-
Author's POVJam menunjukan pukul 20:30 dan Chellin masih berkutat dengan laptop Karin, ya Karin.
Saat ini Chellin sedang berada di rumah Karin biasa tugas kelompok, sial sekali bukan?
"Chell udah lah lo balik aja keburu makin malem ini, nanti sisa nya biat gue yang kerjain. Udah sans aja jangan serius-serius gitulah." Ucap Karin.
"Nanggung Rin, nanti jam 9 gue balik deh takut dicariin nyokap juga."
"Kebiasaan. Dasar batu, terserah lo aja deh." Ucap Karin sembari mengetikkan pesan pada iPhone nya.
Jam menunjukkan pukul 21:00. Chellin segera membereskan barang-barang yang ia bawa karna ia akan segera pulang.
"Chell lo serius mau cari taksi jam segini? Aduh gimana ya mobil gue dipake nyokap lagi. Hm lo nginep aja deh ya, perasaan gue gak enak nih." Kata Karin memohon.
"Emm kayak nya gak deh Rin, gue mau balik aja. Lu jangan ngomong gitu dong, gue bakal baik-baik aja serius deh. Sans gurl." Balas Chellin meyakinkan, padahal dirinya juga tidak yakin.
Maklum komplek rumah Karin sangat sepi, apalagi sudah malam begini. Tapi mau bagaimana Chellin tidak mau merepotkan.
Chellin pun meninggalkan rumah Karin yang diantar oleh Karin sampai pintu gerbang rumah nya.
"Bye Chelie! Hati-hati ya! Kalo udah sampe rumah kabarin gue."
"Iya Kayin nanti gue line ok? Bye."
Chellin melangkahkan kaki nya meninggalkan pekarangan rumah Karin.
Ia berjalan keluar komplek Karin sambil terus berharap ada yang mau memberikan tumpangan sukarela untuknya.
Pasalnya, sudah sepersekian menit ia berjalan tak satupun taksi atau angkutan umum yang lewat. Ia sempat berfikir apa ia akan pulang dengan berjalan kaki? Ah, semoga tidak.
Tapi kalau sudah begini ia tak bisa berharap banyak.
Sepertinya doa Chellin di ijabah oleh Allah SWT karna ia melihat Pangkalan Ojek tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang.
'Fix sih ini gue musti naik ojek, yaudah lah.'
Saat Chellin sudah berdiri didepan Pangkalan Ojek tersebut, betapa kaget nya ia saat melihat tiga pemuda yang seperti nya... mabok?
Chellin memutuskan untuk segera berlari pergi. Tapi apa daya, bajingan-bajingan itu sudah melihatnya duluan. Sial.
"Eh neng cantik, mau kemana neng? Malem-malem gini kok sendiri aja? Sini-sini sama abang." ucap salah satu pemuda itu sambil menepuk-nepuk tempat duduk disebelahnya.
Chellin tak menghiraukan perkataan pemuda itu. Ia segera pergi berlalu.
Tapi tanpa ia sangka pemuda tadi mencengkram tangan nya kuat. Dirasakan nya kuku-kuku itu seperti menancap ke kulitnya.
"Awhh..." rintih Chellin pelan.
"Lo udah muncul dihadapan gue, sekarang lo harus muasin gue." ucap nya yang sedikit ambigu.
"Hahaha gantian ya bos sama gue entar." ucap salah satu temannya yang juga mabok itu.
"Lepasin gue! Ih apaan sih lo, lo fikir gue mau sama lo? Lepasin ga?!" bentak Chellin, ia benar-benar emosi sekarang. Memang muka Chellin kelihatan seperti cabe-cabean dipinggir jalan apa?
"Oh lo mulai berani sama gue? Gengs pegang tangan ni cewe. Pepetin ke tembok situ." ucap nya yang membuat Chellin takut setengah mati.
Ia mulai berfikir yang tidak-tidak tentang apa yang akan mereka lakukan. Emosi Chellin yang berapi-api pun menyurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I in love with you?
Teen Fiction- Pilihan nya hanya tinggal jatuh atau berdiri sendiri. Sementara tanah yang ada, belum siap diterjang rasa. Jika rasa telah punah. Ia memfosil dalam nadi. Bersemayam tanpa nafas dan akan susah digali.