Sore itu, sang surya menghilang lebih cepat dari biasanya. Udara pun terasa menggigit dengan angin dingin yang bertiup kencang, menandakan musim dingin akan segera tiba. Shizuka merapatkan pakaiannya dan menggeleng. Bahkan dengan baju berlapis seperti ini ia masih belum dapat menghalau dinginnya hari.
"Sepertinya aku harus menambah persediaan kayu bakar dan selimut," Shizuka mempercepat langkahnya, bergegas ingin segera kembali ke kastilnya.
"Engkau mengatakan sesuatu, Aruji?" pemuda itu ikut mempercepat langkahnya, tergopoh-gopoh mengejar Shizuka, membuat tudung putihnya jatuh tertiup angin. Ia pun menghentikan langkah, dan sambil menggerutu kembali menaikkan tudungnya, menyembunyikan rambut emasnya yang indah.
"Bukan apa-apa, Meine Decke," sahutnya sambil tertawa. "Ayolah, kita harus bergegas. Bisa-bisa kita membeku di luar sini,"
Pemuda itu, Yamanbagiri Kunihiro, hanya bisa mengangguk. Baginya, wanita ini adalah pemimpinnya dan sebagai toudan yang baik, ia tidak ingin mengecewakan pemimpinnya dalam hal apapun.
"Oh, kita tidak melupakan lilin kan?" wanita itu mengecek belanjaannya. "Yup, ada,"
"Untuk apakah lilin sebanyak itu, Aruji?" bagaimanapun juga, wanita ini kadang bersikap sangat aneh di mata Yamanbagiri, dan jarang sekali ia menjabarkan ide-idenya pada para toudannya.
"Lentera tentu saja," sahut arujinya ringan. "Tidak ada salahnya menumpuk persediaan lilin selama musim dingin kan?"
"Sepertinya tidak," sahut Yamanbagiri mengiyakan.
Mereka terdiam cukup lama, berjalan beriringan tanpa mengucapkan sepatah pun kata. Hanya hembusan nafas mereka yang terdengar bersahutan seirama langkah kaki yang mengetuk jalan berbatu di bawah telapak mereka. Tiba-tiba Shizuka menghentikan langkahnya. Ia menatap langit yang meredup, dan jalan berliku di depannya.
"Harusnya tadi kita membawa kuda," sahutnya lemah.
"Aku bisa menggendong Aruji jika Aruji merasa lelah," sahut Yamanbagiri segera.
"Bukan itu masalahnya," Shizuka menghela nafas. "Sudahlah, toh kita tak bisa melakukan apa-apa,"
Mereka kembali berjalan. Tiba-tiba Shizuka berseru, lalu mengeluarkan sebuah kotak pipih dari lengan bajunya. Benda itu adalah kotak sihir bercahaya yang selalu dibawanya. Handphone, begitu sang aruji menamainya. Shizuka menatap layarnya lalu tertawa, membuat Yamanbagiri kaget.
"A-aruji?" Yamanbagiri melirik wanita di sebelahnya. Rasa takut mulai merambatinya.
"Maaf... maaf..." Shizuka terkekeh. "Aku teringat video Anaconda yang pernah dikirimkan seorang teman untuk menghabiskan waktu dan menghalau suntuk. Untung saja aku menyimpannya. Masih banyak kebodohan lain yang dilakukan orang itu tapi aku tak dapat mengaksesnya dari sini. Mau lihat?"
"Video?" kata itu terdengar sangat asing di telinganya. Sebenarnya, hampir seluruh perkataan gadis itu terdengar asing di telinga Yamanbagiri. Ia pun menggeleng. "Apakah itu?"
"Nicki Minaj," sahut Shizuka masih sambil terkekeh. "Penyanyi di masaku memang menarik. Temanku bahkan menjulukinya sebagai Yamanba versi modern,"
Nama itu membangkitkan kewaspadaannya. "Haruskah aku membunuhnya?"
"Itu..." Shizuka kembali tertawa. "Mungkin engkau harus menonton videonya terlebih dahulu, setelah itu baru kau putuskan sendiri haruskah engkau membunuhnya atau tidak,"
Shizuka menyodorkan kotak sihir itu pada Yamanbagiri. Pada permukaannya, pemuda itu dapat melihat seorang wanita berkulit gelap yang tengah memamerkan bokong sambil menari dengan gerakan yang sangat aneh. Yamanbagiri menatap Arujinya dan layar bergantian, bingung harus bersikap apa.
"Dia tidak terlihat seperti Yamanba. Apakah ia musuh?" bisiknya.
"Go on, you haven't get on the main course," Shizuka terkekeh.
Yamanbagiri kembali memusatkan perhatiannya pada kotak sihir itu. Shizuka sangat menikmati raut wajah Yamanbagiri yang berubah dari bingung menjadi tersipu, lalu merah padam, lalu kaget, dan berakhir dengan perasaan muak yang tergambar jelas. Saat akhirnya lagu itu berakhir, Yamanbagiri menatap Shizuka dengan tajam sebelum mendesis marah.
"Aku harus membunuhnya, segera,"
Yamanbagiri memasang kuda-kuda, yang jelas membuat Shizuka tertawa terpingkal-pingkal. Toudan yang satu ini memang sangat unik, dan entah mengapa semua tentang dirinya membuat sisi jahil Shizuka selalu tergelitik. Kadang ia merasa kasihan pada Yamanbagiri, tapi itu tak dapat menghentikannya menjahili pemuda itu.
"Mein liebste," sahutnya geli. "Engkau baru melihat satu video dan engkau langsung ingin membunuhnya? What an impatient fella we have here,"
"Tapi,"
"Tak perlu," sahut Shizuka di tengah derai tawanya. "Ia tidaklah penting untuk dihabisi. Lagipula ia hidup di masaku. Ayo, langit sudah semakin gelap. Kita harus bergegas,"
Gadis itu lalu memasukkan kembali kotak sihirnya ke dalam lengan bajunya, dan kembali melangkah melanjutkan perjalanan. Di sebelahnya, Yamanbagiri mengikutinya sambil merajuk.
"Aruji harus membawaku ke sana suatu hari nanti," sahutnya. Ia menghentakkan kakinya kuat-kuat ke jalan setapak itu. "Ia menyakiti mata dan telingaku, dan tawanya terdengar sangat mirip dengan Yamanba. Aku akan membunuhnya karena itu,"
"Sudahlah, tidak apa-apa,"
"Tapi,"
"Tapi, sepertinya aku memang harus mengajakmu ke masaku suatu saat nanti," potong Shizuka. Ia mengedipkan sebelah matanya pada Yamanbagiri. "Tidakkah baju renang merah muda itu terlihat bagus untukku? Atau engkau lebih memilih yang hitam?"
"Uh," Yamanbagiri mengeluh ketika rona merah kembali menjalari wajahnya. Ia lalu menarik tudungnya, berusaha sebisanya untuk menyembunyikan wajahnya dan berbisik. "Merah muda saja,"
*Fin*
KAMU SEDANG MEMBACA
Der Zeitgenosse Yamanba
FanfictionThis is a Touken Ranbu fanfiction. It's written in Bahasa Indonesia and I'm too lazy to translate it so good luck with those online translators. Thank you so much for visiting my page, and thank you for reading this fan fiction. Last, comments and f...