Bahagia dan Bencana

12 0 0
                                    


Dengan hati berbunga-bunga Kudo melewati jalanan menuju rumahnya dengan lompatan kecil. Dia tak menyangka kejadian tadi sore persis seperti di film. Mamang tak seluruhnya berhasil namun tetap saja momen tadi adalah hal yang paling mengesankan sepanjang hidupnya.

Momen pertama kali jatuh cinta dan menyatakan cintanya. Bahkan Kudo tak percaya dia terlihat sangat dewasa ketika mengatakan perasaannya tadi. Agak sedih tapi Kudo tahu, Utena belum mengerti soal cinta dan dia tak bisa memaksa. Ah. Ini sudah lebih dari cukup. Pikirnya.

Tas ransel di punggungnya tak kerasa berat karena perasaan yang selama ini memberatkannya sudah hilang. Sambil menggumam dan terus berjalan, matahari mulai turun, bersembunyi di balik gunung. Banyak orang mulai bersimpangan dengannya menuju rumah masing-masing, salah satunya ialah Paman Hikora.

Dari pinggir jalan raya ini Kudo bisa melihat postur bungkuk Paman Hikora berjalan mendekat tak jauh di depannya. Kudo menyapa, "Paman!" nyaring hingga membuat paman setengah kaget.

"Oii, Nak Kudo." Paman mempercepat langkahnya. Sampai mereka berdua sekarang saling menghadap.

"Paman baru pulang?" Kudo bertanya.

"Ya, kau juga ya?" Paman menjawab. Dia langsung mengusap puncak kepala Kudo dengan gemas.

"Oh iya paman, besok ajari aku cara mengendalikan tanah dan batu ya. Supaya aku bisa buat rumah yang besar seperti Paman Hikora." Kepala Kudo mendongak. Dia tersenyum lebar saat meminta.

"Untuk apa? Jangan jadi ahli batu sepertiku, kau bisa jadi tentara dan orang hebat lainnya seperti kakak-kakakmu," kata Paman Hikora. Dia melepas tangannya dari kepala Kudo. Paman kemudian berjongkok menyetarakan tinggi badannya dengan Kudo.

"Tapi Paman, aku nanti juga butuh rumah dan tempat tinggal seperti paman, aku harus jadi ahli batu seperti Paman," Kudo tak mau mengalah. Dia tetap kukuh dengan permintaannya.

"Haha," paman tertawa. "Kalau begitu, kau tinggal panggil aku saja, akan aku buatkan rumah yang besar sesuai keinginanmu."

"Hmm, memangnya paman masih bisa? Kalau aku sudah dewasa, bukankah paman akan jadi kakek-kakek? Memangnya paman masih kuat?" Kudo mencibir, sedikit bercanda.

Paman Hikora langsung meledakkan tawa. "Kau sangat pintar, Kudo. Baiklah kalau begitu, akan paman ajarkan cara mengendalikan tanah dan batu. Kalau mau, besok sepulang kamu sekolah, bagaimana?"

Kudo spontan melompat girang. "Benarkah Paman? Yes!"

"Haha, kau semangat sekali rupanya, Kudo." Paman kembali mengacak rambut Kudo setelah bocah laki-laki itu berhenti melompat.

"Baiklah Paman, aku akan minta izin Ibu dan Ayah dulu. Besok Kudo temui Paman di tempat kerja Paman. Bagaimana?" Kudo menawari.

"Anak pintar, jadi Paman tak perlu repot ke rumahmu, iya kan?"

Kudo mengangguk mantap. Dia menunjukkan jempolnya. "Kalau begitu, Kudo pulang dulu ya Paman. Janji besok bakal ajari Kudo ya."

Paman mengangguk juga mengacungkan kedua jempolnya untuk Kudo, dia lantas berdiri dan memutar badan ketika Kudo lebih dulu berlari meninggalkannya. Melambai tangan, membalas lambaian tangan bocah kecil itu. Tertawa setengah tak percaya, semua saudara Kudo adalah tentara hebat, tapi kenapa dia malah mau jadi ahli batu?

Paman mengelengkan kepala, lalu pergi dari sana.

@@@

Hatinya masih sangat senang. Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan. Tapi, langkah riangnya ta bertahan lama, seratus meter sebelum dia sampai rumah, bayangan malam membiaskan sinar kuningan, asap hitam itu mengepul dan mengudara, menyatu dengan langit. Kudo kecil menyadari sesuatu yang aneh.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 25, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BeastWhere stories live. Discover now