314 19 14
                                    

Suara tawa seorang gadis terdengar di rooftop sekolah. Begitu bebas. Langit sore mulai menampakkan semburat jingganya, tapi itu tidak membuat dua orang di rooftop tersebut beranjak dari sana.

"Juzi, liat deh pesawatnya!" Tunjuk seorang gadis bernama Atha pada sebuah pesawat terbang yang melintas di udara.

Pemuda itu mendongak, mengikuti arah telunjuk gadis itu. Tanpa repot-repot melepas sandarannya pada bahu gadis itu.

"If I have to leave now, what will you do?" Gumam Atha pelan yang membuat Juzi mengernyitkan dahinya.

"You'll stay here. By my side. No matter what." Juzi memegang kedua pundak Atha dan menatap lurus ke bola mata hazel milik gadis itu.

"Tap-"

"Ssstt... inget janji kita dulu? Kita bakal bersama terus, Tha. Sampai dewasa nanti. Gue bakal ada buat elo. Kita saling melengkapi," ujar Juzi.

Mendengar ucapan pemuda itu membuat Atha bimbang. Ia menggigit dalam bibirnya, senewen. Lalu, ia menarik tubuh Juzi ke dalam pelukannya. Menyandarkan kepalanya di dada bidang milik pemuda itu. Menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam.

"Gue sayang lo, Zi. Sayang pake banget. Hiks..."

Setetes air mata meluncur di pipinya. Dadanya terasa sesak. Ada rasa tidak rela untuk pergi meninggalkan sahabat kecilnya itu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya tanpa pemuda itu. Tidak ada pelukan, tawa, tangis, ejekan, usapan lembut di punggungnya. Tidak akan ada orang yang menjadi tempat curhatnya setiap pulang sekolah.

"Lo cengeng banget sih, Tha. Hp lo bunyi tuh."

Juzi melepas pelukan Atha, kemudian mengarahkan pandangannya pada ponsel yang tergeletak di atas novel milik Atha.

Atha melirik ponselnya yang menampilkan nama Fariz—abangnya. Fariz menelponnya tepat waktu. Dan itu terpaksa membuat Atha beranjak dari tempatnya.

"Thanks ya, Zi. Gue sayang lo. Bye!"

∩__∩

Jam menunjukkan pukul delapan malam ketika Juzi mendadak galau saat menatap layar ponselnya. Ia mendecak sebal. Sedari tadi ia berusaha menghubungi Atha, tetapi hanya suara operator yang menjawabnya.

Untuk kesekian kalinya ia mencoba untuk menghubungi gadis itu, tetapi hasilnya tetap sama. Hampir saja ia membanting ponselnya jika ide untuk menemui Atha di rumahnya muncul seketika.

Dengan cepat Juzi menyambar kunci motor miliknya dan berpamit pada bundanya sebelum pergi ke rumah Atha.

∩__∩

"Eh mas Juzi, nyari mbak Atha ya?" Seorang ibu tetangga menghampiri Juzi.

"Iya, bu. Kok rumahnya sepi ya?" Tanya Juzi penasaran.

"Lho, mbak Atha sama mas Fariz kan pindah ke luar kota. Mas nggak tahu?"

"Eh? Pindah? Ke mana ya, bu?"

"Waduh, mas. Kalau itu saya nggak tahu, tapi tadi mbaknya nitip ini buat mas." Ibu itu menyerahkan paperbag pada Juzi.

"Terimakasih, Bu. Saya permisi dulu. Assalamu'alaikum."

∩__∩

Juzi menghembuskan napasnya dengan pelan, kemudian mengambil paperbag yang ia letakkan di lantai. Ia mengeluarkan barang-barang yang berada di dalam paperbag itu. Ada sebuah topi rajut, sapu tangan, IPod beserta earphone-nya dan sebuah surat. Ia membuka surat itu dan membaca sederet tulisan rapi di kertas itu.

Dear Juzi jelek. My best best best friend.

Maaf karena gue nggak ngasih tau ke elo kalau gue pindah. Gue bakal stay di rumah budhe karena mas dapet beasiswa ke Jepang. Do'ain mas Fariz biar sukses ya, Zi?

Oh ya, gue nggak tau harus ngasih kenang-kenangan apa ke elo. Tapi yang pasti gue bakal ngasih elo topi rajut sama sapu tangan yang udah susah payah gue buat sendiri. Gue harap elo suka ya, tapi gue gak bakal rela kalo elo pake tuh sapu tangan buat ngelap ingus elo, karena gue gak rela dia ternodai. Wkwkwk.

Ipod-nya jangan sampe rusak ya, Zi? Itu ada banyak lagu favorit gue, termasuk rekaman gue nyanyi sambil main gitar. Jadi, kalo lo kangen tinggal dengerin aja tuh lagunya. Ekekek.

Dah sekian aja, pegel tangan gue nulisnya. Bye, Juzi. See ya soon!

"Bego."

Juzi terkekeh sambil melipat kertas itu lalu meletakkannya ke dalam laci meja belajarnya.

Ia merebahkan dirinya dan memasang earphone ke telinganya. Memutar musik dari iPod pemberian Atha tersebut. Terus-menerus hingga ia tertidur.

.

.

.

.

.

.

.

Hey Mr. Airplane
Berhentilah sebentar, ada banyak waktu untuk pergi
Ada hari esok juga jadi biarkan dia kembali atau biarkan aku bersamanya
Hanya satu hari lagi, hanya satu jam saja, hanya satu menit...

A-PlaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang