Kata orang, jatuh cinta itu perihal mudah.
Sementara, move on dari sebuah cinta itu adalah resiko terparah.
"Sabar, Lis!"
Kalimat itu bahkan hanya terdengar seperti angin berlalu di telinga Alista. Dibalik kemelut hati dan juga detak jantungnya yang semakin cepat.
Gadis berusia 25 tahun itu mendadak jatuh ke sofa ruang tamu. Wajahnya semakin pucat dan bibirnya tak sanggup lagi menahan rintihan kesakitan. Sejak kedatangan Lea tadi pagi, Alista dibuatnya seperti orang gila.
Kertas bertuliskan nama Juno Anggara dan Wilma Anastasya membuatnya setengah mati melafalkan kebenaran.
"Bangun, Lista! Lo nggak boleh kayak begini." Lea mengguncang-guncang bahu gadis di hadapannya dengan kasar.
Badan mungil yang masih memakai piyama itu bahkan tidak bergerak sama sekali. Namun suara tangisnya yang meraung-raung membuat kepala Lea sakit.
"STOP LISTA!" Lea menutup kedua telinganya kemudian dengan cepat menggusur kedua kaki jenjang dari atas sofa. Suara tangis tiba-tiba berganti dengan jeritan ketakutan. Tanpa pikir panjang disambarnya botol berisi air mineral dari atas meja.
Teriakan Alista semakin kencang, kali ini bukan karena digusur melainkan air yang disiramkan ke arah wajahnya.
Tangannya tertahan ketika hendak mengambil botol kedua. Dilihatnya seorang wanita berbadan tinggi kurus menatap tajam. Lea tidak sempat menjelaskan apa pun ketika lima jari sudah mendarat di pipi kanannya.
"Berhenti menyiksa kembaranmu sendiri!"
Lea terengah-engah menahan rasa terkejut atas tamparan barusan.
Alista kini sudah berbaring di posisi semula berkat bantuan ibunya.
"Kita perlu bicara." Ucap wanita berambut sebahu sambil mengambil botol kosong yang berserakan.
Alea yang senang dipanggil Lea itu hanya mengalihkan pandangan.
"Si Juno itu nggak pantas ditangisi! si breng- ..." Lea berhenti kemudian menenangkan diri berusaha mengatakan kalimat yang lebih sopan.
"Mungkin seharusnya si Wilma itu aku hajar sampai mukanya ... "
Kali ini dia benar-benar berhenti bicara. Emosinya yang sudah meledak tidak bisa lagi dikendalikan . Dengan segera tangan mungil itu meraih tas selempang kemudian berjalan sambil mengambil jaket belelnya.
Si gadis berambut merah segera keluar rumah. Bunyi pagar besi yang beradu menandakan amarahnya semakin menjadi-jadi. Dia tahu ibunya tidak seperti kebanyakan ibu di dunia ini. Harapan untuk memanggil namanya sambil berlari atau menangis memintanya kembali hanyalah sebuah adegan yang bisa ia tonton dalam sinetron.
Pada kenyataannya, Lea akan selalu pergi hanya dengan kedua kakinya.
Dia menarik napas lagi dan sesekali memegang pipinya yang mulai memerah.
Alista sebenarnya bukan orang yang lemah atau gampang digusur bagai sampah seperti tadi. Psikisnya mulai melemah ketika Juno, lelaki yang dipacarinya hampir selama enam tahun. Tiba-tiba memberikan sebuah undangan pernikahan. Hubungan itu kandas tanpa persetujuan siapa pun. Tidak ada yang mengambil keputusan untuk berpisah.
Namun, datangnya surat undangan tadi pagi mengalahkan segala keyakinan Alista. Mimpi untuk terus bersama ternyata harus dihapuskan dari daftar mimpi indahnya.
Bagi sebagian orang ini hanya kisah klasik.
Ya!
Tapi bagi Alista ini merupakan tembakan maut tepat di hatinya. Bagaimana mungkin lelaki yang sering dia banggakan setega itu mengkhianatinya? bahkan kata 'putus' tidak pernah terucap dari keduanya.
Lalu apa yang terjadi? Kenapa Juno harus menikahi Wilma? Gadis yang juga sangat memiliki rasa hormat terhadap Alista.
Kepalan tangan Lea semakin mengeras.
Cinta?
Lea hampir percaya dengan kalimat itu ketika hari-hari Alista lebih berwarna. Namun hari ini kata itu hanya bualan semata.
Enam tahun bersama atas nama cinta? Lea mendengus.
Dulu cinta memang terlihat manis tapi detik ini cinta hanyalah waktu terbodoh yang mengikis usia kembarannya.
Lea berhenti melangkah ketika melewati sebuah tempat.
Sebuah gaun putih dibalik kaca tebal membuatnya tak berhenti menatap. Ingatannya kembali pada beberapa hari yang lalu. Sebelum hari ini datang.
Waktu itu Alista menatap gaun ini dengan mata berbinar dan mengatakan kalimat yang indah. Hal itu membuat hati Lea kembali teriris.
Matanya kemudian menatap lurus gedung di seberang lampu merah.
Banyak orang yang lewat hampir menabraknya. Namun tidak ada hal lain yang dia pedulikan kecuali nasib Alista.
Hatinya hanya bergumam sendiri.
Untuk masa-masa sulit itu ... ada seseorang... atau mungkin lebih ... yang harus merasakan pembalasannya.
Halo... salam kenal untuk semua pembaca. Untuk Bab pertama mungkin sedikit bertanya-tanya apa maksud dari cerita ini atau bagaimana jalan ceritanya? Alista atau Lea yang menjadi pemeran utama? :D yang jelas tebakan kalian mungkin bisa benar atau juga salah.
Ditunggu ya kelanjutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride Next Door
General FictionCinta itu harus diikat oleh sebuah pernikahan, kalau tidak cinta kenapa harus menikah? Alea bahkan tidak mengerti kenapa cinta harus menjadi dasar dari sebuah pernikahan? padahal cinta sering kali berbohong, haus akan saling melukai, cinta pernah me...