Chapter 2

628 41 0
                                    

Pagi yang sangat cerah, berbanding terbalik dengan ekspresi Changmin yang tampak murung dengan dua mata panda yang menghiasi wajah tampannya. Setelah melewati malam yang cukup panjang bersama segala penyesalan yang semakin menyiksa, kini ia dipaksa berhadapan pada sebuah kenyataan pahit, cintanya akan berakhir beberapa jam lagi, tepat saat Yunho mengikrarkan janji suci bersama Go Ara jam sebelas siang nanti.

'Tak ada yang bisa Changmin lakukan selain menyesali keputusan sepihak darinya untuk mengakhiri hubungan yang telah dirajutnya sekuat tenaga. Ingin berjuang, untuk apa? 'Tak ada lagi yang bisa diperjuangkan, entah untuk kebahagiaan atau pun cinta. Semua sudah terlambat, Yunho akan menjadi milik orang lain, dan itu sudah lebih dari cukup untuknya menyerah akan takdir rumit yang diciptakannya sendiri.

Diciptakannya sendiri?

Tentu.

Andai ia mempunyai keberanian untuk tetap memperjuangkan cinta terlarangnya bersama Yunho, 'tak ada kata 'aku' atau pun 'kamu', melainkan 'kita'. Sayangnya ia 'tak mempunyai sedikit pun keberanian untuk tetap memperjuangkan segalanya. Memilih menyerah, kehilangan orang yang dicintainya demi menjaga perasaan keluarga yang disayangi. Bukankah dirinya terlalu munafik dan naif?

Menghela napas frustrasi, Changmin mulai bangkit dari ranjang hangatnya, berusaha menerima kenyataan hidup yang kian menyiksa. 'Tak ada untungnya terpuruk dan terus melarikan diri dari takdir menyakitkan yang diciptakannya sendiri.

~ kreek ~

Belum sempat Changmin turun dari ranjang, pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Yunho yang berdiri di ambang pintu dengan segala kebisuan.

Begitulah Yunho, selalu seenaknya sendiri. Tanpa mempedulikan perasaan Changmin, Yunho kerap kali datang ke rumah Changmin tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Yunho tak pernah sadar, sikap seenaknya itulah yang sering kali melukai perasaan Changmin.

Waktu semakin berlalu, 'tak ada ucap kata yang keluar dari bibir keduanya. Kedua orang tersebut memilih menatap masing-masing lawan dengan segala kerinduan dan kesakitan yang membuncah di dalam dada. Changmin yang merasa gerah dengan situasi riskan tersebut, memilih membuka suara untuk sekadar mencairkan suasana mencekam yang membelenggunya.

"Kebiasaan buruk." Changmin membuka pembicaraan dengan ekspresi tenang. "Kau 'tak bisa masuk ke rumah orang seenaknya, Hyung."

"Aku punya kunci rumahmu, dan itu sudah menjadi bukti nyata jika kau masih menginginkanku datang ke rumahmu seenak hatiku," balas Yunho tanpa sedikit pun merasa bersalah. "Ayo kita bicara!"

"Bicara apa?"

"Apa pun yang bisa kita bicarakan."

"Sayangnya aku 'tak ingin berbicara denganmu, Hyung."

"Sayangnya aku memaksa."

Setelah menutup pintu, Yunho menghampiri Changmin yang masih setia duduk di atas ranjang. Tanpa mempedulikan tatapan protes dari lawan bicaranya, Yunho pun naik ke atas ranjang, duduk bersila di hadapan Changmin dengan ekspresi setenang mungkin.

Changmin tersenyum getir sebagai balasan atas tatapan innocent yang dilayangkan Yunho padanya. Sampai kapan Yunho akan menyiksa batinnya seperti ini?

"Kau yakin 'tak ingin mengatakan sesuatu padaku, Min?"

"Tidak."

"Kau yakin?"

Changmin mendengus kesal. "Sudahlah, Hyung. Sebaiknya kau pergi sekarang! Bukankah sebentar lagi kau akan menikah?"

Yunho mengangguk dengan acuh. "Masih tersisa lima jam untukku menghabiskan waktu denganmu, sebelum aku menjadi milik orang lain," jawabnya enteng. "Changmin-ah, buatkan aku sarapan! Sudah empat hari ini aku belum makan nasi. Aku benar-benar kelaparan."

HOW CAN ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang