Part 4

6.4K 740 85
                                    

Perlahan aku membuka mata didepanku wajahnya begitu dekat. Sontak aku bangun. Ya, ampun aku tidur dipangkuannya? Kurapihkan rambutku yang sedikit berantakan. Ia tidak macam-macamkan selama aku pingsan?.

"Sudah sadar? Pusing?" Tanyanya.

"Sedikit" Aku menggeser ke samping agar menjauh darinya. Berduaan di mobil pasti ada yang ketiga yaitu syaiton mana kaca mobilnya hitam. Jhon kan badannya besar dan berotot mana pekerjaannya pengawal. kalau ia mau berbuat lebih mungkin aku tinggal dibanting saja, sudah pindah alam alias meninggal. Ia mengambil botol air minum.

"Minumlah dulu" Jhon menyodorkan tempat minum dengan takut aku mengambilnya lalu meminumnya pelan air putih itu. Aku melirik senjata di pinggangnya bergeridik ngeri. Ia membawa senjata kemana pun?. Kali ini aku tidak akan pernah membuatnya marah atau kesal bisa-bisa di dor nanti. Aku masih sayang nyawaku mana belum menikah, punya anak dan kaya raya.

"Makasih" Aku mengembalikannya, ia meneguk air di botol yang sama. Aku melotot itukan bekasku. "Kenapa kamu minum ditempat yang sama?" Ia menutup botolnya.

"Ini kan tempat minum saya" Aku menganga. "Sebelum kamu minum saya sudah minum duluan dibotol ini" Jadi aku yang minum bekasnya?. Ku usap bibirku kasar, dasar jorok.

"Sudah jam berapa ini?" Jhon melihat jam tangannya.

"Sepuluh"

Apa??!!

"Aku telat ke kantor, gimana ini?" Aku mencari tasku untuk bersiap pergi ke kantor.

"Tenang saja, saya sudah meminta izin kepada Direktur perusahaan tempatmu bekerja"

"Gimana bisa?"

"Bisa, saya sudah membicarakannya ke pimpinanmu. Saya minta izin untuk mempersiapkan pernikahan kita" Aku mau pingsan lagi.

"Kapan aku bilang setuju menikah denganmu?" Tanyaku sengit dengan mata berapi-api ke arahnya.

"Kemarin kamu setuju kan"

"Aku setuju pacaran bukannya menikah!" Kilahku.

"Saya tidak mau pacaran jadi persetujuanmu kemarin itu untuk menikah. Nanti malam saya akan datang melamarmu secara resmi kepada bapakmu" Tubuhku lemas sekali. "Sekarang kita sebaiknya fitting pakaian pengantin" Ia keluar dari pintu belakang beralih ke kemudinya. Aku masih syok di kursi belakang. Ini yang namanya jodoh kepentok.

Malam harinya tidak main-main Jhon datang melamar dan tidak tanggung-tanggung yang menjadi pendampingnya adalah Pak Angga. Bagaimana aku mau menolaknya yang ada aku gemetaran duluan. Pak Angga bilang kalau kedua orangtua Jhon telah tiada. Aku menatapnya iba ditinggal kedua orangtuanya saat berusia 10 tahun. Kini Pak Angga menjadi orangtua pengganti Jhon. Jhon sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.

"Jadi bagaimana, apa lamarannya diterima?" Tanya Pak Angga menatapku yang duduk dengan gugup. Aku melirik Ibu dan Bapak, mereka menunggu harap-harap cemas jawabanku. Apalagi Jhon dengan intens menyelidik padaku. Keringat dingin bercucuran. Aku butuh waktu!!! Jeritku dalam hati.

Aku menutup mata menenangkan pikiran dan diriku yang gamang. Dewi batinku berseru untuk menerima. Selama ini tidak ada yang berani melamarku. Hanya ia lah yang bisa menyakinkan Bapak. Aku menarik nafas panjang.

"Eka terima, pak" ucapku sembari tersenyum. Jhon bernafas lega, Pak Angga tertawa bangga.

"Alhamdulillah" ucap mereka bersamaan. Jhon memberikan ku sebuah cincin tanda jadi. Cincin yang sederhana namun tetap mewah. Aku menyukainya.

"Kapan ijab qobulnya dilaksanakan?" Tanya Ibuku pada Jhon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapan ijab qobulnya dilaksanakan?" Tanya Ibuku pada Jhon.

"1 bulan lagi bu dan langsung resepsi" jawab Jhon dengan sopan.

"Iya, semuanya sudah diurus WO jadi tidak perlu repot-repot" ucap Pak Angga dengan wibawa. "Ada sesuatu yang saya ingin katakan" Lalu terdiam sesaat, "Sebenarnya Jhon itu belum masuk islam" Duing, kepalaku rasanya seperti dipukul palu besar. Mana tadi aku sudah bilang terima. Aku tidak mau menikah dengan yang tidak seiman. Aku langsung menatap Bapak, ia tau jika menikah beda agama tidak boleh. Saat aku hendak bicara. "Jhon akan masuk islam" tambahnya lagi.

"Iya pak, saya sudah tau. Setahun belakangan ini Jhon memang sedang mempelajari agama islam sebelum benar-benar masuk islam" Bapak tersenyum bangga, "Dia bilang tidak mau masuk islam hanya karena ingin saja tanpa mengenal tentang islam terlebih dahulu" Huaaaah, begitu toh. Salut sama calon suamiku. Setidaknya ia sudah tau tentang agama islam jadi tidak perlu aku ajarkan. Aku saja masih buta dalam agama. Tunggu dulu berarti ia belum di sunat dong?. Waduh, tubuhku seketika meremang kenapa pikiranku langsung kesana ya?. Otakku sudah error sejak bertemu Jhon!!.

"Saya akan mengucapkan syahadat minggu depan, pak"

"Berarti Jhon belom disunat, ka" Ibu bisik-bisik kepadaku sembari terkikik. Nah, Ibu saja sudah ada pikiran kesitu. "Berarti nggak bisa dipake langsung itu mah" Memangnya barang dipakai! Si Ibu membuat aku menggerutu sendiri.

"Kalau seperti ini kan tidak ada yang ditutup-tutupi. Semuanya sudah tau kebenarannya. Tidak ada penghalang lagi untuk menuju pernikahan"

Apa benar ia belum di sunat?
Itukan syarat masuk islam. Apa aku tanyakan saja tapi ini wajah mau di taruh dimana??!!!

Setelah selesai mengobrol dan makan-makan Jhon berserta Pak Angga pamit pulang. Ibu masih meledekku tentang itu, tidak ku dengarkan. Buru-buru aku masuk ke dalam kamar. Aku masih kepikiran ke sana saja. Aku guling-guling di atas kasur, gelisah. Ku angkat tangan sebelah kiri merentangkannya. Di jari manisku di sematkan cincin tunangan. Aku tatap cincin itu dengan seksama.

Kamu memang penuh kejutan, Jhon...

***

Pagi ini, hari yang terberat bagiku. Semalaman aku tidak bisa tidur. Ini gara-gara Pria botak itu, ia selalu menari-nari di pikiranku hingga mata ini tidak terpejam sebentar pun.

"Ibu, itu mata kak Eka kok item kayak panda?" Tanya Aisyah yang duduk di seberangku. Ini bocah ingin kugigit? Enak saja aku dibilang panda!. Ibu menaruh piring nasi goreng di hadapanku.

"Iya, itu mata kenapa Eka?"

"Kurang tidur bu" jawabku sekenanya.

"Kurang tidur gimana? Oh, apa nggak sabar pengen cepet-cepet malem pertama ya?" Aku menyemburkan nasi goreng yang sedang ku kunyah. "Jangan dipikirin lagian kan nggak bisa langsung di pakai. Yang sabar aja ya Eka" Ibu menepuk-nepuk bahuku seperti aku kalah perang saja. Ini semua gara-gara Jhon! Argh!!!

"Eka pergi kerja dulu bu" Aku berdiri lalu mencium tangannya. Disini aku di bully sama Ibu. Aku berjalan keluar ternyata di teras Bapak sedang mengobrol bersama Jhon. Mau apa ia pagi-pagi datang.

"Pak, Eka berangkat kerja dulu" pamitku sembari salim. Aku menatap Jhon malas, ia selalu membuat hidupku terkejut bisa jantungan. Bagaimana biduk pernikahanku nanti dengannya.

"Saya mau mengantar Eka dulu ya, pak" Ia berdiri. Siapa juga yang menyuruhnya mengantarku?

"Nggak usah, Eka berangkat sendiri aja" Dengan keras aku menolaknya. Bapak memelototiku.

"Tujuan saya ke sini memang ingin mengantar kamu kerja, tidak perlu sungkan" Siapa juga yang sungkan.

"Baiklah" Aku menyerah. Kenapa ya di mataku ia tiap hari makin tampan saja. Jhon mengenakan kemeja putih dengan jas hitam dan tak lupa dasi hitam yang kecil.

Di mobil kami sama-sama diam. Ku tatap langit di balik kaca, indah sekali perpaduan warna biru dan diselingi putihnya awan. Rasanya ingin terbang ke awan menghilangkan kepenatan.

"EKA!" Sentaknya. Hampir saja aku loncat dari kaca mobil saking terkejutnya, suaranya itu seperti membentakku. "Dari tadi saya manggil-manggil tidak di dengarkan" keluhnya merajuk. Ya, ampun aku tidak salah lihatkan ia merajuk? Padaku?. Oh! MY!! Ia punya sisi seperti itu juga dibalik wajahnya yang garang dan tegas.

Aku berdehem, "Apa?"

"Besok kamu bisa mengantar saya?"

"Kemana?" Alisku mengerut, biasanya juga ia yang mengantarku.

"Ke Rumah Sakit"

"Untuk apa?"

Hayoooo... untuk apa tu??? Pikiran Reader pasti mecem" 😈
Wkwkwk

Sengaja aku cut biar Reader nangis guling-guling dulu 😘😘
*Author jahat
*Ditimpuk Reader

Sorry Typo & Absurd

Happy Reading!!!^^

Love Is Simple (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang