Prolog

160 11 0
                                    

GDUBRAK!!!

Aku merasakan tubuhku menghantam lantai keramik tepat di depan sebuah kelas. Jelas, ini sangat sakit.

Aku melihat sekelilingku, tidak ada siswa yang lewat karena memang bel sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu.

Saat aku berdiri, seperti ada yang menempel di kakiku. Jangan bilang kalau ini ular?!

Dengan ragu, aku melirik ke arah sepatuku. Tidak ada ular disana. Hanya ada sebuah benda panjang berwarna putih yang membelit kakiku.

"Yah, Buk! Itu earphone kesayangan saya kenapa dilempar?!"

"Makanya, kalau sudah waktunya masuk jangan pake earphone!"

Aku melirik kelas yang berada tepat di sampingku. Seorang siswa tampak sedang melakukan pembelaan atas perbuatan yang ia lakukan, ini menurut indera pendengaranku yang masih berfungsi dengan sangat baik.

Aku berniat akan pergi dari tempat itu setelah melempar benda putih itu ke pohon mangga yang ada di depan kelas.

"Woy! Tunggu!"

Aku diam. Aku mengenal suara itu. Itu suara Rio.

"Lo kemanain earphone gue?!"

"Hah?"

"Earphone putih gue. Yang tadi dilempar Mak Lampir. Mana?"

Aku menelan salivaku. Jadi yang tadi sedang dimarahi itu Rio? Benar-benar tidak dapat dipercaya!

Sedetik kemudian aku tersadar. Benda putih yang kukira sebuah tali ternyata adalah earphone milik seorang Rio. Dan benda itu sekarang berada di....

Atas pohon mangga.

Aku melirik ke atas pohon. Rio yang menyadari itu ikut melihat ke atas pohon. Sesaat kemudian ekspresinya berubah.

Selamat datang di Pluto, Fika.

Earphone In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang