Aku hanya bisa menikmati semilir angin yang melewati sela-sela rambutku di pinggir jalan. Panca? Dia sedang bercengkrama dengan entah-teman-yang-mana-lagi. Tiba-tiba matanya menangkap mataku yang sedang memperhatikannya sedari tadi. Gelas kopi di tanganku nyaris jatuh ketika ia mengangkat alisnya dengan jenaka lalu tersenyum kecil. Aku membenahi rambutku yang berantakan terkena angin, kemudian membalas senyumnya.