Chapter 2 : Shoot and run (1)

89 9 0
                                    

Wilayah luar dinding, 2238

Liam berguling mundur memberi jarak dengan cepat. Dalam cahaya senter—tersorot jauh ke depan cakar
seukuran beruang besar menancap dalam menembus lantai kayu tua. Suara geraman yang keluar dari rahang yang jatuh. Dan dari mata bulat hijau yang bercahaya Liam mampu untuk merasakan keinginan untuk membunuh yang besar pada dirinya.

Tidak menunggu lama bagi Liam untuk melesatkan beberapa peluru menuju Demon yang meraung. Suara tembakkan beruntun terdengar, percikkan bunga api melontarkan beberapa peluru menuju mahluk tersebut.

Dan di luar perkiraan Demon itu berhasil menghindari sebagian besar tembakkannya. Dia melompat dan berputar ke belakang. Demon itu kembali berteriak keras mengabaikan perhatiannya untuk peluru yang melesat padanya, berlari dan melompat bergelantungan pada langit-langit lorong.

Dengan gerakan di luar batas Manusia sangat sulit bagi Liam untuk mengikutinya. Merangkak di atas langit-langit lorong dengan cepat, bahkan beberapa peluru yang mengenainya tidak membuat luka baginya.

'Sial, tubuh itu cangkang yang terlalu keras.'

Mata Liam melebar saat Demon itu mengambil tumpuan dengan meninggalkan retakan di langit-langit menuju dirinya. Tubuhnya untuk sesaat menjadi kaku, bahkan saat cakar besar itu melayang ke arahnya Liam tidak dapat melakukan apapun.

'Sial!!'

Dan asap tebal menutupi semuanya.

•o•

Berdiri tegak seperti tidak akan jatuh. Mata yang menatap jauh ke depan menyaksikan bagaimana merah api bersinar mendominasi malam. Pandangan mata yang setengah tajam menatap bagaimana Demon kelas 15 meter meraung gila di tengah nyala api.

Tanpa suara dalam ketenangan, Ackerley Walker mengokang senjata yang berada di tangan lalu menarik pelatuk. Berjenis sniper, satu persatu dalam jeda waktu yang lama peluru meluncur cepat membelah udara. Menuju Demon kelas 15 meter yang masih berada dalam kobaran api yang tidak melihatnya bahkan mengabaikannya setelah tembakkan itu.

Tidak di ragukan lagi kulit luar Demon bagaikan cangkang keras kuat yang kokoh. Menyedihkan jika mengunakan peluru sniper untuk menembak dari luar, bahkan jika mengunakan peluncur hanya akan menimbukkan retakan dan kerusakan kecil pada kulit sebelum melakukan regenerasi dengan cepat.

Satu-satunya cara hanya dengan menembak Demon dari dalam.... Kesempatan kecil dengan menembak Demon sekali tembak hanya saat mulut makhluk itu terbuka menunjukkan semua kelemahan yang ada.

Terlepas dari itu.

Melewati atas kepalanya dua roket meluncur dan meledak di dekat Demon setelahnya. Suara ledakan dan letusan bunga api menyebar seperti jamur mengembang dan memuntahkan hawa panas untuk sekitarnya.

Kulit keras yang retak sebelum beberapa serpihan jatuh dari Demon kelas 15 meter. Terlihat daging merah yang tidak terlindung dengan jelas, sebuah kesempatan dan beberapa peluru kembali menghujan bagaikan hujan.

Kelemahan dari Demon kelas 15 meter adalah mereka bodoh dan lambat, namun meskipun begitu tidak mudah untuk dimusnahkan saat kelas mereka adalah yang memiliki kekuatan dan regenerasi tertinggi di antara kelas yang lain.

Secara keseluruhan mereka tetap adalah sebuah ancaman yang nyata.

Kulit keras kembali terbentuk dan tembakkan peluru itu gagal, saat teralihkan oleh kegagalan serangan, beberapa orang berteriak saat Demon itu melompat tinggi meninggalkan retakan di tanah. Suara dentuman keras terdengar memasuki telinga dan dalam kabut tanah yang tercipta—minipis memperlihatkan kawah besar yang tercipta meremukkan mereka yang ada di sana seketika. Sebuah teriakkan menggema dan 3 demon kelas 7 meter berjalan mendekat.

Mereka lebih cepat dari kelas 15 meter.

"Ackerley.."

Mendengar seseorang memanggil Ackerley memutar pandangan menemukan seorang prajurit memanggil namanya. Rambut pirang yang lepek karena basah dan seragam kotor adalah apa yang dia temukan.

Tersenyum di wajah untuk prajurit itu.

"Ah.. Alex adalah apa?" salah satu temannya yang lain Alex. Ackerley membeikan senyum di wajah mata yang menatap Alex membalas dengan senyum lebar seperti biasa.

"Kita harus kembali." Alex menutup telinganya berselang dengan sebuah bunyi ledakan di dekat mereka. "Liam masih berada di dalam... Dia belum kembali."

Ackerley mengalihkan pandangan sejenak menatap dua Demon kelas 7 meter yang tumbang setelah mulut mereka dengan telak di hantam peluncur. Matanya melihat bagaimana ke dua Demon itu meraung serak sebelum perlahan runtuh meninggalkan tanah kehidupan.

"Apa yang membuatmu takut?" Ackerley memgangkat senjatanya, menganti selonsong peluru kosong dengan yang baru kemudian mengokang dan kembali membidik Demon kelas 15 meter.

"Kau orang bodoh berhentilah membuang-buang pelurumu." tidak memberikan tatapan lebih Alex menatap beberapa gedung tua lama di belakang. Tangannya beralih mengambil radio komunikasi yang berada di pinggangnya. "Liam masuk Liam."

'Sialan kau harus selamat bodoh, atau aku akan mengencingi makammu!'

•o•

Liam berlari tanpa menoleh pada apa yang di belakangnya, suara langkah lari tidak terdengar saat pikirannya penuh dengan ketakutan.

'Arghhh aku akan mati, aku akan mati.'

Liam mengambil belokan tajam, meninggalkan sebuah ledakan di ujung koridor, langkah kakinya makin cepat bahkan saat suara raungan terdengar sayup tersembunyi di balik api.

Berbalut api yang menyala Demon tersebut berlari membabi buta beberapa kali menabrak dinding dan meraung menatap Liam yang menjauh. Mengambil tekanan mahluk itu melompat jauh meninggalkan retakan di tanah.

Berbalik dengan cepat Liam menembakkan semua peluru yang ada di senapannya. Rentetan peluru meluncur bagaikan hujan, namun tak ada yang bisa dikatakan mengenainya.

"Habis?" Kaget Liam saat mengetahui pelurunya kosong.

Melempar selonsong peluru itu asal Liam kembali berlari serambari memasang selonsong peluru yang baru. Berputar Liam dengan cepat menuju tangga—dibanding meniti satu persatu, kakinya melakukan beberapa lompatan jauh memasuki tangga sedikit mengerang merasakan kakinya yang serasa tuntuh saat sensasi sakit akibat lompatan jauh.

Tidak peduli dengan kakinya bahkan lompatan Demon itu jauh melebihinya.

'Dia juga ikut melompat jauh?'

Dalam tangga yang memutar turun, Liam meniti cepat dan melompat pada saat anak tangga terakhir tubuhnya memutar kebelakang dan berusaha menembakkan beberapa peluru menuju mulut Demon tersebut.

Namun semua percuma saat Demon kelas Human melindungi mulutnya dengan tangan. Terbalut dengan cangkang yang kokoh menghalau peluru seperti itu bukanlah masalah besar baginya.

Liam terhuyung saat Demon itu hampir mendapatkannya cakar itu tepat berada di depan matanya saat akan meninggalkan tangga. Suara raungan namun dengan cepat Liam mengambil senapan dan menembak mulut yang terbuka itu.

Semua kembali gagal secepat dia menembak Demon itu telah melompat tinggi bergelantungan di langit-langit koridor. Liam menatap mahluk itu—tidak yakin tapi dia merasa makhluk itu juga melakukan hal yang sama.

Dia terpojok.

Among DevilsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang