Selamat datang, Luka.

157 13 3
                                    

Pertama-tama, Happy Valentine's Day buat kamu-kamu yg merayakannya dan maupun yg tidak.

- | | | -

"Niki, lebih baik.. kita putus aja deh."

Sore itu adalah sore terburuk. Di mana akhirnya kisah ini berujung. Bukan tentang perbedaan yang menjulang kokoh di antara kita yang menjadi penyebabnya, tapi tentang kamu yang memutuskan untuk kembali mengejar masa lalumu. Lucu.

"Lebih baik.. buat siapa? Kamu?" aku meluruskan pandanganku, sejajar dengan bola matamu. Masih tetap membingkai senyumku.

Aku selalu mempercayakan doa untuk kebaikan hubungan ini kepada Tuhan-ku, begitu pun kamu dengan Tuhan-mu. Aku selalu berusaha untuk tidak bersikap terlampau dewasa untukmu, dan kamu pun selalu berusaha mengerti, mengimbangiku dengan berbagai macam kesibukanku sebagai aktivis kampus.

Kita sudah sepakat untuk bersama-sama menutup kedua telinga ini dari suara-suara sumbang di luar sana. Sekarang.. inikah jawaban Tuhan-ku, dan juga Tuhan-mu?

Oh, tidak. Aku tidak menyalahkan Tuhan.

Tapi, mungkinkah Tuhan kita pada dasarnya memang saling membenci satu sama lain?

Atau justru kamu, yang sudah menetapkan batas lelahmu untuk perjuangan tak terbatas kita?

Akan kah waktu yang telah kita ukir bersama ini terbang tertiup ego begitu saja? Pecah bagai molekul-molekul di udara, lalu kembali terhirup merasuki paru-paru. Kemudian mengendap di sana. Relakah kamu?

Kamu yang saat ini sedang duduk di hadapanku mulai mengalihkan pandangan, "Aku minta maaf.." katamu singkat.

"Kenapa minta maaf?" sambarku langsung. Lebih cepat dari pramusaji yang menganggukkan kepalanya kepada pelanggan di ujung sana.

"Aku udah ngecewain kamu."

Sedetik. Dua detik. Aku mulai tertawa. Hanya tertawa. Terus tertawa sampai perlahan tawa ini menjadi terdengar miris. Aku menghentikan tawaku.

"Radjata Dirgha," aku melafalkan namanya dengan tenang, seakan itu bisa menyadarkannya bahwa; 'Ada aku disini'.

Aku menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya. Meresapi detik demi detiknya, "So, you don't. Kamu bisa loh nggak ngecewain aku. Sebenernya kamu bisa, kan? Kamu cuma nggak mau berusaha lebih. Radjata, semua yang hidup akan terus melangkah maju, tapi kenapa kamu--"

"Aku punya janji sama seseorang," suara beratnya menyentakku. Membungkam semua peluru. Membekukan hati.

'Tidak. Tidak. Tidak..'

Reflek, aku mulai menegakkan dudukku, kemudian meraih sebelah tanganmu yang diam di atas meja. Hampir menyenggol Green Tea latte ku di sana, "Radjata, please.."

"Saat umur aku udah 17 tahun," aku menggeleng-gelengkan kepalaku sendiri, menyuruhmu diam. Tapi kamu malah menegaskan sorot matamu sendiri padaku. Membuat pertahananku akhirnya luruh, "Aku akan kembali."

Genggamanku semakin mengerat, mencari celah pada sela-sela jarimu, "Kamu-nggak-harus-kembali, Radjata!" ucapku menekankan setiap bagian katanya lamat-lamat, "Dia bahkan udah nggak butuh kamu lagi."

Aku. Aku yang sekarang butuh kamu..

"Tapi janji, tetaplah janji 'kan?" kamu menepis genggaman tanganku pelan.

Skakmat.

Kamu memang manusia paling penepat janji, Radjata. Kalau saja ada award untuk itu, kurasa semua pun sudah tau siapa yang akan melenggang maju ke atas panggung sejagad.

"Masalah dia masih butuh aku atau enggak, itu nggak sepenting janji aku yang harus kembali tepat waktu buat dia, kan?"

Aku mendengus pelan mendengar pertanyaanmu yang skeptis, lalu mulai mengalihkan pandanganku. Pengap.

Sungguh, Cappucino-mu yang dari tadi tak tersentuh itu terlihat lebih menarik di mataku saat ini, dan pramusaji di seberang sana juga, oh atau jalanan macet di luar patok-patok kaca transparan ini. Apa pun itu selain sorot matamu saat ini.

Aku bungkam.

Kamu pun sama.

Tak lama kemudian aku mulai menatapmu lagi, sementara kamu malah asik menatap meja kayu ini sambil mengetukan jari-jari tanganmu konstan di atas sana.

Aku meniup poni depanku ini sekali, lalu menyenderkan punggungku ke belakang sambil menyedekapkan kedua tanganku di atas perut.

Bukan kah kita sudah menghadapi semua ini bersama-sama? Maksudku, perbedaan ini. Lalu mengapa kamu sekarang menyerah hanya karna.. sebuah janji di masa lalu? Seberharga itu kah?

Lalu, untuk apa semua perjuangan ini? Untuk apa kebersamaan kita yang.. nyaris dua tahun ini, kalau dari awal kamu sendiri malah sudah menentukan ending-nya?

"Niki.."

Aku menghela nafas panjang lagi, "Pergilah," ujarku lirih. Lalu mulai mendongakkan kepalaku, menatapmu lurus-lurus, "Aku jelas terlalu berharga atas kehidupanku sendiri. Dan bukannya malah mengemis-ngemis pada seseorang yang akan kembali pada masa lalunya."

"Dan aku.. juga masih tetap berharga untuk diperjuangkan, dan bukannya malah ditinggalkan," ucapku lugas.

Rasa kecewa bercampur amarah ini seketika mendorongku untuk bersikap angkuh. Bukan apa-apa, aku hanya ingin kembali dikejar, kembali dimiliki, dan bukan hanya dijadikan sebagi opsi kesepianmu sesaat.

Aku masih menatapmu tajam dari sini.

Kamu menganggukkan kepalamu kecil-kecil, seraya mengulum bibirmu, satu detik, lima detik. Lalu menyahut, "Kamu baik-baik.."

Aku mengedikkan daguku sekali. Pertanda bahwa aku memang akan baik-baik saja padamu. Lalu kamu berdiri, mengelus pelan lengan kanan atasku sekali-dua kali, kemudian berlalu melewati pintu cafe.

Selepasmu pergi, aku berdiam. Hanya diam, bukan berarti tak mengerti. Dan bungkam, bukan berarti tak merasa. Ku biarkan hening ini membungkus, sembari berharap ia membawa pergi sampai kesisa-sisa remahannya.

Luka ini datang seperti senyap. Tapi senyap, tak sebanding dengan hening. Karena tak semua hening berarti diam.

- THE END -

***

Whoaaa niat mau ngepost ini dari kapan tau baru kesampaian sekarang. Maaf ya, lagi Valentine gini dikasihnya sad end huhu
Karena memang nggak semua cokelat rasanya manis.

*aduh, apa lagi ini?

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Let's get know each other! ❤

Interact with me with my other social media account:

INSTAGRAM http://instagram.com/munichdesc

TWITTER https://twitter.com/munichdesc

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

And please let me know if you like it or enjoyed my story with a vote & comment in this story 👌!

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sampai jumpa di cerita-cerita gue berikutnya.

Danke!

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

SELAMAT DATANG, LUKA
Munichdesc

Cerita Kesembilan, Februari 2016

Tentang Konsep, Sampul, Penata aksara, Penyunting, dan Ide cerita di prakarsai sendiri oleh : MunichDesc

Copyright © 2016

Just Broken [1/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang