''Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh...
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh....''
Astaghfirullah ...
Baru saja menunduk hendak mengucap dzikir, gadis ini mendongak kembali. Meluruskan pandangan. Hanya mengucap "Astaghfirullah" tiga kali, ia bahkan belum sempat melanjutkannya lagi. Ia kembali teringat pemuda yang tadi ditabraknya. Lalu kini, kedua ujung bibirnya tertarik ke atas, bibirnya nampak melengkung. Sebuah senyuman yang indah.
Tampan adalah kesan pertama untuk pemuda kemarin. Manis adalah ungkapan untuk mendeskripsikan senyuman pemuda itu. Dan aneh adalah satu kata yang sudah pasti terucap melihat pandangan pemuda itu padanya. Apakah di Inggris perempuan berkerudung nampak aneh dan asing? Padahal banyak sekali jumlah perempuan berhijab yang kemarin ditemuinya di gedung itu.
"Ahh, astaghfirullaah... Aku lupa dzikir dan malah memikirkan pemuda aneh itu. Membuang masa. Oh ya, aku masak kari... Astaghfirullaahh, ya Allah..."Tanpa melipat kain sholat dan sajadahnya, ia langsung berlari ke arah dapur kecilnya. 'Huh, Alhamdulillah' ucapan syukur terucap dengan baik dari mulutnya. Masakannya tak gosong. Ia mengaduk kembali masakan berkuah kental itu. Sesekali menghirup harumnya rempah-rempah yang menjadi bumbu utama masakannya.
'Klek'
Dimatikannya kompornya. Masakannya sudah matang. Dan Allah melindunginya.
Ia berjalan, kembali ke kamarnya. Melipat kain mukenah dan sajadahnya lalu menumpuknya di atas tumpukan kerajang rotan berisi tumpukan baju yang belum disetrikanya. Sebetulnya sudah rapih disetrikanya saat kemarin masih di Maharashtra, namun, karena masuk koper, semua bajunya harus disetrika kembali jika ingin terlihat rapih.
Gadis berperawakan tinggi dan berkulit putih langsat itu kembali ke dapur. Menuangkankan masakannya ke sebuah mangkuk kaca sedang. Membuka tudung saji, dan mengambil beberapa lembar roti jala. Dilumuri kuah kari di atasnya, itulah nikmatnya masakan khas tempat kelahirannya yang tiada duanya.~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
Aleesha berjalan dengan santai di tengah keramaian kota London pagi hari ini. Terlihat banyak pemuda dan pemudi yang berpakaian rapih. Pekerja kantoran, petugas kebersihan, petugas keamanan, anak sekolah dan terlihat juga beberapa orang yang berpakaian santai. Hari ini lebih cerah dari kemarin. Matahari tampak ceria ,namun udara masih dingin. Ia mengeratkan jaketnya.
Seperti perintah gadis bernama Jasmin kemarin, ia datang ke gedung yang ia sendiri sebut "gedung cappucino". Jika mengingatnya, ia tertawa dalam hati. Gedung cappucino sudah tampak ramai. Baru ia ingat bahwa hari ini dilaksanakan kegiatan amal."Assalammu'alaikum, Aleesha... Apa kabar?"
Mendengar itu, ia langsung berbalik badan. Ditemukannya Jasmin sedang tersenyum ke arahnya. Ia langsung menundukkan badannya lalu menjawab salamnya sekaligus merapatkan kedua telapak tangannya. Sesuai adat negeri ayahnya.
"Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah, sangat baik, Jasmin. Dan sepertinya aku terlambat sekali ya.... Sudah ramai orang di sini...", ucapnya sambil melihat-lihat sekelilingnya. Kegiatan amal, ada juga bazar rupanya.
"Iya, begitulah. Namun, kamu tidak datang terlambat, sangat tepat pada waktunya. Oh ya, mari ikut saya! Saya akan mengenalkan kamu pada kawan-kawan organisasi"
Aleesha hanya mengangguk dan mengikuti langkah Jasmin. Namun, ia berusaha menyamai langkahnya. Berdiri sejajar di samping Jasmin. Sebenarnya, ada banyak pertanyaan yang berputar di fikirannya sekarang, namun ia bingung bagaimana caranya membuka pembicaraan dengan orang yang baru saja ia kenal.
YOU ARE READING
Orlin
Teen FictionSeorang gadis muslim bernama Aleesha Orlin yang mendapat beasiswa untuk menimba ilmu di negeri impiannya, Inggris. Di sanalah awal kisahnya dengan seorang pemuda bernama Aaron William Ezekiel, seorang yang membenci Islam karena masa lalunya dan perg...