Part 2

43 5 3
                                    

Pagi ini sekolah masih sangat sepi, hanya ada gerombolan lelaki yang berdiam dilapangan. Soraya tahu, kalau gerombolan itu adalah anak buah Yoga yang akan bertempur tawuran. Soraya mendesah.

"Kenapa lo? Laper? Atau Dingin?" Tanya Yoga khawatir. Soraya menoleh ke arah Yoga. "Gue bosen lho tawuran mulu, lo bisa aja ke bacok waktu tawuran" Soraya yang masih duduk dimotor Yoga menempatkan dagunya ke bahu Yoga. Yoga tersenyum.

"Gue ketua osis, lo panglima perangnya. Harusnya gue sama lo musuhan Ga, bukannya kemana-mana bareng gini. Harusnya gue bisa ngehentiin tawuran tapi gue ga bisa" Suara Soraya yang pelan membuat Yoga menoleh.

"Hey, tenang aja. Kalo lo takut gue mati, gue ga akan mati semudah itu. Dan tentang masalah tawuran, kita pernah obrolin ini berkali-kali. Toh ketua osis yang dulu juga ga pernah bisa hentiin tawuran inikan?" Yoga menatap Soraya yang menunduk. Yoga memegang kedua pipi Soraya. Membuat Soraya menatapnya.

"Lo ngertikan?" Yoga meyakinkan Soraya. Soraya mengangguk. "Bagus, sekarang senyum dan pergi ke kantin. Sarapan sekalian beliin gue roti" Yoga tersenyum mengacak rambut Soraya. Soraya tersenyum dan memeluk Yoga. "Gue seneng lo yang jadi kembaran gue" kata Soraya. Yoga terkekeh. "Emangnya siapa lagi yang mau jadi kembaran lo?" Balas membalik pelukan Soraya dan mengecup rambut Soraya.

"Duh aduh, jangan mesum woy! kalian sodaraan bukan pacaran" teriak Rai yang tengah bersandar ditembok dekat lapangan. Kedua tangannya menyilang. Mata dan bibirnya tersenyum jahil. Soraya dan Yoga pun langsung menengok ke arah Rai.

"Jangan gila! Masa adik sendiri juga mau diembat! Sadar man" Masih dengan tawa jahilnya. Melihatnya Soraya tersenyum. "Cepetan Ga, anak-anak udah nungguin lo tuh" kata Rai cepat lalu melambai pada Soraya.

"Gue kesana ya, lo ke kantin aja. Jangan ke kelas. Disana sepi" Kata Yoga meninggalkan Soraya. Soraya mengangguk.

***

Soraya POV

Aku berjalan ke kantin, sesuai dengan perintah Yoga. Yoga selalu saja memerintah sesukanya, dia mempunyai pemikiran 'apa yang ku lakukan selalu benar' jadi itu membuatnya seperti egois dan sok berkuasa. Dan bodohnya, aku juga selalu menuruti perintah Yoga.

Yoga adalah pria terbaik yang ada dihidupku. Dia selalu menjagaku. Dia selalu mengajariku apapun yang aku tidak mengerti. Mungkin, jika saja dia bukan saudara kembarku, aku sudah jatuh cinta padanya.

Bersama Yoga, aku adalah perempuan istimewa. Dia selalu menuruti apa pun yang aku inginkan. Bahkan dia pernah ketinggalan kereta hanya untuk membelikanku oleh-oleh dari Yogya. Yoga juga sangat menghargaiku, Yoga tidak pernah berani membuka pintu kamarku tanpa mengetuk pintu dahulu. Berbeda denganku yang selalu membuka kamarnya tanpa pemberitahuan.

Dan jika kalian berpikir kenapa aku tidak menghentikan Yoga tawuran, padahal aku adalah satu-satunya kelemahan dia. Karena aku tidak pernah berhasil. Aku sudah berkali-kali melarangnya untuk tidak terlibat dengan tawuran.

Aku ingin dia berhenti. Tapi dia selalu mengelak bahwa "harga diri sekolah kita dipertaruhkan Aya" dan jika aku berkata bahwa aku takut dia mati, dia selalu berkata "Ayolah! Aku tidak pernah meninggalkanmu sendiri, aku berjanji akan tetap hidup untuk menjagamu. Aku akan baik-baik saja" dan itu sudah membuatku percaya bahwa dia akan baik-baik saja.

Aku duduk dibangku kantin yang masih sangat sepi. Hanya ada penjual ketupat dan gorengan. Aku memilih ketupat. "Bi, ketupatnya satu ya" kataku ke Bi Minah. Bi Minah tersenyum melihatku. "Eh neng Aya, tumben pagi-pagi udah ada disekolah. Masih jam setengah 6 lho" katanya menunjuk jam kantin yang bertengger di dinding.

Aku tersenyum. "Hehe iya nih bi, datengnya kepagian" elakku sambil bercanda. "Yaudah neng duduk aja, nanti Bibi anterin ya" kata Bi Minah ramah. Aku mengangguk dan duduk dibangku kantin. Sambil menunggu, aku membuka buku pelajaranku, mencari apa ada pr yang telah aku lewatkan.

"Ini neng, ketupatnya" Bi Minah mengantarkan sepiring ketupat ke mejaku. Aku tersenyum. "Makasih Bi" ucapku sambil menoleh pada Bi Minah, lalu Bi Minah kembali membereskan kiosnya. Aku memakan ketupatku sambil sesekali membaca buku.

"Hey" seseorang menepuk bahuku yang langsung membuatku menoleh. "Hey tenang, gue manusia bukan setan" tawa Ino membahana seisi kantin. "Tumben lo dateng pagi, ada acara apaan?" Tanyanya sambil duduk disampingku. Tak segan mengambil kerupuk dari piring ketupatku. "Engga ada acara apa-apaan, cuma diajak dateng pagi aja sama Yoga" kataku santai.

Sammy Norwela. Pria ini adalah sahabatku satu-satunya. Kulit putihnya sedikit menghitam karena terlalu sering berada dibawah terik matahari. Matanya bundar. Dia pria yang cool, cuek, dan ganteng. Dia juga banyak sekali fans, karena dia adalah kapten sepak bola. Mungkin jika ada urutan banyaknya fans, dia berada nomor 3, sebelum Rai dan Yoga.

Jika aku sedang kesal, aku akan melampiaskannya padanya. atau Yoga. Kalau aku bercerita tentang rasa kesalku pada Yoga, Yoga akan membuat bermacam cara agar suasana hatiku membaik. Membelikanku es krim, atau hanya berjalan-jalan dengan motornya. Beda sekali dengan Ino, dia akan membalas ucapanku apapun yang aku katakan, bahkan kami sering kali memaki satu sama lain hanya untuk membuat perasaan lebih lega.

"Si Yoga mau tawuran lagi ya?" Tanyanya sambil mengambil alih piringku. "Tu anak ga ada matinya" sambungnya menghabiskan ketupatku. "Iya kali, gue mana tau yang gituan" kataku acuh tak acuh. Aku melanjutkan membaca buku pelajaran.

"Lo tau ga kemaren si Yoga ditembak Siska?" Kata Ino membuat aku menoleh. "Siska mana?" Tanyaku tertarik. Kami memang suka bergosip, tentang orang sekolah, artis, atau yang lain. Dan yang paling mencengangkan adalah Inolah yang suka memulainya.

"Bego lo! Ya yang cantik banget itu lho! Masa Siska kelas kita, dia mah gada apa-apanya" kata Ino tak senang. Aku terkekeh. "Ya kirain gue gitu, kan anak sini gada yang punya malu, terusin buruan ceritanya" kataku menyimpan bukuku. Tertarik mendengar ceritanya.

"Kan kemaren si Yoga dipanggil kepala sekolah, Nah udah gitu, waktu si Yoga keluar dari ruangannya, Si Siska nyamperin tuh. Dia bawa kue sama bunga. Gila,kan? Kapan coba dia mau bawa gituan? Biasanya dia yang digituin!" Kata Ino semangat. Aku terkekeh. Membayangkan Siska yang cantik dan sombong itu membawa kue dan bunga untuk Yoga.

Walaupun Yoga selalu bersamaku, tapi aku tetap menggosipkannya. Tapi aku  hanya menggosipkannya dengan Ino. Maksudku, apalagi yang harus digosipkan jika bukan tentang Yoga? Disini Yoga itu artis utamanya. Tak pernah habis obrolan tentang Yoga.

"Terus ya, dia bilang lo mau engga jadi pacar gue katanya, Yoga diem aja. Udah gitu dia ambil bunganya sama kuenya. Dipeluk tuh Si Siska lalu bilang sorry ya udah gitu ditinggalin si Siska, terus Yoga bawa kue sama bunganya ke gue terus pergi deh" katanya. Aku hanya meng-oh-kannya.

"Lo tau ga? Itu kuenya kue mahal. Suer enak banget" kata Ino nyengir. Aku menjitak kepalanya. "Bego lo, masa orang lain patah hati, lo malah kesenengan?" Kataku sewot. Ya walaupun sebenarnya aku tidak suka melihat Siska, tapikan sebagai sesama perempuan, kalau dia sudah berani nembak lelaki pasti udah nurunin harga dirinya.

"Bodo, yang penting kuenya enak" cibir Ino. "Udah ah, ayo ke kelas" kataku sambil meninggalkan Ino untuk membayar ketupatku.







Hi para readers. Aku kembali dengan cerita gak jelasku ini wkwk dan tak lupa aku ucapkan banyak terimakasih buat yang udah baca. ;)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang