Listen To My Heart

Chapter 1

Sepinya rumah tidak sesepi hati Dora saat ini, kali ini, Bang Adric akan menjemputnya untuk pergi menonton London Has Fallen karena kedua orang tua Dora berada di Belanda bersama kedua orang tua Bang Adric. Dan juga, mamanya Bang Adric pernah bilang sama Dora seperti ini: "Dora, kalau kamu merasa kesepian, tinggal saja di rumah tante, ya. Kalau Bang Adric marah karena tidak mau tinggal bersama Dora untuk sementara, telepon tante aja, oke?"

Dan ucapan tantenya kemarin membuat Dora merasa bahwa tantenya berada di pihaknya. Ah, iya, tentang menonton London Has Fallen itu, Bang Adric menelponnya untuk menemani dia nonton film action tersebut. Jujur, Dora tidak begitu menyukai film bergenre action. Yang Dora suka, film bergenre romance. Tapi demi Bang Adric yang memintanya untuk menemani nonton, dengan senang hati Dora mengiyakan tanpa pikir panjang.

Suara deru mesin mobil membuat Dora segera keluar dari kamarnya, dan langsung keluar rumah dengan gerakan super cepat.

"Bang Adric!" serunya. Padahal Adric belum keluar dari mobilnya dan belum mematikan mesin mobilnya.

Beberapa detik setelah mematikan mesin mobilnya yang bermerek Mazda CX9-nya, Adric keluar dari mobilnya. Saat Adric keluar dari mobilnya, tatapan Dora tidak bisa berhenti menatap Adric.

Handsome as heaven. Ucap Dora di dalam hatinya.

Dora terpaku akan ketampanan milik Adric. Bagaimana tidak, kaca mata hitam bermerek Ray Ban itu bertengger di hidung mancungnya dan menutupi kedua matanya. Wajahnya yang datar tidak menutupi aksen tampannya. Iya, bagaimanapun juga mau dibentuk apapun itu wajah Adric, menurut Dora, Bang Adric tetap yang terbaik dan terlihat mempesona buat Dora.

"Sudah siap?" tanya Adric dengan suara dinginnya, menatap Dora dengan datar. Tanpa senyum, tetapi... tetap saja, tanpa senyuman yang terukir di bibirnya, Bang Adric tetap tampan.

Dora tersenyum lebar dan mengangguk antusias. "Siap!" dan Dora langsung melenggang pergi menuju bangku penumpang.

Adric hanya menggelengkan kepalanya. "Dora!"

"Ya, Bang?" tanya Dora menatap Bang Adric yang sedang memunggunginya.

"Selalu ceroboh! Kunci dulu pintu rumahnya. Mau seluruh isi rumahnya dimalingin?" tanya Adric sambil menatap Dora.

Dora terkekeh, "Lupa, bang. Baiklah, Dora kunci dulu pintu rumahnya."

Adric hanya mendengus, inilah kebiasaan Dora. Selalu ceroboh dan berbuat suka-suka. Jujur, bagi Adric, Dora tidak bisa ditinggal oleh kedua orang tuanya karena sifat cerobohnya belum hilang dari oroknya sampai sekarang.

"ASTAGA! KUNCI RUMAHNYA KE MANA?! KOK HILANG?!" teriak Dora dengan suara lantang. Adric langsung menatap ke arah Dora yang sedang mengaduk-aduk isi dalam tas selempangnya. Berusaha mencari kunci rumahnya yang hilang.

Inilah akibatnya terlalu excited nonton bareng sama Bang Adric sehingga kunci rumah pun sampai kelupaan.

"Kok bisa sampai hilang, sih? Coba diingat-ingat kembali, terakhir Dora letakin di mana?" tanya Adric dengan nada suara yang rendah.

Iya, kalau dia juga ikutan panik, yang ada Dora malah semakin panik. Jadi, apabila Dora lagi ceroboh contohnya seperti saat ini, kunci rumahnya hilang. Sebaiknya dirinya harus berusaha tidak ikutan panik, karena kalau panik, Dora akan semakin panik. Ya, bisa dibilang Dora orangnya panikan.

Dora tampak memikir keras, berusaha mengingat-ingat kembali kapan terakhir ia meletakkan kunci rumahnya.

"Duh, Bang. Dora gak ingat di mana Dora letak kuncinya." Ujarnya sambil menggigit bibir bawahnya.

Adric menghela napasnya, dalam diam ia memasuki rumah Dora. Pemuda itu sedang mencari kunci di tempat yang biasanya diletakan oleh mamanya Dora. Namun di tempat biasanya tidak ada tanda-tanda benda kunci tersebut. Sedangkan Dora, tak ada membantu mencari, ia malah mengkomat-kamitkan bibirnya, berdoa kepada Yang Kuasa agar Bang Adric-nya dapat segera mendapatkan kunci rumahnya.