Chapter 3

691 39 7
                                    

Entah kenapa, langkah kami terasa sangat berat untuk sampai ke halaman belakang sekolah. Padahal jaraknya dengan kantin tidak terlalu jauh. Sepanjang perjalanan, kami dilanda keheningan. Mungkin karena kejadian tidak beruntung kami di kantin.

Aku menghela nafas. "Hei, apa kejadian yang kita alami di kantin akan terulang lagi?" Tanya Anzu, mungkin tepatnya, dia berbisik. Yura menengok. "Jangan berkata seperti itu! Aku tidak mau ada lagi kejadian seperti tadi! Cukup hanya sekali saja!" Protes Yura.

"Tapi kau tahu, halaman belakang ini..."

"Percuma kau mengatakan hal itu karena kita sudah sampai. Dan jika kita pergi, itu malah memakan waktu terlalu banyak." Kataku memotong ucapan Anzu seraya berhenti berjalan. Begitu juga Yura dan Anzu.

Kami terdiam sejenak di tempat. Akhirnya, aku memegang pagar tua dan membukanya. Lalu kami langsung disambut oleh pemandangan halaman yang...mengerikan. Pohon tua tanpa daun, ranting bertebaran ditanah, lumut, semak belukar, ayunan tua. Aku menatap kedua rekan kelompokku itu.

"Kita akan berpen-"

"Tidak,kita tetap bersama." Ucap Yura sedikit panik. Aku hanya memutar mata. Terserahmu sajalah. Aku sudah pusing.

Kami pun mencari di daerah barat, berpindah ke timur, lalu utara. Tepat di depan kami terdapat pohon sakura yang besar dan sangat tua. Tanpa bunga tentunya. Kami terus mencari, hingga Yura menatap ke salah satu ranting pohon sakura tersebut.

"An..zu, Rei...na...apa i..tu?" Tanya Yura terbata-bata. Otomatis, kami melihat ke arah jari Yura menunjuk. Kami langsung kaget. Di sana, terdapat tali...tali untuk bunuh diri.

"He-hei! Ada bendera di sana!" Anzu menunjuk ranting di atas tempat tali itu berada. Ah! Sialan! Kenapa harus ditempat seperti itu sih?!

Baru saja kami berpikir untuk mengambilnya, sebuah tawa dan tangisan mulai terdengar. Awalnya kecil namun perlahan terdengar semakin keras. Lalu munculah sesuatu dari tanah. Tengkorak. Banyak tengkorak yang keluar dari dalam tanah. Mereka tertawa dan menangis. Kami mulai melangkah mundur.

Lalu, secara mendadak, sebuah tubuh sudah tergantung di tali itu. Kepalanya menunduk, namun perlahan menatap kami. Dan, kepala itu copot.

"AAA!!!!!" Yura dan Anzu berteriak. Bukan karena kepala yang tercopot, tapi karena kepala tersebut masih bisa menggerakan matanya, lalu melotot ke arah kami. Seringai penuh darah ditampilkan dan pada akhirnya, kepala tersebut meledak menjadi daging-daging kecil.

Aku yang sedikit tenang langsung menarik tangan kedua temanku itu. Berlari sejauh mungkin dari sana. Sejauh mungkin!

"Tunggu, Reina!" Anzu membuatku berhenti. Dia terlihat sudah agak tenang. "Benderanya bagaimana?" Tanya Anzu. "Kau masih mau mengambil bendera itu setelah semua hal yang terjadi tadi?! Apa kau sudah gila?!" Yura terlihat sudah sangat stres, sehingga emosinya menjadi naik.

"Benar, Anzu. Jangan ambil resiko. Lebih baik kita mencari lagi di tempat lain. Tapi tempat apa lagi yang belum kita datangi?" Kataku mencairkan suasana. Anzu terdiam. Dia pun menjawab pertanyaanku. "Perpustakan, koridor kelas 8, ruang guru, ruang kesehatan, dan ruang...ah, ruang musik."

"Jadi mau kemana? Sebaiknya sih, kita pergi ke ruang guru, koridor kelas 8, ruang musik, ruang kesehatan dan terakhir perpustakaan. Bagaimana?" Tawarku. Anzu hanya mengangguk kecil sedangkan Yura termenung sejenak. Kemudian, dia pun mengangguk.

Kami pun segera berpindah tempat ke ruang guru. Di sana aman. Tidak terjadi hal-hal yang aneh. Setelah memastikan tidak ada bendera di sana, kami pun mulai melangkah lagi ke tempat selanjutnya.

PermainanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang