Too Good At Goodbyes - Sam Smith
Chapter 1
• • •
"Mbak Lara," tegur seorang pria dari arah samping Laura yang saat ini sedang hanyut dalam alur novel yang dibacanya. Tak perlu menoleh untuk mengetahui siapa orang yang dengan ringannya menyebut nama Laura dengan salah meskipun berulang kali diralat wanita itu. Beberapa kali ditegur, pria itu tetap dengan kesalahan yang sama.
Laura menoleh. Matanya berkaca-kaca akibat konflik cerita yang dibacanya. Senyum ramah menjawab sapaan tadi. "Hai, Erick," balas Laura sekilas lalu kembali menghanyutkan diri pada jalan cerita yang membuat dirinya tak tahan untuk menitikkan air mata.
Erick menarik celana bahan yang ia kenakan. Mengambil posisi nyaman untuk ikut jongkok di samping Laura. "Belum selesai juga bacanya, Mbak?"
Kepala Laura menggeleng. Fokusnya masih pada novel yang ada di hadapannya.
"Mbak Lara nggak kerja?"
"Laura. Nama saya masih Laura," jawab Laura memutar bola mata malas. "Kamu mau ngusir saya dari sini ya?"
Erick mengulum senyum. Sebelah tangannya terulur membenahi deretan buku yang tak tersusun rapi akibat ulah pengunjung toko buku yang sehabis membaca tak meletakkan kembali dengan rapi. Tapi memang Erick digaji untuk melakukan tugas yang salah satunya itu. Merapikan buku.
Erick salah satu pegawai di toko buku ini. Mereka sudah kenal dari enam bulan yang lalu saat Laura berkunjung di malam hari sehabis ia pulang kerja. Naasnya saat itu, selesai membeli buku yang diinginkan, wanita itu tak bisa langsung pulang lantaran hujan lebat yang tak kunjung reda. Hingga toko buku sudah tutup, Laura hanya bisa berdiri di depan pintu masuk toko. Tak ada niat untuk menerobos hujan. Apalagi jarak halte dengan toko buku ini lumayan jauh jika ditempuh dengan jalan kaki.
Kebetulan saat itu Erick yang bertugas menutup toko lantaran beberapa teman lainnya sudah pulang lebih dulu. Selesai dengan tugasnya, Erick yang memang setiap hari bawa motor, berniat untuk menerobos hujan. Tapi diurungkannya niatan tersebut ketika mata hitamnya menangkap sosok Laura berdiri sendiri di ujung tembok toko. Wanita itu menggigil kedingan.
Saat itu, tanpa pikir panjang Erick langsung mendekati Laura. Mengajukan beberapa pertanyaan formal seputar dua orang yang baru bertemu dan berakhir pada tawaran pulang sama. Tanpa maksud lain, Erick memang niat untuk menolong. Namun karena status mereka yang baru kenal, Laura tak berani menerima tawaran itu dengan cuma-cuma. Akhirnya lantaran tak tega meninggalkan Laura sendiri, akhirnya Erick menemani wanita itu hingga hujan reda. Mereka mulai sering menyapa dipertemuan berikutnya setiap kali Laura ke toko buku.
"Saya cuma ngingetin. Mbak Lara kalau udah baca novel nggak ingat waktu." Erick menarik keluar sebuah novel terjemahan dari rak di belakangnya. Saat ini mereka berada di lorong yang berisi deretan fiksi terjemahan. Erick membaca judul yang terdapat di sampulnya. Merasa tak tertarik, cowok itu kembali meletakkan buku tadi di tempat semula, kemudian menatap Laura lamat.
Menyadari tatapan Erick yang terus menyoroti dirinya, Laura merasa kikuk. Lantas menoleh ke arah pria itu. "Apa?"
Erick tersenyum, kemudian menyandarkan tubuhnya pada rak di belakang mereka. "Cintanya rumit kan." Erick menunjuk buku di tangan Laura dengan dagunya.
Laura mengangguk membenarkan. "Kamu pecinta novel romance ya?"
"Nggak."
"Jadi tau novel ini dari mana?"
Novel yang saat ini dibaca Laura hasil rekomendasi Erick. Judulnya Never Let Me Go, karya Kazuo Ishigiro. Sebenarnya Erick pun belum membaca novel itu, dia tahu juga dari keponakannya yang berhasil nangis kejer akibat konflik cinta yang begitu rumit. Ditambah dengan ending yang begitu sulit dijabarkan, membuat Erick menyarankan Laura—yang saat itu pengin baca novel romance yang menguras emosi.