Who are you?

515 18 2
                                    

"Ohh cowo yang itu? Ganteng banget girls. Hihi "

Sekumpulan gadis berpakaian putih abu-abu sibuk berbicara kemudian tertawa dengan lantang. Mereka tidak mempedulikan tatapan sinis para penumpang busway.
Suasana busway yang beroperasi sore itu sangatlah sesak.
Sehingga memaksa Alana untuk duduk berdempetan dengan gadis-gadis cerewet itu.

Kenapa mereka berisik banget sih ya ampun..
Batin Alana.

Alana membenarkan letak headsetnya, ia menekan tombol volume up berkali-kali. Ia sudah tidak tahan dengan obrolan para gadis itu yang sepertinya semakin membuat orang-orang menatap sinis kearah mereka.

"Perhatian, sebentar lagi Busway akan tiba di halte pemberhentian. Silahkan siapkan barang bawaan anda. Terimakasih."

Suara petugas Busway terdengar sangat jelas. Membuat semua penumpang langsung bersiap untuk turun.
Alana mematikan lagu favorite nya - Photograph by Ed Sheeran. Ia melepaskan headset dari telinga, menyatukannya dengan handphone dan kemudian ia masukan ke dalam kantung kecil tas sekolah miliknya.

Alana kemudian beranjak dari tempat duduk , ia berjalan ke pintu keluar bersama para penumpang lainnya. Gadis-gadis cerewet tadi sudah hilang, mungkin mereka lebih dulu begegas.

Psssstttt
Pintu busway terbuka.

Semua orang berebut untuk keluar.
Alana berbeda, ia sangat tidak menyukai berdesak-desakan seperti itu. Ia memilih untuk keluar belakangan.

"Huh dia lagi." gumam Alana ketika baru saja keluar dari Busway.

Alana memandangi seseorang yang sedang berdiri tak jauh dari dirinya.
Orang itu pun merasa dirinya dipandangi oleh Alana, ia melihat Alana sekilas. Hanya sekilas.

***

Siapa sih dia? Kenapa dia selalu mengikutiku? Apakah dia orang jahat? Atau dia itu...

Alana terus berjalan dengan pikiran yang kacau. Ia takut sekaligus penasaran. Tangannya sesekali mengusap keringat di hidung mancung miliknya. Terlihat jelas bahwa ia sangat gugup.
Terdengar suara batuk kecil dari belakang Alana.

Gawat, dia masih mengikutiku.

Alana mempercepat jalannya.
Tanpa ia sadari, orang dibelakang nya pun ikut mempercepat langkah nya.

Alana sudah tidak tahan dengan perasaan penasarannya. Ia menghentikan langkah tepat di depan rumah minimalis berwarna hijau muda. Rumah miliknya.

Alana mengumpulkan keberanian. Ia meyakinkan dirinya. Dengan hati berdebar, ia membalikan badan nya.

"Sebenarnya apa mau mu?" Ucap Alana dengan nada sedikit kesal.

Alana menatap tajam laki-laki yang kini berdiri tepat di depannya.
Laki-laki berseragam sekolah itu pun hanya diam. Membuat Alana semakin gugup. Setidak nya ia bisa langsung kabur ke rumah nya jika laki-laki itu berbuat macam-macam.

"Apa mau ku? Apa maksudmu?" laki-laki itu balik bertanya kepada Alana. Ia terlihat bingung dengan pertanyaan Alana barusan.

Alana menghela nafasnya kesal.

"Jangan pura-pura, deh. Sudah hampir seminggu ini kau selalu mengikutiku. Setiap aku turun Busway, selalu ada kamu. Kamu sengaja kan nunggu aku disitu?" ucap Alana ketus.

Laki-laki itu ingin menanggapi ucapan Alana, namun ia seperti tidak diberi kesempatan.

"Ada banyak jalan di kompleks ini, tapi kenapa kamu harus mengambil jalan yang sama dengan ku? Aku berjalan cepat, kamu juga. Aku diam, kamu juga. Tapi anehnya, setiap aku masuk ke dalam pagar rumah, kamu sudah hilang. Sebenarnya siapa dirimu? Apa maumu?" lanjut Alana.

"Sudah bicaranya? Boleh aku jelaskan?" tanya laki-laki itu santai sambil membuang batang permen yang sudah habis.

Alana melipat tangan nya diperut, ia menaikan alis nya sekilas. Tanda setuju.

"Aku baru pindah kesini seminggu lalu. Kau benar, aku memang sengaja menunggumu di halte. Itu karena aku belum hafal jalan rumahku." jelas laki-laki itu.

Alana hanya diam mendengarkan, menunggu penjelasan lainnya.

"Kenapa aku ikut berjalan cepat ketika kamu cepat? Itu karena aku gak mau ketinggalan. Dan yang terakhir, kenapa aku ilang waktu kamu masuk rumah? Itu karena rumah ku tepat di depan rumah mu. Jadi saat kamu masuk rumahmu, aku pun juga masuk ke rumahku." lanjut laki-laki itu panjang lebar.

Alana menatap laki-laki itu dengan malu. Ia merasa bersalah karena sudah menuduh yang bukan-bukan.

"Tapi....." Alana ingin bicara, menutupi rasa malu nya. Namun ..

"Sudah lah tidak usah malu, pipi mu merah. Salah ku juga sudah membuatmu takut. Terimakasih sudah menemaniku pulang hari ini, Alana." laki-laki itu tersenyum lebar, menunjukan deretan gigi nya yang rapi dan putih. Ia kemudian berjalan santai ke arah rumah nya yang berwarna putih, tepat di depan rumah Alana.

"Hey tunggu!" ucap Alana setengah berteriak.

Namun laki-laki itu tak menghiraukan nya. Ia tetap masuk ke dalam rumah, meninggalkan Alana dengan kebingungan.

"Apa tadi dia bilang? Pipi ku merah?" tanya Alana pada diri sendiri sambil memegangi pipnya.

"Eh tapi, kok dia tau nama ku ya?"
"Ish aneh."
"Cowo aneh."

--
Tbc~

SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang