Bab 4 (Tersedia PDF)

91.9K 7.4K 72
                                    

BAb 4

Remio sedang memeriksa beberapa berkas di tangannya ketika suara ketukan pintu mengintrupsi kegiatannya. Pria itu menoleh, sedikit berseru untuk memberi izin siapapun yang ada di luar sana untuk masuk ke dalam.

"Selamat siang, Pak." Seroang pria tinggi berkacamata masuk ke dalam ruangan Remio dengan sopan, dia berjalan mendekat dan berdiri tak jauh dari meja kerja Remio.

"Ada apa?" tanya Remio langsung.

Pria yang berdiri di hadapannya terlihat ragu, pria itu adalah salah satu staf yang bertanggungjawab atas hotel yang ada di Palembang dan kehadiran pria ini di hadapan Remio cukup membuat Remio ketar-ketir atas informasi yang akan dia sampaikan.

"Ada yang ingin anda sampaikan, Pak Rialdi?" Remio mengulangi pertanyaannya.

Pria itu menggaruk pelipisnya sebentar, lalu menatap Remio.

"Pak, kita punya sedikit masalah," ujarnya pelan.

Alis Remio terangkat. "Soal hotel di Palembang?" tanyanya memastikan.

Pria bernama Rialdi itu mengangguk. "Masyarakat disekitaran wilayah hotel memboikot peresmian hotel kita," ujar Rialdi.

Remio diam, menunggu penjelasan yang lebih lengkap dari pria itu.

"Masyarakat beranggapan keberadaan hotel kita akan mengganggu keadaan disekitar lingkungan. Selain itu, ada juga warga yang mengatakan kekurangan ganti rugi atas penggusuran yang telah kita lakukan," jelasnya.

Remio memijat pangkal hidungnya frustasi, pasti ada kendala lain di balik aksi warga disana, hal seperti ini di dalam bisnis memang sudah sering terjadi dan pokok masalah awalnya pasti bukan murni dari niat masyarakat, pasti ada pihak yang memprovkator.

"Siapkan segala keperluannya, besok pagi saya akan langsung berangkat kesana," putus Remio, pasalnya dia tahu keberadaan Niko di sana tidak akan cukup untuk menyelesaikan kendala secara cepat, sedangkan undangan pesta peresmian sudah dikirim dan mereka tidak mungkin mengundurkan jadwalnya.

"Baik tuan," jawab pria itu.

Remio memberikan kode agar Rialdi segera keluar dari ruangan ini dan pria itu langsung bergegas meninggalkan Remio yang termenung di tempatnya.

Sore ini harusnya Remio menjemput Reeva ke rumahnya dan besok adalah janjinya untuk menemani Reeva ke acara sekolah bersama Adeeva. Harusnya dia mendapatkan liburnya seperti biasa, namun ternyata masalah datang disaat yang tidak tepat. Remio pasti akan mengecewakan Reeva sekali lagi.

Memikirkannya membuat kepala Remio makin sakit, diliriknya jam yang ada disalah satu sudut dinding. Sudah pukul dua belas kurang, artinya telah tiba waktu makan siang. Biasanya Adeeva selalu keluar kantor pukul setengah satu, pastinya saat ini wanita itu masih di kubikelnya dan disibukan oleh tugasnya, Remio bisa mengajaknya makan siang bersama.

Remio harus mencari Adeeva dan segera membicarakan malasah ini pada wanita itu, Adeeva bisa membujuk Reeva karena dia tidak akan sempat lagi untuk menemui gadis kecilnya ke acara besok. Dengan cepat Remio langsung bergegas keluar dari meja kerjanya.

Kedatangan Remio ke kubikel Adeeva yang ada di lantai bawah khusus karyawan menyita perhatian banyak orang. Teman-teman satu divisi Adeeva sibuk bergrasak-gusuk membicarakan Remio, padahal pria itu baru sampai di depan pintu ruangan mereka.

"Pak Remio ada di depan!" Tina, teman satu divisi Adeeva yang mejanya berhadapan dengan Adeeva langsung berseru panik.

Adeeva reflek menoleh dan sosok tinggi Remio nampak jelas sedang melangkah ke arahnya. Adeeva diam saja sampai akhirnya pria itu tepat berada di hadapannya, berdiri hingga tubuhnya melewati sebagian kaca pembatas meja kerjanya.

Last ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang