Sudut kepala mikha berdenyut kuat. Baru saja ia selesai meminum aspirin yang di ambilnya di kotak obat pria itu.
Tubuhnya ia hempaskan kasar ke sofa putih di sebrang ranjangnya.
Matanya terus ia tutup mencoba menerawang kejadian yang beberapa saat lalu di alaminya.Oh- dia hampir gila karena itu.
"Mikha!" Panggil seseorang dengan suara beratnya itu dari luar.
"Great, apa lagi sekarang?" Mikha menghela nafasnya jengah. Baru saja ia meletakan pantatnya. Bahkan aspirinnya pun belum tercerna dengan baik.
Dan setelah ini? Pasti akan semakin buruk.Pria yang kini mengenakan kaus putih polos juga celana tidur panjangnya itu dengan berat hati kembali melangkah ke pintu kamarnya.
Ia memutar knop pintu dengan lemah seolah enggan untuk melakukannya."Ada apa, ben?" Tanyanya dengan hanya separuh wajah yang ia tampakkan.
Reuben mendengus kesal.
Wajahnya sedikit berantakan entah kenapa. Dan hei! Apa peduli mikha?"Se-hina itu kah aku sampai kau tak mau melihatku sepenuhnya?" reuben mengunyah permen karetnya. Jas yang mirip dengan milik mikha itu masih terpasang rapi di tubuh reuben walau taj ada satu kancingpun yang menyangkut di sana.
Kemeja abu-abu pria itu berlumuran darah segar. Dasinya pun sudah tak menggantung di lehernya.
"Kau berantakan. Aku benci bau darah!" Mikha membentak sambil sedikit membekap bagian hidung serta mulutnya, saat bau anyir mulai menyeruak di sekitarnya.
Reuben tertawa renyah sambil memandangi pakaiannya. Darah di kemejanya memang benar-benar bau.
"Katakan apa yang kau butuhkan! Dan segeralah pergi!" Sanggah mikha secepat mungkin.
"Berkas si anderson brengsek itu. Ada padamu, bukan?" tanya reuben cepat menyadari ketidaksukaan yang tersirat dari wajah adiknya itu.
Tanpa banyak bicara, mikha langsung berbalik dan masuk kedalam kamarnya.Bukan. Bukan untuk meninggalkan reuben. Ia mencari berkas Anderson corp yang beberapa hari ini cukup membuatnya ingin bunuh diri.
Helaan nafas lega keluar dari mulut pria itu saat pandangannya menangkap setumpuk kertas dalam map biru transparan di rak bukunya.
Ia mengambil map itu kemudian kembali pada reuben yang masih menunggu di luar kamarnya."Kau mengerjakannya?" tanya mikha sembari menyerahka map tebal itu.
Reuben menerimanya dengan anggukan dan seulas senyum seringai."Dengan tangan dan senapanku sendiri." Ucapnya membusungkan dada.
Reuben menepuk pelan pundak mikha kemudian melenggang pergi entah kemana.Untuk kesekian kalinya untuk hari ini, mikha menghela nafas beratnya. Kepalanya menggeleng karena kakaknya yang tak pernah bisa berhenti bermain dengan hobinya itu.
Kali ini Mr.Carol Anderson lah yang menjadi media penyalur hobi kakaknya itu.
Reuben tak sengaja mendengar berita tak sedap tentang brahmatyo corp, atau lebih tepatnya, salah satu perusahaan keluarganya itu di televisi. Dan itu semua bersumber dari mulut carol laknat pemilik andreson corp.Tanpa memastikan lagi, reuben langsung saja mengerahkan anak buahnya untuk sekedar menculik andreson. Dan selebihnya? Mati atau tidaknya manusia itu, ada di tangan reuben.
Kakak kedua mikha itu tak mau kehidupan adiknya terusik oleh siapa pun itu. Dan reuben tau, andreson lah yang belakangan ini menyebabkan adiknya depresi karena menurunnya investasi perusahaan hanya karena berita murahan yang menyebut keluarga mikha adalah keluarga pembunuh.
Ya walaupun memang benar. Tapi tidak sepenuhnya membunuh. Ini hanya penyalur hobi.
"Makanlah dulu, tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOSEN
FanfictionI'm here. nobody can be faulted. this is the destiny. i'm not even human. but i've got this feeling on you. because you are, Chosen- WARNING : Little bit mature content! Copyright © 2016 by chatainanindy