FOUR

21.2K 2.3K 259
                                    

"Nona Wendy, untuk sementara anda bisa menggunakan ruangan di lantai dua puluh, bergabung dengan PR Department. Is that, okay?"

Wendy mengangguk patuh dan tersenyum. Kim Seokjin menyerahkan dua agenda dan satu buku tebal padanya. "Itu adalah agenda scheds Presdir Min untuk minggu ini dan buku ini adalah SOP, tolong dipelajari."

Wendy mengangguk sekali lagi.

"Mari, saya antarkan ke ruangan anda." Seokjin membukakan pintu ruangannya, mempersilakan Wendy untuk keluar terlebih dahulu. Wendy mengekori Seokjin dari belakang menuju elevator.

"Saya harap Nona Wendy betah bekerja disini. Presdir Min memang begitu. Dia agak berbeda dan unik. Maklumi saja."

"Saya mengerti, dan Tuan Kim, anda bisa memanggil saya dengan Wendy saja."

Seokjin tertawa, "Okay... Wendy."

Mereka menaiki elevator. Seokjin menekan tombol dua puluh.

"Ngomong-ngomong, kemarin kenapa anda menangis? Apakah Tuan Min mengatakan atau melakukan sesuatu yang kasar?"

Wendy tersentak mendengar pertanyaan itu. Ia segera menggelengkan kepalanya. "Bu-bukan begitu. Presdir Min tidak melakukan apa-apa. Sungguh, hanya saja...."

Seokjin menoleh pada Wendy, melontarkan senyumnya dan menaikkan alisnya, menunggu kelanjutan kalimat Wendy yang menggantung.

"Saya... saya ingin buang air kecil. Saya tahan. Iya, benar. Saya tahan hingga ternyata saya menangis seperti itu. Sungguh memalukan," sambung Wendy tersipu malu.

Dia berbohong. Wendy tidak mungkin memberitahu Pimpinan HR ini. Tidak mungkin Wendy berkata jujur bahwa sesungguhnya ia takut pada atasannya. Takut dengan ekspresinya yang datar dan tatapan mata tajamnya yang merasuk ke dalam ruang hati itu. Sungguh. Sejujurnya Wendy sangat takut pada pria yang kini menjadi bosnya. Ada aura aneh yang membuatnya terusik. Terutama saat bertemu dengannya dua hari yang lalu. Pejabat tertinggi sekaligus pemilik perusahaan tempatnya meniti karirya kini sungguh tidak ramah sama sekali. Berbeda dengan artikel-artikel yang ia baca tentang Min Corporation dan Min Yoongi yang selalu berperan aktif dalam gerakan sosial. Perusahaan ini selalu memberi sumbangsih dan andil sangat besar dalam setiap kegiatan sosial hingga mendapat julukan 'warm company'. Kenyataannya seratus delapan puluh derajat dan berbanding terbalik, karena seorang Min Yoongi sama sekali berbeda dengan citra perusahaan yang ia miliki. Dia sangat dingin dan berwajah tanpa ekspresi.

Saat Wendy duduk merenung di pojok ruangan bosnya kemarin, ia sempat berpikir, jangan-jangan bosnya ini gay, tidak menyukai wanita. Prasangka tersebut tidak beralasan kuat, karena di Toronto, Wendy mempunyai beberapa teman laki-laki yang mempunyai kelainan seks seperti itu. Lelaki gay justru sangat menyayangi wanita dan selalu bersikap lembut dan hangat. Mereka sering kali menganggap wanita adalah teman terbaik. Jadi, kesimpulannya adalah kemungkinan besar Min Yoongi tidak gay. Mengapa? Karena Min Yoongi tidak ramah terhadap wanita.

Or maybe, he hate her? Right, Wendy, thats ridiculous. You just met him, so how could he hate you?

Tawa ringan Seokjin membangunkan Wendy dari lamunannya. "Untung saja anda tidak sampai buang air kecil di sofa kesayangannya."

Mendengar kalimat Seokjin, Wendy tidak dapat menahan tawanya. Ia tertawa malu, menutup bibirnya dengan tangan kanannya. "Benar. Untung saja tidak terjadi hal seperti itu."

Mereka tertawa sejenak. Meruntuhkan atmosfer canggung yang biasanya menjadi tembok penghalang. Menurut Wendy, Kim Seokjin adalah pria yang sangat ramah dan hangat. Dia selalu tersenyum dan pandai membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Jujur saja, Kim Seokjin benar-benar mengingatkan Wendy pada mantan pacarnya dua tahun yang lalu. Bukan fisiknya, Kim Seokjin jauh lebih tampan dibandingkan mantannya itu. Melainkan karena karakternya yang ramah dan hangat.

MEAN BUT MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang