Tragedi Si Merah

671 20 0
                                    

Hari ini pertama kalinya aku terbangun di rumah baruku di Jogja. Rumah peninggalan eyang memang sangatlah nyaman, sampai-sampai aku tidur bagaikan di rumah sendiri. Padahal biasanya aku susah tidur jika di tempat baru. Paling tidak butuh semalam untuk adaptasi dengan suasana baru. Namun nyatanya, kemarin sore dan pagi ini aku terbangun dengan badan segar setelah tertidur nyenyak beberapa jam. Rumah ini memang diciptakan untukku. Rasanya sangat nyaman dan pas.

Kebiasaanku bangun pagi benar-benar berguna saat ini, karena asal kalian tahu, Jogja sangat menyenangkan di pagi hari. Berbeda dengan Jakarta yang pagi hari pun sudah macet dan tercemar polusi. Di sini udara masih terhitung lumayan segar saat ini.

Kurasa akan menyenangkan jika pagi ini aku joging di sekitar sini sembari berusaha mengenal lingkungan. Oke, segera siapkan peralatan perang. Cuci muka sudah, gosok gigi sudah, pakai kaos putih keren, celana training warna hijau. Ngaca bentar.

"Mirror mirror in the wall siapa pria paling ganteng di dunia?"

"Sudah pasti Sadewo Subagja." tanya dan jawabku sendiri pada kaca di hadapanku. Hahahaa, pertanyaan dan jawaban yang pastinya sangat benar. Akulah pria ganteng sedunia, siap joging sembari menebar kegantengan ke sekitar. Jogja ... sambut kegantenganku.

Baru saja keluar kamar saat kudengar kegaduhan di sekitar dapur. Hah, pagi-pagi begini siapa yang bikin gaduh? Aku kan tinggal di rumah utama ini sendirian. Iya kan ya? Atau jangan-jangan salah. Tetapi setahuku sih sendiri. Semalam juga sepi sendiri, pintu terkunci rapat. Wah, status siaga 12 ini. Jangan-jangan maling, rampok, atau kucing garong? Tidak bisa dibiarkan, harus segera ditindak. Pelan-pelan aku kembali ke kamar dan mengambil sapu lidi, untuk jaga-jaga, siapa tahu ternyata malingnya bawa pisau, atau rampoknya bawa pistol, atau kucing garongnya bawa karung. Meskipun aku tahu karate sedikit-sedikit, tetapi kalau penjahat bersenjata kan bahaya juga seandainya aku tidak bersenjata.

Dengan mengendap-endap aku keluar dari kamar dan menuju ke arah dapur. Terdengar sayup-sayup suara wanita menyanyikan lagu Stasiun Balapan – Didi Kempot versi Inggris campuran Indonesia Jawa. Beuh, cerdas ni yang nyanyi.

In Setasiun Balapan Solo towen yang jadi kenangan

You and me...

Sa...aaat nganterin lungamu

Masih dengan mengendap-endap aku mendekati target yang ternyata wanita dengan body simbok-simbok (terlihat dari belakang) yang sedang sibuk membuka-buka laci dapur. Yang jadi pertanyaan? Siapa wanita simbok-simbok ini? Perasaan nggak ada cerita dari Yudha, Ve atau Om dan Bulik semalam tentang adanya keberadaan wanita simbok-simbok di rumah ini. Jangan-jangan wanita ini adalah penyusup yang menyamar menjadi simbok-simbok untuk mencoba memikat aku majikannya, atau dia ini wanita kaya yang menyamar menjadi simbok-simbok untuk mencari cinta sejatinya.

Terlalu sibuk menebak-nebak liar tentang siapa wanita simbok-simbok di hadapanku dan dari mana dia berasal hingga tanpa kusadari wanita simbok-simbok itu sudah berbalik menghadapku dengan mata melotot dan mulut menganga. Oke, satu lagi korban nyata Sadewo effect.

"Subhanallah, ada Mas Rangga di depenku." ucapnya masih menganga.

Aku hanya memiringkan kepalaku ke satu sisi, bingung dengan tanggapannya. Kurasa simbok-simbok ini wanita gila kelaparan yang masuk ke rumah orang untuk mencari makanan.

"Siapa Rangga?" tanyaku.

"Aduh, Mas Rangga masa lupa. Saya Cinta." ucapnya dengan wajah berbinar tanpa menanggapi pertanyaanku.

Rangga? Cinta? Heh? Bukannya itu nama-nama pemain di film 'Ada Apa dengan Cinta'? Terus hubungannya sama aku dan wanita simbok-simbok yang ternyata memang berwajah simbok-simbok ini apa? Aduh, kurasa terlalu banyak kata simbok kupikirkan pagi ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In (De) KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang