Cahaya bulan telah menyapa bumi bagian barat. Gedung kampus saat ini sudah terlihat kosong. Tak disangka, terdapat sebuah bayangan yang memasuki salah satu ruangan kampus melalu jendela yang terbuka. Sosok itu kini berada di depan sebuah Grand Piano berwarna hitam. Cahaya bulan seakan mengikuti sosok yang membuka tutup piano itu sehingga sosok itu samar-samar terlihat. Ia mulai menekan tuts-tuts piano. Terdengar sebuah lagu klasik. Moonlight Sonata, karya seorang Bethoven yang tuli.
Tersematkan cincin di jari manisnya yang tengah menari-nari di atas tuts piano. Cincin itu bertuliskan sebuah nama seorang gadis. Seorang gadis berparas cantik yang masih sangat ia cintai, namun takdir telah memisahkan mereka. Wajah pianis itu mulai terlihat jelas, ternyata di pipinya sudah dialiri airmata kerinduan. "Chaerin," desisnya pelan.
Ia semakin tenggelam dalam lagu yang ia mainkan. Bar demi bar. Hingga ia tak menyadari ada sesuatu yang cepat memasuki ruangan.
"Narin, kau tidak apa-apa!?" Tanya Akira dengan nafas yang menderu.
"Aduh! Tidak apa-apa apanya! Tanganku sakit!" Balas Narin.
"Ayo cepat lari lagi, dia jiwa yang tersesat!" Ucap Akira tidak santai.
"Apa yang kau bicarakan! Aku lelah!" Sesaat setelah itu, mereka baru sadar. Mereka berada di belakang panggung ruang konser.
Sayup-sayup terdengar suara piano, Narin berpikiran negatif tentang suara itu, ia gemetar. Akira malah terdiam, tampak menikmati permainan piano itu. Tapi, tiba-tiba.
"JREENG!!" Terdengar suara piano dengan tuts yang di tekan sembarang secara bersamaan.
Otomatis Narin berteriak, "Aaahh!! Hantu ruang konser!!" Akira yang melihat Narin seperti itu langsung tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha, kau lucu sekali!" Ucap Akira dan masih tetap tertawa. "Dia bukan hantu," lanjutnya bersamaan dengan suara lain.
"Hah suaranya ganda lagi!" Narin semakin takut.
"Maaf itu tadi aku yang bermain piano. Benar, aku bukan hantu," tambah Choi Minwoo seraya tertawa.
Narin mengerjap-ngerjapkan matanya melihat Choi Minwoo, cowok korea yang mentraktirnya di kantin waktu itu, yang imutnya luar biasa itu. Ia malu dan hanya bisa diam.
***
"Jadi, yang kau maksud jiwa yang tersesat itu apa?" Tanya Narin dengan tatapan tajam pada Akira, menuntut penjelasan sejelas-jelasnya.
Akira masih belum bisa menjawab, ia masih tertawa.
"Kau mengerjaiku, ya!?" Lanjut Narin yang sangat kesal.
"Kenapa kau malah jadi marah?" Akira malah balik bertanya.
"Jawab pertanyaanku!!" Narin semakin naik pitam. Kesabarannya sudah dilahap si jago merah.
Sementara Narin dan Akira adu mulut, Minwoo hanya menatap keduanya secara bergantian sembari menyipitkan mata. Seperti menerka-nerka apakah yang sedang dipikirkan keduanya.
"Ehem," akhirnya Minwoo berdeham keras membuat perang itu berhenti. "Narin, jiwa yang tersesat itu memang ada, dia akan mencari raga yang baru, sasarannya adalah dirimu. Akira barusan telah menyelamatkanmu dengan membawamu kesini, lebih tepatnya bertemu denganku yang tampan ini. Hahaha.." Jelas Minwoo dengan bubuhan canda di kalimat terakhir.
"Nah, itu dia yang kumaksud! Kau pintar sekali menyusun kata-kata. Tapi aku tidak setuju jika kau tampan! Kau itu cantik!" Ucap Akira pada Minwoo.
"Omong-omong, bagaimana kamu bisa tahu persoalan ini?" Tanya Narin pada Minwoo.
YOU ARE READING
The Chronicles of Narina
RandomCerita original yang kubuat bersama teman-teman; mas&ginl. Main Cast : Narina Winata, Toru Akira, Choi Min Woo, Adeleine Wright, Adrian Bordeёrick.