2

8 0 0
                                    

Tolong komen pendapat kalian dong:( aku penasaran banget gimana pendapat kalian tentang cerita-ceritaku ini. Kalo semisal jelek, jadi bisa aku perbaikan.

Hah? Ini Panca yang dulu tinggal di rumah sebelah situ, Bud?" tanyaku setelah Bude bercerita asal-usul cowok ini.

"Iya, yang suka kamu ajak main tanah dibelakang sana itu lho. Yang kamu suruh-suruh ambilin piring mainan itulah, wajan mainan inilah" lanjut Bude.

"Jadi ini Ara yang dulu nyuruh-nyuruh aku kayak pembantu, Bude?" tambah Panca tak terima sambil menunjuk-nunjuk aku. Aku tertawa kecil. Jadi anak ini Panca? Bude mengangguk.

"Aku kira ntar dia gedenya galak, kayak nenek sihir, badanya bongsor banget. Kok malah kecil lemah gini sih?" tawa Panca langsung menyembur. Aku nyaris melempar garpu yang kupegang kearahnya. "Abis dulu dia jahat banget ya Bude, ya" lanjutnya lagi masih tertawa. Bude langsung mengibaskan tangannya menyuruh Panca berhenti tertawa. Begitu tawa Panca mereda, Bude segera menyuruhnya mandi. Gantian aku yang tertawa, dasar jorok.

"Lah, emang Ara udah mandi?" mulutku langsung terkatup rapat, belum. Giliran Panca yang terkikik sambil menutup mulutnya. Begitu Panca sudah menghilang dibalik pintu kamar mandi, aku langsung mendekat kearah Bude.

"Lho, Bud, terus dia mau ngapain kesini?" tanyaku sambil menunjuk Panca yang ada di kamar mandi.

"Kangen" jawab Bude pendek. Aku melongo. "Kangen sama Bude. Kan dulu dia sering banget main kesini pas orangtuanya sibuk diluar rumah. Dia itu sering ditingga-tinggal lho. Makanya, sepupu-sepupumu yang jarang main ke rumah Bude, kamu jadi main sama dia"

Aku mengangguk, kalo yang itu masih inget. Yang aku lupa itu apa aja yang aku perbuat ke dia, sejahat dan sedeket apa aku dan dia itu. "Dia sendirian gitu ke rumah Bude?" tanyaku lagi. Bude mengangguk.

"Nginep?" Bude lagi-lagi mengangguk. Aku lalu ber-oh panjang.

***

Aku menggeliat dari kasurku lalu memeluk guling lagi, tiba-tiba mataku terbuka lalu aku terbangun dari kasur. Jam berapa? Aku lalu meraih hp. Masih pagi, kok tumben aku udah bangun. Karena ngerasa nggak ngantuk lagi, aku segera keluar kamar dan membiarkan adek perempuanku yang masih molor dengan liur diujung bibir. Aku bergidik jijik saat tanpa sadar melihatnya. Bahkan Bude , Ibu dan Ayah pun belum bangun. Aku meniup poniku. Aku lagi stres deh kayaknya hari ini. Sambil nunggu subuh, akhirnya aku duduk-duduk didepan sofa tv dengan novel di genggaman. Aku langsung mengaduh begitu melihat Panca dengan celana pendek, tidur dengan bantal di kaki. Aku segera pergi ke ruang tamu dan menyalakan lampu duduk di meja yang ada di pojok ruangan setelah itu mulai membaca. Begitu langit mulai terang, aku segera menutup novel dan mematikan lampu. Aku kembali ke kamar dan mengambil celana training. Yosh! Aku mau lari pagi! Jadi dengan Cuma pamit sama Bude, aku segera berlari keluar kompleks perumahan rumah Bude.

Sraasshh!

"LAH!" aku berteriak kesal dan buru-buru mencari tempat berteduh. Aku segera duduk di bangku panjang halte yang kupakai untuk berteduh kemudian menepuk-nepuk lengan bajuku yang kena rinai hujan, begitu juga celanaku.

"Ah. Kok pagi-pagi gini bisa hujan sih?" rengekku. Aku menoleh ke kanan-kiri, "mana masih sepi lagi" . aku meniup poniku lagi. Eh ada telepon umum! Aku lalu merogoh saku celanaku, juga merogoh saku kaosku. Ketemu! Kan, pas lari tadi aku ngerasa ada yang bergemerincing. Lalu tanpa berlama-lama aku memasukkan beberapa koin dan memencet nomor telepon rumah Bude yang lebih kuhafal daripada rumus-rumus di sekolah.

"Halo?"

"Eh, ini siapa ya?" tanyaku spontan begitu suara yang kudengar sangat asing. Suara diujung sana langsung berdecak. Bude kemana emang?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Girl With The Broken SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang