Saat pengakuan terletak diawal

196 9 8
                                    

Aku mengerjapkan mataku berulang ulang, mencoba memahami aku berada dimana. Mimpi, beruntung, tadi hanya mimpi.
Aku tersenyum getir saat mengingat mimpi yang barusan terjadi. Kisah pacaran klise yang harusnya berjalan bahagia malah berakhir aku yang terluka.
Aku masih mengingat jelas saat salah seorang temanku memilihku untuk menjadi pacarnya, dan hanya dengan hitungan hari dia juga yang memutuskannya. Lucu. Kadang memang benar yang diistimewakan sering membuat kita terluka.
Namun aku tak menghiraukan bayangan masa lalu itu. Aku sekarang memiliki pengganti, bahkan lebih baik,lebih dapat dipercaya dan lebih jujur untuk menyatakan kemauannya.
===
"Halo adik Salsha, semangat dong sekolahnya, masa baru sampai koridor udah keliatan kalo males belajar" Aku tersenyum mendengar suara itu. Suara goblok yang kadang membuatku ingin tertawa.
Aku menoleh kebelakang dan mendapati Reza sudah berjalan santai disebelahku. "Apa? Pagi pagi udah gangguin orang males aja dasar Reza" dia menatapku sebentar lalu menghentikan langkahnya sebentar
"Sha, yang namanya kakak kelas itu ya dipanggil mas atau kak, bukan dipanggil namanya aja"
"Geblek, ya enak kan keliatan lebih muda" sebenarnya aku yang gak sopan atau dia yang kelewat bodoh. Mungkin sebenarnya aku yang tak sopan.
"Ya kalau aku sih suka jadi yang lebih tua ya, bukannya gimana, aku lebih suka terlihat lebih dewasa aja" dia tersenyum sementara aku tertampar. Entah kenapa dia tiba tiba memandangku dengan penuh cinta, sementara kubalas pandangannya dengan penuh tanya.
Aku ingin tertawa, tapi aku menganggapnya itu tak lucu, aku akhirnya tersenyum prihatin, atau lebih kearah senyum mengejek. Muka loakan aja ngomognya pake bahasa Indonesia, najis.
"Eh Sha, Adis sama Tia cantikan mana? Adis XI IPA 7 atau Tia XI IPA 2? Gue tiba tiba ingin memiliki kekasih" katanya mengehntikan langkahku, menyuruhku untuk mengikutinya duduk dipinggir lapangan.
Jangan kaget, sebenarnya aku bukan pacar Reza, aku hanya adik kelas yang kelewat dekat dengannya, aku jadi menganggapnya pacar (tapi kadang kadang aku najis sendiri dan tak sudi), dan dia kadang memanggilku sayang yang sebenarnya membuatku bergidik ngeri agak jijik.
"Bentar, emang ada yang mau? Jangan cari pacar deh mendingan, cari pembokat aja. Pasti banyak yang mau" ujarku sambil meninggalkannya sendiri, entah dia tidak mengejarku lagi, mungkin ia tengah menatap batu yang tengah terdiam menatapnya sendu. Stupid.
===
"Selamat pagi Salsha, hari yang cerah bukan, mungkin tidak karena hari ini sangat banyak home work dan minggu ini ulangan harian bertebaran dimana mana. Tapi jangan sedih, ada Ilham sang ketua kelas yang selalu siap melayani cinta dengan segenap hati" aku menatap Ella dengan bosan, rasanya saat baru bangun tidur ia mengucapkan selamat pagi, namun mengapa ia kali ini mengucapkannya lagi? Apa mungkin dia sedang tidak beres? Oiya aku lupa, Ella memang tidak pernah beres kok.
"Sha Ilham gamon"
"Sha Ilham pengen balikan"
"Sha Ilham pingin punya pembokat"
"Sha Ilham pingin sebangku sama lo"
"Sha Ilham pingin disayang"
"Sha Ilham barusan ngomong kalo dia gamon. Serius"
"Salshaaa Ilham besok mau bawa penghulu" Aku tertawa kecil dan menengok ke bangku Ilham, Ilham tampak kewalahan menendang setiap kaki teman temannya yang berteriak menyebut namanya setelah namaku.
Lalu saat Ilham akan menendang kaki Ella, ia terburu marah marah "Jangan ditendang, nanti roknya kotor, kalau laundry sekilo 5 ribu" aku hanya menatap geli keduanya, lalu mata Ilham beralih ke mataku aku tertawa kecil "Apa liat liat" "Apa" lalu ia meninggalkan mejaku.

Kasih Tak SampaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang