" Jika boleh mengulang waktu, bisakah kita berhenti pada hari di mana semuanya masih baik-baik saja? Sehingga kita tidak perlu lagi mengulang semua yang ingin kita lalui ."
"Terima Kasih, gaun ini memang indah." Alea berusaha tersenyum ramah.
Terlihat wanita dengan seragam hitam putih itu membalas dengan senyuman.
"Dua hari yang lalu ada yang mau membeli gaun ini dengan harga tinggi."
Alea yang sempat membuka pintu segera membalikan badan. Senyum setengah ramah itu kini benar-benar hambar. Rasanya butik yang dianggap terkenal di Kota Jakarta itu menarik badannya kembali untuk tetap tinggal.
"Oh, ya?"
Rok hitam selutut membuat wanita itu terlihat rapi, namun perkataannya kali ini membuat kuping Alea terganggu.
"Untunglah, anda sudah membelinya beberapa minggu lalu dan mengambil barang ini sekarang."
Kali ini Alea hampir tersenyum sambil mengacungkan paper bag yang berisi gaun.
"Mbak! gaun cantik ini hanya pantas digunakan oleh gadis dengan hati yang murni, bukan gadis pencuri calon pengantin orang lain."
Perkataan itu membuat wanita tersebut diam dan kehilangan senyumnya. Dia terlihat bingung dan kini gilirannya yang terganggu dengan ucapan Alea. Namun tidak ada yang lebih penting selain kata 'terjual'.
Kini benda yang diinginkan oleh orang lain telah menggantung di jemari pelanggannya. Tanpa berkata apa-apa lagi dia segera melangkah keluar dan berjalan dengan cepat menuju rumah.
Tiba-tiba bayangan wajah seorang perempuan muncul dalam benak Alea. Langkahnya yang tengah gontai terpaksa berhenti. Lalu dia mendengus kesal.
"Wilma... Lo mungkin mendapatkan semua hal yang Alesta miliki, kecuali ..." Matanya melihat ke dalam isi paper bag.
Meski kini gaun itu telah menjelma menjadi lipatan di dalam dus jinjingan, namun detail bordiran berbentuk kupu-kupunya masih terlihat. Bahkan benang berwarna emas yang membentuk bunga di bagian dada masih bisa terlihat. Warnanya yang keemasan sangat cerah dengan paduan berwarna dasar putih.
Alea menghela napas dan kembali menjinjingnya.
Alista bukan wanita yang wajib dipersalahkan atas semua kejadian yang telah menimpanya. Beberapa minggu yang lalu dia memang memesan gaun pengantin. Ini selera gaun yang sangat dia minati. Juno mungkin tidak tahu kalau saudara kembarnya sudah sejauh ini memikirkan sebuah pernikahan. Namun kabar buruk kemarin membuatnya sangat tertekan. Bahkan hati Alea mampu merasakan kesakitan yang mendalam.
Lelaki itu harus membayar semuanya.
Suara pintu terbuka.
Tepat di hadapannya, Alista masih terbaring di ranjang. Masih dengan keadaan yang sama. Dengan tangan gemetar dia menahan langkahnya untuk mendekat. Tidak tega melihat kembarannya yang kian lemah dengan lingkaran hitam di sekeliling matanya . Wajah yang tidak menyimpan senyuman lagi padahal dulu lebih banyak terlihat bahagia.
Rambut Alista yang sudah tak karuan, tubuh yang semakin kurus dan... perasaannya yang mungkin sudah mati dengan satu tepuk.
"Lihat, apa yang akan gue lakukan nanti. Mereka harus membayar sesuatu yang telah mereka beli."
Perkataan itu membuat Alista menengok perlahan. Namun tak mengatakan apa-apa.
Alea mengambil gaun dari jinjingan kemudian merentangkan di depan dada, berusaha menunjukkan pada kakaknya.
"Wanita itu bahkan berusaha mencuri gaunmu." Sekuat tenaga Alea menahan genangan air mata.
Mata sayup yang teduh tiba-tiba menatapnya dengan lembut. Tersirat sejumlah kesakitan yang bersembunyi dari bola mata kembarannya.
"Lo harus memakainya di hari pernikahan Juno!" Tegas Alea.
Tak disangka mata sayup itu malah berpaling seolah Alea hanya mengatakan omong kosong. Dia kembali menarik selimut dan kini mengubah posisi membelakangi gadis itu.
"Kalau Kakak tak memakainya, ade yang akan mewakili."
Ekspresi Alista kemudian berubah total. Dia terbangun dengan cepat, lalu segera menuruni ranjang. Matanya menatap lurus ke arah Alea bersama gaun itu.
"Apa maksud lo?"
Untuk pertama kalinya mereka berhadapan seperti ini. Dengan wajah yang sama-sama menyedihkan.
"Jangan bertindak bodoh, lo bahkan nggak tahu siapa Juno yang sebenarnya."
Alea tertawa kecil di balik kesedihannya.
"Gue nggak perlu tahu, Cuma satu hal yang akan terus gue ingat, yaitu... Kesakitan saat melihat lo menangis seperti orang gila. Lelaki seperti itu bahkan nggak pantas disebut lelaki."
"Hentikan! Jangan menambah suasana yang sudah rusak atau kamu yang akan mengalami kerusakan."
"Oh, ya? bahkan ketika undangan itu datang ke rumah, hidupku sudah rusak duluan sebelum kamu."
Alea tidak bermaksud mengeluarkan kata-kata kasar tapi dia tidak bisa menahannya lebih lama.
"Jadi... katakan sekarang. Lo mau memakainya atau nggak?"
Alista terlihat menelan ludah sambil memandang gaunnya. Sementara mata adiknya tak berhenti menatap dengan lekat.
"Alista... Jangan tahan amarah lo."
Tiba-tiba tubuh Alea dengan sekejap terasa hangat. Pelukan saudara kembarnya begitu mengejutkan. Saat itu badan Alista sangat bergetar. Dia menangis sejadi-jadinya di pelukan Alea.
"De... Kita nggak perlu menjadi orang lain untuk membalas mereka. Jangan biarkan kakak menjadi wanita seperti Wilma."
Gaun itu kini hanya tergeletak di lantai. Jemari Alea merengkuh punggung Alista yang mulai naik-turun karena isak tangis yang tak kunjung berhenti.
Mata Alea masih tertuju pada gaun tersebut.
"Tenanglah, Gue bahkan nggak tertarik untuk menjadi orang lain. Alea tetap Alea. Alista akan tetap menjadi Alista. Gue hanya mau mengantarkan karma yang pantas untuk mereka."
Alista kemudian melepaskan pelukan.
Sementara Alea hanya tersenyum sambil menatap gaun itu.
Halooooo... Maaf karena kesibukan saya jadi melupakan cerita ini. semoga postingan ini bisa segera memberitahu isi ceritanya. Karma apa yang akan di antarkan oleh Alea? Tunggu postingan selanjutnya ya... Bagi yang punya cerita hidup ditinggal nikah mudah-mudahan cerita ini tidak menyinggung ya hahaha... Jangan lupa kasih kritik dan saran. Kalau tidak keberatan silakan kasih bintang kalo gak bisa silakan kasih bulan aja :D
Terima Kasih
-Vini Sadewa-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride Next Door
Ficción GeneralCinta itu harus diikat oleh sebuah pernikahan, kalau tidak cinta kenapa harus menikah? Alea bahkan tidak mengerti kenapa cinta harus menjadi dasar dari sebuah pernikahan? padahal cinta sering kali berbohong, haus akan saling melukai, cinta pernah me...