Nayla

22 0 0
                                    

Satu-satunya sahabat teraneh yang pernah kumiliki adalah Zas Agatha, dari awal aku sudah menduga jiwanya tidak stabil, beberapa menyebutnya aneh, tapi aku yakin dia gila. Dia adalah seorang maniak yang tergila-gila pada apapun yang berhubungan dengan internet. Kegemarannya terhadap internet sudah muncul sejak ia pertama kali mengenalnya di usia 7 tahun. Akun sosmed miliknya sudah tidak bisa dihitung lagi, mulai dari media terkenal semacam facebook, twitter, instagram, blog, whatsapp, hingga media-media yang tidak terlalu menjamur semacam friendster dan plurk.

Tak ada yang tahu darimana kegemaran itu berawal dan siapa penyebabnya. Yang jelas, aku selalu ketakutan tiap kali ia bercerita tentang akun-akun kesayangannya, tentang bagaimana serunya mengerjai akun orang, membajaknya, dan mengusili dengan status-status palsu‒kalau tidak bisa disebut memfitnah‒dan masih banyak lagi hal-hal gila yang ia lakukan. Cerita terakhir yang kudengar darinya adalah, ia berhasil membuat seorang siswi SMP bunuh diri dengan mengaku sebagai pacarnya, entah apa yang ia lakukan pada gadis malang itu, aku tidak mau dengar. Temanku yang satu ini benar-benar tidak bisa dimengerti alur berpikirnya.

Aku sendiri sebenarnya juga bingung kenapa si logis sepertiku bisa bersahabat dengan makhluk sejenis dia, berteman dengannya seperti orang sakit monomania, tidak sadar apa yang sedang dilakukan sama sekali. Mungkin aku memang sudah gila, tapi traumaku terhadap social media sama sekali tidak hilang, sejak kejadian ditipu orang di facebook, aku bersumpah tak akan menyentuh software-software laknat itu lagi. Kadang aku berdoa dalam hati semoga ada keajaiban yang bisa mengembalikan kewarasan Agatha.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Meski sudah mencoba berbagai 'terapi sosmed', bukannya mendekatkannya pada kesembuhan, kegilaan itu malah bertambah sejak ia membangun sebuah lab komputer dibelakang rumahnya selepas kelulusan jenjang SMA.

Agatha tak memiliki saudara yang bisa mengendalikan kegilaannya, ia anak tunggal, orang tuanya meninggal dalam kecelakaan beruntun saat ia masih kecil sekali, sanak saudaranya? Entahlah, aku tak pernah melihatnya. Dari kecil ia tinggal bersama neneknya, itupun tak lama, karena diusianya yang ketujuh, neneknya meninggal. Kini Agatha lebih sering mengurung diri dalam lab, melakukan surfing dan berbagai macam percobaan, membunuh sepi dengan menyalurkan hobinya sebagai benalu privasi orang di dunia maya.

"Oi..Nayla.." ujarnya suatu ketika, seperti biasa tangannya asyik menari-nari diatas keyboard, sibuk meretas, menjebol password. "jejaring sosial sebenarnya hanyalah seperangkat alat berbahasa binet yang saling terhubung satu sama lain sehingga mudah dimanipulasi, kita hanya perlu sedikit waktu untuk membongkar dan memanfaatkannya. Dalam dunia maya, kita bisa dengan mudah menjadi orang lain, dan jika mulai muncul masalah, kita juga bisa dengan mudah menghapus jejak dengan sekali klik, munafik sekali bukan? Bahkan, dengan alat ini, orang baik bisa menjadi jahat tanpa takut hancur reputasi, ini baru permukaan, alangkah serunya bila kamu sudah mencapai dasarnya.." ia berbicara seolah-olah keranjingannya adalah hal hebat yang patut diperhitungkan, sementara aku hanya bisa bergidik ngeri dan berusaha pergi darinya.

Dia pasti sinting karena terlalu banyak menumpuk kesepian..

"Neng Nayla! Neng Nayla!" suara parau bapak paruh baya bak memecah ketenangan pagi. Aku yang masih asyik menyapu lantai teras sontak terperanjat karena kaget, sapu dalam genggaman sukses mencium lantai. Aku hanya menatap tetanggaku yang sepertinya habis jogging itu, kosong.

"Ada apa pak?" tanyaku beberapa saat kemudian, setelah lama menunggu pak haryo mengatur napasnya. "jogging dikejar anjing ya ?"

Jangkrik pagi berderik, kelakarku sama sekali tidak menarik.

"Bapak ?"

"Neng Zas! Dia..dia.." pak haryo menjawab tergagap-gagap."Neng Zas berulah lagi..dia tertawa.. menangis..tidak jelas.." cerita pak haryo kacau balau. Tanpa babibu aku langsung menarik tangan beliau, menuju rumah kecil Agatha.

Oh tuhan, kegilaan apa lagi yang ia lakukan?

Kertas-kertas berserakan, hardware-hardware komputer tersebar berantakan, sesekali tampak beberapa kilatan listrik, aku berjingit ngeri, takut tersetrum. Di sudut ruang setumpuk sampah junkfood basi meninggi bak gunung. Buruk sekali keadaan lab ini, aku memandang sekilas pak haryo, menelan ludah. Dilihat dari noda-noda hangus yang ada di hampir semua sudut ruangan, sepertinya, baru saja terjadi sebuah ledakan elektronik di sini.

Aku berteriak-teriak memanggil nama Agatha, mencoba peruntungan dia masih selamat. Berjalan memutar. Mengaduh. Sejenak tertusuk pecahan monitor. Sejenak berhenti. Mencari lagi. Hingga akhirnya aku menemukan sosok kurusnya meringkuk dibawah meja tanpa alas kaki. Wajahnya menghitam. Rambutnya naik berantakan. Perlahan kusentuh bahunya. Memanggil. Tak ada respon, hanya terdengar cekikikan lemah.

Dengan segera aku menyuruh pak haryo untuk menelpon ambulans.

Aku menghela napas panjang, mengamati sekitar, mencoba menerka-nerka apa yang telah terjadi. Dari layar computer diatas meja tempat Agatha meringkuk tadi, yang merupakan satu-satunya benda yang masih sehat wal afiat ditempat ini, kemungkinan besar dia sedang melakukan percobaan virus, ketika kucoba memeriksa data-datanya, aku menemukan sesuatu yang berhasil membuatku tersentak. Gadis itu berusaha membuat virus yang bisa menimbulkan ledakan!

...ketika nanti proyekku selesai, aku akan mengirim virus itu keseluruh computer lewat CPU warung-warung internet, setiap disk yang tertancap pada CPU tersebut akan tertular virus secara otomatis, kemudian dengan cepat menyebar ke komputer-komputer rumahan. Lalu aku bisa dengan mudah memaksa mereka untuk menemaniku chattingan, mengancamnya bila tidak mau, lalu meledakkan virus itu sesuka hatiku. Dengan begini aku akan selalu mempunyai teman, aku tak akan sendirian lagi. Selamanya.

Aku menelan ludah, meski tata bahasanya berantakan, ada nuansa dingin dalam tulisannya. Dugaanku benar, ia hanya kesepian. Barangkali internetlah keluarganya selama ini.

Karena Nayla pun tidak bisa menemaniku selamanya, ia sibuk kuliah, esok hari menikah dan punya anak, aku akan sendirian lagi. Untuk mengantisipasi, kuputuskan untuk membuat proyek ini, tidak peduli dia menganggapku gila, aku butuh teman..aku benci kesepian..

Aku menepuk dahi, tidak habis fikir apa yang barusan kuketahui, seolah-olah baru saja benar-benar bangun setelah masa hibernasi. Oh tuhan, apakah aku penyebab tidak langsung dari kejadian ini ?

The Last EscapeWhere stories live. Discover now