[18] Saat Semuanya Runtuh

3.2K 239 88
                                    

Entah sudah berapa lama aku duduk di sisi makamnya. Dimulai saat selesai upacara pemakaman di pagi hari, hingga kini langit sudah mulai semakin gelap.

Aku tetap bersikukuh untuk menemaninya sebentar. Setidaknya melihat dengan mata kosong, bahwa kini duniaku seakan runtuh dalam sesaat.

"Ini kedua kalinya kamu ninggalin aku, Zi..."

Entah sudah berapa lama aku menangis. Mataku terasa begitu berat dan lelah. Kusandarkan kepalaku di samping batu nisannya. Seakan menyandarkan sejenak semua beban yang menggantung di pundakku. Membiarkan bulir air mataku perlahan jatuh dan membasahi tanah makamnya.

"Kamu bilang ke aku, untuk gak ninggalin kamu..."

"Nyatanya sekarang malah kamu yang pergi ninggalin aku..."

Aku terus meracau. Menumpahkan segala sesuatu yang bersemayam dalam pikiranku. Berusaha berbicara dengannya, walau aku tahu itu semua akan sia-sia untuk saat ini.

"Tinggalin gue, sekarang" pintaku.

Tetap bersikukuh, mendapati Faras dan Tia tetap berdiri mematung di belakangku. Mengajakku untuk pulang karena hari sudah semakin larut.

"Ki, lo harus ikhlasin dia," ucap Tia.

"Lagian inget Ki, dia udah jahatin lo terus semasa hidup, dan sekarang lo malah nangisin dia sampe kayak gini.." timpal Faras.

"Lo gak tau apa-apa Far," ucapku dingin.

"Gue gak peduli mau dia ninggalin gue, bohongin gue, nyakitin gue, intinya gue sayang sama dia. Lo boleh bilang gue bego, tolol, terserah. Lo gak akan tau rasanya jadi gue"

"Dan gue minta kalian pergi sekarang juga.... Gue mohon" lanjutku lagi.

Keduanya hanya membisu mendengarkan ucapanku. Akhirnya mereka memilih untuk menyerah dan meninggalkanku walaupun dengan langkah yang enggan.

"Mereka udah pergi, aku mau nemenin kamu terus gapapa kan Zi?" tanyaku.

Tidak ada jawaban.

"Kan kamu mau jadi orang hebat Zi. Petarung tangguh, seorang pemimpin pilihan paling hebat yang pernah aku kenal, kamu harus bangun..."

Sunyi.

"Argh, aku gak tau aku ngomong apa sekarang" racauku lagi.

"Come back."

Tangisku tidak mereda. Bahuku bergerak naik-turun, mengikuti deru napasku yang semakin tidak karuan. Kugigit bibir bawahku, berusaha sebisa mungkin untuk tidak terisak lebih keras lagi. Kepergiannya memang benar-benar meninggalkan ruang kosong, sebuah lubang besar yang membuat hatiku seakan begitu hampa dan hambar.

Aku terus menangis. Membiarkan pikiran-pikiran buruk berkecamuk dalam isi kepalaku. Seakan membiarkan diriku perlahan digerogoti oleh kesedihan.

Namun tiba-tiba, bisa kurasakan tubuh lemahku ditarik pelan dalam sebuah pelukan.

Membuatku terdiam, menutupi wajahku dan menangis lebih keras lagi dalam pelukan orang itu.

"Kamu boleh nangis sekarang di pelukan aku" ucap orang itu membuka mulut.

"It's okay to be upset, it's okay to crying over and over again, it's okay to be deeply in grief too" lanjut Lutfi.

Ia semakin mengeratkan pelukannya. Merangkul tubuh ringkihku dengan hangat. Berusaha sebisa mungkin menjadi tempat terbaikku untuk menangis saat ini.

Tetapi, terlambat.

***

"Pasukan pemanah!"

Derap kaki berbunyi serempak, diiringi pasukan sebelah kiri yang mengacungkan busur mereka ke atas.

"Pasukan pedang!"

Bunyi gesekkan pedang terdengar bersahutan, aku langsung mengangguk mantap.

"Pasukan laras panjang"

Suaraku tidak sekeras sebelumnya. Entah mengapa, para pasukan laras panjang itu selalu mengingatkanku pada seseorang. Seseorang yang kini masih meninggalkan ruang kosong dalam hidupku.

Hari ini, dua bulan sejak kejadian itu, The Castle menyatakan menerima ajuan perang dari utusan Defends Castle. Pasukan kami telah siap bersiaga di segala wilayah di penjuru kerajaan. Berjaga-jaga jika pasukan sialan itu menyerang terlebih dahulu dari tenggat waktu.

Aku? Tentu saja aku pemimpin mereka sekarang. Menggantikan posisi Fauzi.

"Yang Mulia, semua pasukan telah siap!" lapor seorang komandan pasukan kepadaku.

"Baik, ikuti keretaku, kita akan berangkat menuju wilayah Barat. Aku harap pasukan akan tetap siaga dan waspada. Aku punya firasat buruk Puteri Katerina akan tiba di sana sebentar lagi" perintahku.

Komandan itu mengangguk sigap dan dengan cepat kembali ke barisan untuk memimpin yang lainnya.

Kunaikki kereta kuda kokoh, warisan ayahku yang biasa ia pakai saat sedang memimpin perang juga. Kuhela napas panjang. Berusaha meyakinkan diri, meyakinkan warga The Castle bahwa aku pasti bisa melindungi mereka.

Masih terngiang jelas perkataan Ibu Melinda kemarin saat aku hendak menjenguk Fauzi. Walau awalnya terdengar begitu berat untuk seseorang yang sama sekali tidak mengerti akan dunia kerajaan seperti ini, namun kini rasanya perlahan aku mencoba untuk fokus dan lebih mendengarkan nasihatnya.

Ya, hidup mereka kini ada di tanganku.

Belum setengah jam kami berjalan, tiba-tiba saja kuda penarikku meringkik panjang. Sontak terhenti, membuatku terpental di dalam kereta.

"Apa yang terjadi??" teriakku.

Aku langsung bergegas menuruni kereta.

Benar saja. Tirai kereta yang panjang dan gelap, menghalangi penglihatanku dari musuh. Musuh yang kini tepat berada di depanku. Ribuan pasukan, segala macam senjata, dan seorang pemimpin yang begitu angkuh berdiri paling depan. Mereka benar-benar di sini, sesuai dengan perkiraanku.

"Sudah siap rupanya, eh?" decak Puteri Katerina.

Aku menatapnya sengit, menoleh ke arah pasukan di belakangku yang kini sudah siaga dengan segala senjata mereka. Tanganku menggenggam erat pegangan pedang di pinggang kiriku, maju perlahan tanpa melepaskan pandanganku dari tatapan Puteri Katerina.

Sesaat sebelum aku memberi isyarat kepada pasukanku untuk bergerak menyerang, sosok lain muncul di balik punggung Puteri Katerina.

Sosok lelaki dengan rambut gelombang yang khas, perawakan tegap, dengan kulit langsat. Seorang bermata cokelat yang selalu dapat kukenali tatapannya. Aku sontak kaget dan perlahan mundur, berusaha sebisa mungkin mencerna apa yang kini terjadi di hadapanku.

"Hah...F-fauzi, k-kau kenapa ada di sini???!!"

***
Halo semuanya!!!!
Maaf ya aku baru bisa update sekarang. Makasih yang udh mau baca, vote, apalagi comment di The Castle.
I hope you guys enjoy this story.
Jangan lupa vote dan comment ya, biar aku tau respon kalian gimana :).
Kalau vote sampai 150 hari ini, aku bakal langsung update lagi sabtu atau minggu. Oke oke?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang