Hi, perkenalkan, namaku Tina. Aku menderita cedera otak sejak lahir. Hingga itu mengganggu Saraf penglihatanku menuju otak terganggu hingga aku... Buta. Sebenarnya Bunda tidak pernah memberi tahu kalau penyebab Butaku itu adalah cedera Otak yang aku derita, tapi aku pernah dengar sedikit tentang itu saat Bunda sedang bercakap-cakap dengan Dokter.
Aku tau, mungkin Bunda takut jika aku shock mendengarnya. Jika aku bertanya, Bunda selalu menjawab 'Cuma penyebab Buta biasa'. Dan bunda selalu menjawab dengan pura-pura cuek. Itu itu saja yang selalu dikatakan Bundaku.
Kini aku sudah berumur 10 tahun. Hingga saat ini, aku masih buta karna jika donor mata harus dengan umur yang cukup. Lagipula, kalau aku di donorkan mata, kan tetap saja Otakku tidak akan berubah. Dan juga, yang terganggu bukan mataku, tapi sarafnya.
Sejak dulu aku selalu di olok-olok oleh temanku. Mereka menganggap aku gadis yang hina. Hingga saat umurku 10 ini, masih saja begitu. Bunda dan Ayahku sangat menyayangiku. Mereka selalu mengusahakan agar aku bisa melihat.
Aku akan bercerita kisahku mulai dari sini.
3 Januari 2015
"Tina, bangun! Ini udah Pagi" ucap Bunda sambil mengguncang pelan tubuhku.
"ini udah pagi?" tanyaku riang. Aku selalu suka pagi hari. Karna kehangatan sinar mentari mengingatkan kasih sayang Ayah-Bundaku. Sekalipun aku tidak pernah melihatnya. Tapi Bunda hanya diam.
"Bunda? Bunda masih disitu, kan?" tanyaku pura-pura tak tau. Karna aku ingin menghibur Bunda. Sebenarnya, aku sudah tau, kenapa Bunda menangis. Pasti karna Bunda teringat bahwa aku selalu ingin melihat pagi. Pagi yang ku impikan akan terlihat di mataku. Karna, selama ini aku selalu merasakan pagi yang gelap.
"Iya. Tin, cepetan kamu siap-siap! nanti kita mau pergi check ke rumah sakit," suruh Bunda.
"ya, Bun," balasku singkat. Lalu aku tersenyum semanis mungkin. Akhirnya aku beranjak dari tempat tidurku dan pergi ke kamar mandi.
Selesai bersiap-siap, aku menuju meja makan dan sarapan. Setelah itu aku berangkat ke rumah sakit 'Citra Bangsa' bersama Ayah dan Bunda.
*****
Sampai di Rumah Sakit, aku di periksa oleh Dokter Mayla. Selesai di periksa oleh Dokter Mayla, sambil Ayah berbicara dengan dokter, aku dan Bunda bercakap-cakap di ruang tunggu.
Tak lama, Ayah datang.
"gimana yah?" tanya Bunda. Wajah Ayah tampak sedih. Walau aku tak melihatnya, tapi aku bisa merasakannya.
Ayah hanya berdiri terpatung di depan kami. Lalu Ayah duduk di sebelah Bunda dan membisikki Bunda sesuatu.
"ada apa Bunda?" tanyaku.
"nggak pa-pa, biasa kok Tin," ucap Bunda agak parau. Aku merasa ada yang tidak beres.
"Bun, Tin, Ayah pergi ambil obat di Resepsionis dulu ya," ucap Ayah lemas.
"iya Yah," balas Bunda dengan suara yang sudah agak tenang. Aku hanya terdiam tertunduk lemas. Tak terasa Air Mataku menetes ke Pipiku dan jatuh di pangkuanku. Aku merasa iba mendengar Ayah dan Bunda sedih. Bunda tak melihatku karna juga sedang tertunduk sedih.
"Bunda, Tina, ayo pulang," ajak Ayah. Aku berdiri dan menyeka air mataku dan di gandeng oleh Ayah dan Bunda.
*****
"Bunda, aku mau tidur," ucapku sambil menguap dan beranjak dari Sofa yang ku duduki di Ruang Keluarga. Kini sudah Pukul 20.30.
"sebentar, minum Obat ini dulu ya, Tin," suruh Ayah sambil menyodorkan obat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Sang Pemimpi Pagi
Short StoryTina. Gadis yang mengalami kelainan pada matanya sejak lahir berusaha menumbuhkan semangat hidupnya diantara keluarga yang mencintainya. Mampukah dia bertahan diatas penderitaan-nya? Ikuti kisah-kisah mengharukan dan menggetarkan hati dalam kumpulan...