3. Kak Eka

47 0 0
                                    

Lusa adalah closing acara sekolahku. Hari ini adalah hari terakhir pertandingan akan digelar. Aku dan teman-temanku sedang duduk di depan pintu hall sambil menikmati cemilan yang kami beli di stunt-stunt yang tersedia. Sebuah lagu mengalun di benakku tanpa berhenti. Bukan sebuah lagu baru tapi entah kenapa selalu berputar di kepalaku.

Lagu rindu ini kuciptakan
Hanya untuk bidadari hatiku tercinta
Walau hanya nada sederhana
Izinkanku ungkap segenap rasa dan kerinduan

"Len, itu bukannya Kak Eka?" Tanya Nadia, teman dekatku dari kelas XII-IPA-A. Aku menoleh ke arah Nadia. "Dimana?" Tanyaku tanpa semangat. "Di dalem hall. Barusan masuk lewat pintu sini lo gak liat?" Aku segera memasuki hall sendirian. Aku melihat sosok yang selalu aku rindukan dari kejauhan. Kak Eka. Deg. Seketika pikiranku berhenti, darahku mungkin sedang berhenti mengalir sesaat. Aku segera keluar dari hall dan memeluk Amira. Entah apa yang membuatku menangis di pelukan Amira. Teman-temanku mengerti apa yang terjadi padaku. Sudah lebih dari dua tahun belakangan aku jatuh cinta pada seseorang yang tak bisa mencintaiku.

Kak Eka adalah teman dekatku sewaktu aku SMP. Dia mengajakku untuk sekolah di sekolahnya. Akhirnya dia kembali menjadi kakak kelasku di SMA. Aku jatuh cinta padanya ketika hubungan kami saling menjauhi tanpa aku pernah tahu apa alasannya. Kak Eka lulus dari sekolahku hampir satu semester yang lalu, tapi aku masih sangat mencintainya. Aku selalu ingat bagaimana aku selalu ingin tahu keadaannya setiap hari. Aku tak pernah lupa bagaimana aku selalu memperhatikannya dari kejauhan. Tapi sekarang, kesempatan untuk melihat nya seperti sekarang ini adalah moment-moment paling berharga dalam hidupku.

Aku menghapus air mataku. Malu rasanya menangis di depan umum. "Gue harus apa nih?" Tanyaku pada teman-temanku yang disahuti dengan gelengan kepala. "Masuk ke hall yuk, gue mau liat Kak Eka dari jauh." Teman-temanku mengerti dan masuk ke dalam hall. Aku memperhatikan Kak Eka dari jauh. Kegiatan yang selalu aku lakukan beberapa bulan lalu. Kak Eka terlihat baik-baik saja bersama teman-temannya. Seandainya Kak Eka tahu bagaimana aku menahan perasaan ini sendirian. Aku tak pernah berharap banyak dari Kak Eka, aku nanya ingin dia kembali menjadi temanku. Kak Eka akhirnya keluar dari hall dan menghilang. Kesedihan menghampiriku ketika sosok itu tak lagi bisa dicapai oleh mataku. Lagu rindu kembali mengalun di kepalaku.

Bintang malam sampaikan padanya
Aku ingin melukis sinarmu dihatinya
Embun pagi katakan padanya
Biar kudekap erat waktu dingin membelenggunya
Tahukah engkau wahai langit
Aku ingin bertemu membelai wajahnya
Kan kupasang hiasan
Kasa yang terindah
Hanya untuk dirinya

Hari mulai malam. Dinginnya udara bulan Desember menemani kerinduan yang aku rasakan. Rasanya seperti tak ada orang yang bisa memahami perasaanku. Aku terdiam menatap kehampaan dalam waktu yang cukup lama. Teman-temanku selalu mengerti dan memberikan waktu untuk berdiam diri. Aku dan teman-temanku duduk di tribune untuk menonton final basket. Kebetulan tim basket sekolahku masuk final. "Nanti lo menang ya Bi." Kataku pada Abi, teman dekatku dari XII-IPS-C. Abi adalah anggota tim basket yang sangat berprestasi. Prestasi Abi sudah mencapai tingkat internasional. Dia sempat membela Indonesia melawan tim basket luar negeri. Aku bangga pada Abi meskipun aku tidak tahu apakah aku berhak bangga atau tidak. "Doain ya Len." Kata Abi. "Pasti Bi. Demi apapun, lo harus menang. Semangat yaaa." Kata-kata penyemangat untuk Abi adalah satu-satunya hal yang bisa aku berikan. "Oh iya Len, tadi gue liat Eka sama teman-teman seangkatannya."  Aku tersenyum. "Iya tadi gue liat kok."

Pertandingan dimulai. Kak Eka dan teman-temannya masuk ke dalam hall dan duduk di deretan kursi di depanku. Di depanku? Ada banyak kursi kosong di tribune, kenapa harus depanku? Aku duduk tepat di belakang punggung Kak Eka. Mataku memperhatikan Kak Eka. Ya Tuhaaaan. Beberapa teman Kak Eka yang duduk di sebelah nya terlihat memandangiku sejenak, tapi Kak Eka sama sekali tidak menoleh. Gue gak takut Kak. Walaupun lo kakak kelas gue, walaupun lo anggota geng elite di sekolah, gue gak takut. Gue sayang lo, dan cuma itu yang gue tau.  "Mereka Kayanya ngomongin lo deh Len." Kata Salsa berbisik padaku. Aku tahu, Salsa pasti menyadari pandangan kakak-kakak kelas yang duduk di depan kami padaku. "Kak Eka kayanya bisik bisik sama teman-temannya." Sambung Salsa. "Biarin aja, kita pura-pura gak sadar." Sahutku. Kak Eka kenapa? Kenapa lo gak mau liat gue di belakang sini? Kenapa lo gak mau nyapa gue? Lagi-lagi aku harus menahan air mataku.

Wasit meniup peluit tanda pertandingan berakhir. Sekolahku memenangkan kompetisi basket. Kak Eka keluar dari hall tanpa menolehku sedikit pun. Aku, teman-teman angkatanku dan para junior akan mengadakan evaluasi. "Lusa kita closing." Kata ketua angkatan yang disebelahnya telah berdiri ketua acara. "Tolong persiapannya yang mateng. Pekerjaan kita tinggal dikit lagi buat kesuksesan acara kita." Pertemuan panitia kali ini membahas mengenali persiapannya closing acara yang akan diadakan sebuah pensi. Beberapa artis tanah air sudah di persiapannya untuk mengisi acara closing.

Aku keluar dari hall dan duduk di depan pintu hall bersama teman-temanku. Kak Eka dan teman-temannya duduk tak jauh dariku. Mataku tak bisa lepas untuk memandanginya. Kita pernah menjadi teman dekat, tapi entah apa yang terjadi diantara kita sehingga kita seakan orang asing yang tidak saling mengenal. Aku bangkit dari tempatku duduk. "Gue mau pulang." Teman-temanku juga bangkit. Aku melirik Kak Eka sesaat. Dia melihatku. Hanya sesaat, tapi aku sangat yakin. Dia melihatku. Aku dan teman-temanku berjalan perlahan menjauhi hall. Sebuah sepeda motor matic berwarna pink milik Kak Eka terlihat meninggalkan hall."Kak Eka cabut tuh Len." Kata Amira. "Eh tapi kok dia cabut pas lo udah cabut ya Len? Padahal kan dia bisa cabut dari tadi pas kita evaluasi. Dia juga pulang sendiri, gak bareng siapa-siapa. Berarti dia bisa banget buat pulang dari tadi." Komentar Salsa.

Hari besar akhirnya tiba. Aku dan teman-temanku mempersiapkan kedatangan pengunjung dengan sangat baik. Panggung di set dengan sangat menarik. Stunt-stunt makanan ditata dengan sangat nyaman dan juga menarik. Pameran vespa menghiasi acara ini. Acara kali ini diadakan di sebuah tempat indoor di pusat kota. Para bintang tamu menghibur pengunjung dengan sangat baik. Hingga hari mulai gelap. Aku berdiri di depan panggung dan menikmati alunan suara lembut seorang penyanyi tampan tanah air. "Keluar yuk." Gita mulai gerah dengan sesaknya pengunjung. Kami keluar dan aku langsung melihat Kak Eka sedang duduk di salah satu stunt makanan. Dia duduk bersama seorang gadis. Gadis itu adalah orang yang menemani Kak Eka lebih dari dua tahun ini.

Tengah malam tiba. Acara masih berlangsung ramai. "Kayanya gue harus pulang duluan deh. Gak mungkin sampe acaranya selesai." Kataku. "Iya, kita bareng aja sama Dwi juga." Sahut Gita. Aku melihat Kak Eka yang juga tengah melihatku. Aku melangkah menjauhi keramaian. Menjauhi Kak Eka. Aku, Gita dan Dwi berdiri di area parkiran yang sangat ramai. Kami menunggu orang tua Gita yang akan menjemput. Kak Eka datang dengan sepeda motornya. Dia berdiam diri di pintu parkiran. Kami saling melihat dari jarak yang tidak terlalu dekat. Mobil orang tua Gita datang di hadapan kami. Kami masuk ke dalam mobil. Kemudian aku melihat Kak Eka meninggalkan area parkir. Dia bisa saja pergi kapan pun dia mau, kenapa dia disana berdiam diri sendirian?

Seperti tahun-tahun sebelumnya, aku patah hati. Aku melihat Kak Eka dengan gadis tercantik baginya. Malam ini begitu menyakitkan bagiku. Malam ini diakhiri dengan air mataku lagi seperti tahun lalu, pada acara yang sama. Entah kapan aku akan melihat Kak Eka lagi. Aku masih menahan perasaan ini. Mungkin Kak Eka tak seharusnya untuk mengetahui perasaanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang