakan."

Akhirnya aku berpamitan untuk pergi ke kampus. Otakku masih berpikir tentang keanehan papa pagi ini. Beliau terlihat begitu murung.
-Flashback off-

Tok.. Tok.. Tok.. Ketukan pintu ruanganku, berhasil mengembalikan pikiranku ke dunia nyata. Aku menghela nafas panjang dan akhirnya mempersilahkan si pengetuk itu masuk.

"Masuk" ucapku acuh tak acuh. Pikiranku masih bergulat dengan semua dokumen dihadapanku.

Ceklek.. Akhirnya pintu terbuka menampakkan wajah seorang wanita berparas cantik dengan rambut tergerai sebahu. Ashila Himawarman.

"Eh shila. Ada apa shil?" ucapku saat ia mulai melangkahkan kaki ke ruanganku. Ia mulai mendekati meja kerjaku tanpa menjawab pertanyaanku. Wajahnya terlihat murung dan sedikit menampakkan emosi yang siap meledak-ledak.

Sekian dulu ya. Hehehe maaf kalo jelek. Mungkin konflik baru akan muncul di part berikutnya. Aku update ceritanya seminggu sekali tiap malam minggu. Kalo respon dari kalian bagus aku usahain lebih cepet deh update nya. So, don't forget to leave vote and comment.

-sekian, Sindhi-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Penantian Tak BerujungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang