The Owner

43 3 2
                                    

Kemana dia? Kakek itu menghilang, aku melihat sekeliling tetapi tidak melihat kakek itu. Aku tidak percaya hantu, jadi aku tidak begitu ketakutan, aku hanya sedikit...
Paranoid?
Bagaimana jika kakek itu tiba-tiba muncul membawa kapak dan menebas leherku?

Aku kebingungan, melihat kesana kemari, tidak ada tanda-tanda dari seorang kakek itu. Aku mengitari daerah cornfield dan menemukan gudang tua.
Aku berjalan mendekati gudang itu tapi saat aku mulai mendekati gudang itu, aku sadar itu bukanlah sebuah gudang, melainkan rumah. Rumah ini terlihat sangat tua dan tak terurus, seperti tidak ada yang menempatinya. Kursi goyang tua terletak di depan jendela rumah ini lengkap dengan meja kecil dengan bunga layu disampingnya.
Apakah ini tempat tinggal kakek itu?

Aku berjalan mendekati rumah itu dan mengetuk pintunya perlahan. Tidak ada jawaban, bahkan aku tidak mendengar seseorang mendekati pintu ini. Adakah orang di dalam?
Aku mencoba menerawang ruangan itu lewat jendela luar yang kusam, bahkan aku sulit melihat apa yang ada di dalam. Hanya terlihat beberapa perabotan rumah, televisi, dan kipas angin yang tergantung diatas dengan keadaan nyala.

Brak! Tiba-tiba kakek tersebut di belakangku membawa tali tambang besar di pundaknya dan menjatuhkannya. Mukanya yang kusam dan berkeringat, menunjukkan bahwa ia adalah seorang petani. Warna kulitnya juga yang gesang karena terik matahari.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya.

"A-aku hany- hanya melihat apa yang ada di dalam. Itu saja." jawabku sedikit gemetaran.

"Pertama, di rumah pohonku. Sekarang, mencoba masuk ke rumahku?" katanya sinis.

"Aku tidak bermaksud begitu, buat apa aku masuk ke rumah tua seperti ini?"

"Whoa, young boy. Kau dalam masalah besar. Lagi pula, adakah anak yang keluar rumah pada jam ini dan tetapi tidak ke sekolah?" Ia membuka pintu rumahnya. "Masuklah."

"T-tidak, aku lebih baik di fort- maksudku di rumah pohonku. Aku belum menguncinya."

"Tidak akan ada yang memasuki 'fortress'mu itu, tenang saja." katanya. "Kau mau masuk atau tidak? Punggungku mulai terasa sakit, kau tidak lihat? Aku sudah menua." Lalu ia masuk begitu saja, meninggalkan aku di luar dan meninggalkan tali tambang di bawah kakiku.

"Talimu." kataku.

"Oh ya, tolong bawakan ke dalam. Ayo masuk saja, atau polisi akan menemukan kamu. Big problem."

Berpikir sejenak, kakek itu tidak menyeramkan sama sekali, lagi pula aku tidak ingin ketahuan.

"Aku tidak akan membunuhmu." katanya sambil duduk ke sofa tua yang besi dan kayunya sudah tertancap keluar.

"O-oke." Aku memasuki rumahnya dengan suasana sumpek dan sedikit gelap membuatku merasa sedikit tidak nyaman. Aku duduk di dekatnya.

"Oh, sekian lamanya rumahku tidak kedatangan tamu. Kau mau minum apa?" Ia berjalan ke dapurnya, sedangkan aku hanya meratapi keadaan rumah ini. Tidak seperti rumah orang miskin, hanya seperti rumah yang tidak pernah diurus beribu-ribu tahun. Berlebihan.

"Hanya ada whiskey, beer kaleng, uh-" suaranya dari dapur membuka kulkas.

"Tidak, terima kasih. I'm good." jawabku.

"Nah! Ada air dingin. Ayo kau membutuhkannya, pagi yang panas di ladang jagung." Tawanya sambil memberikanku botol air.

Mengerikan. Aku hanya diam dan meminum air itu karena memang sejujurnya memang terasa sangat gerah disini.

"Jadi, kau bolos sekolah,huh?" Tanyanya sambil membuka beer kaleng.

"Bisa dibilang begitu." jawabku.

"Siapa namamu?"

"Kau akan melaporkanku?"

Dia tertawa sedikit sambil menaruh beernya di meja dan menyenderkan badannya ke sofa. "Tidak, tidak. Aku tidak sejahat itu. Lagi pula itu yang kurasakan dulu. Pergi saat pelajaran yang tidak kusuka. Benarkan?"

Aku hanya memberinya tawa kecil. "Ya"

"Dulu aku mempunyai teman, ia memang partnerku. Kami berdua yang membangun rumah pohonmu itu."

"Benarkah?"

"Ya."

"Kemana dia?"

"Oh, dia meninggalkan Russellville beberapa tahun yang lalu dengan anak laki-lakinya. Entah mengapa, urusan penting katanya. Sampai sekarang ia tidak pernah kembali."

"Well, I'm sorry."

"Ya, memang terkadang aku merindukan Featherstone itu." katanya.

Featherstone?

"Apa katamu? Featherstone?"

"Ya. Menga-" lalu ia berhenti berbicara dan menatap kedua mataku.

"Kau adalah Featherstone!"

Untitled MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang