Holaaaa. Aku kembali dengan cerita baru yang nggak kalah bikin muntah dari cerita sebelumnya. Jadi aku saranin kalian siapin ember dibawah kaki kalian,oke? Wkwkw. Selamat membacaaaa.
"Ayo cepet masuk mobil!" teriak ayahku dari balik kemudi. Aku segera mengambil tempat di kursi paling belakang dengan adik laki-lakiku. Begitu semua sudah duduk di kursi masing-masing, mobil melaju cukup kencang dijalanan yang sepi karena malam yang semakin larut.
Sedangkan aku di kursi paling belakang segera jatuh tertidur dengan kaki yang kutekuk didada. Beberapa kali kurasakan goncangan karena jalanan yang tidak rata. Cepetan sampe rumah Bude aja, ah.
***
Silahkan bilang aku sensitif, karena itu emang bener. Aku terbangun tepat ketika mobil berhenti. Udah nyampe ya? Aku lalu mengucek mata, berusaha menyingkirkan belek. Tapi begitu aku melihat kebalik jendela, ternyata dipinggir jalan walaupun langit sudah terang.
"Sarapan dulu yuk" ujar Ibu kemudian keluar. Aku mendesah, tiba-tiba perutku merengek minta diisi. Dengan malas, aku keluar dari mobil dan menutup pintunya dengan agak kasar. Lagi-lagi dengan kasar, aku duduk di bangku panjang sebelah adikku. Begitu mangkuk soto ayam yang masih panas dihidangkan, aku menyedoknya dan membiarkan uapnya terbang keatas lalu segera melahapnya. Sekitar 15 menit kemudian, aku selesai makan dan mengecek Line yang masuk lalu segera membalasnya sambil tersenyum sendiri.
"Buk, masih jauh dari rumah Bude?" tanyaku sambil mengangkat wajah dari layar hp.
"Deket, bentar lagi nyampe" aku segera membuang napas. Syukur deh. Dan aku kembali larut dengan Lineku.
***
"BUDEEEEE!" teriakku begitu keluar dari mobil, bahkan pintu rumah Bude-pun belum dibuka. Begitu pintu dibuka, aku segera menghampiri Bude, mencium punggung tangannya dan Bude ganti mencium dua pipiku. Setelah itu aku segera masuk dan menaruh tasku di sofa depan tv.
"Pengen mandi. Geraaaah" ujarku lebih ke diri sendiri. Aku melepas kardigan yang sejak makan di warung soto tadi melekat ditubuhku. Lalu mengekor kuda tinggi-tinggi rambutku yang tidak seberapa ini. Begitu tas-tas berisi baju diturunkan, aku segera mengambil tasku dan mengambil kaos serta celana selutut, juga dalaman, lalu segera melesat ke kamar mandi. Aku sengaja mandi berlama-lama sambil main air. Dikamar mandinya Bude adem sih. Sampai suara gedoran pintu mengangguku.
"Apaan?" teriakku kasar.
"Cepetan, Mbak. Kebelet bokeeer" teriak balik adek laki-lakiku dengan bahasa gaulnya. Biasanya juga bilangnya nggak gitu kalo dirumah, you-know-lah yang mana. Aku segera meraih bajuku yang kugantung dan memakainya dengan cepat setelah itu membuka pintu kamar mandi yang langsung kutemui wajah meringis menahan adekku.
"Siram yang banyak" ketusku. Adekku itu emang punya kebiasaan habis pup, kamar mandinya jadi bau banget.
***
Sehabis sarapan-lagi-aku duduk di sofa depan tv dengan novel tebal di pangkuan. Ngga perlu disebutin judulnya, kalian juga nggak bakal tau. Karena akhir-akhir ini aku doyan baca novel-novel yang dipake anak kuliahan jurusan sastra macam karangan Pramoedya Ananta Toer. Tapi aku juga nggak kepengen kuliah di jurusan sastra, yang pasti. Terlalu rumit kayaknya. Jadi sambil nyemilin keripik tempe pedes setoples, aku mulai membuka lembar demi lembar. Aku baca novel kayaknya nyaris sampe tengah hari, akibatnya aku jadi ngantuk gini.
"Bude, aku tidur di kamar yang didepan ya" aku berjalan kearah Bude-yang segera mengangguk-yang sedang ngobrol dengan Ibu di dapur. Biasa, ibu-ibu. Sedang adek-adekku sudah larut dengan laptop dan wifi. Aku kembali berjalan kedepan dan kutemui Ayahku yang tertidur di sofa ruang tamu. Kecapekan pasti. Begitu kepala menyentuh bantal, aku mengecek hp untuk terakhir kali dan membalas beberapa inbox yang masuk. Lalu segera jatuh tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl With The Broken Smile
Teen FictionAku hanya bisa menikmati semilir angin yang melewati sela-sela rambutku di pinggir jalan. Panca? Dia sedang bercengkrama dengan entah-teman-yang-mana-lagi. Tiba-tiba matanya menangkap mataku yang sedang memperhatikannya sedari tadi. Gelas kopi di...