10. From the two other side

49.2K 3.9K 172
                                    

JEHA

____

“MAU ke mana kamu?” tanya om Dirga ketika aku mulai berdiri hendak keluar setelah Terre menutup pintu. “Duduk. Om belum selesai.”

Aku menurutinya. “Kalau belum selesai, kenapa Terre dibiarin keluar?” Pandangan mataku menemukan kertas yang tadi ditulis Terre. Aku menghela napas dan kembali bangkit berdiri. “Dengar, Om, kalau ini soal J.H ini dan Jeha itu—”

Om Dirga mengibaskan tangan di depan wajahnya. “Om nggak peduli, itu urusanmu,” ujarnya memotong omonganku.

Aku menghela napas, perasaanku terpecah antara lega karena om Dirga tidak mengonfrontasiku dan kecewa karena aku tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan mengapa aku melakukannya.

Om Dirga mengeluarkan plastik barang bukti lain berisi kertas merah lalu meletakkannya di hadapanku untuk kulihat. Detik ketika mataku menemukan tulisan di atas kertas itu dan membacanya, hawa dingin langsung mengalir membekukan darahku.

For my Terre and the job you’ve done but failed to finish.

-Mr. Roseman.

   

“Who the hell is Mr. Roseman? And what job?” tanyaku beruntun.

Aku mengambil foto lain yang tadi aku lihat, gambar gulungan uang yang mengintip dari saku celana korban; kalau Mr. Roseman seorang klien dan Landis gagal menyelesaikan misi. Gulungan uang itu mengeliminasi dugaan kalau Landis dibunuh karena Mr. Roseman menolak membayar.

“No idea.” Om Dirga menatapku dengan penuh keseriusan. Rasanya aku bisa melihat roda di dalam otaknya sedang berputar dengan kekuatan penuh. “Mungkin kamu bisa memanfaatkan peranmu yang satu lagi untuk mendapat jawaban dari Terre?”

“Kenapa Om nggak memperlihatkan ini dari tadi dan menanyakan langsung pada orangnya?”

Om Dirga melihatku seperti aku orang bodoh. “Nggak lihat tadi posturnya defensive gitu? Dia nggak akan buka mulut.”

“Kalau Om ngasih lihat foto ini juga paling nanti dia berubah pikiran. Ada namanya di situ.” Apalagi mengingat bagaimana raut wajahnya saat melirik foto keseluruhan TKP sesaat sebelum dia meminta keluar.

Dia memandangku lama dengan ekspresi datarnya. “Lupa. Haha.”

Sekarang aku yang memandangnya datar. Detektif macam apa? Bisa-bisanya melupakan hal sepenting itu. “Tell me again, why are you qualified as a homecide detective?”

“Nggak, sih, nggak lupa. Sebenernya Om mau memastikan kalau kamu bukan Mr. Roseman aja.”

Aku memandangnya dengan mulut terbuka dan ekspresi tidak percaya. “Don’t you know me at all?!” seruku kesal. “I don’t even like roses. I would never use it as a name. Wah. Mama bakal sangat kecewa kalau tahu keponakannya berpikir seperti itu tentang anak kesayangannya.”

Dia malah nyengir. “Nggak dari awal, hanya setelah tahu kalau ‘Jeha’ adalah pacarnya ....” Dia mengedikkan bahu tanpa menyelesaikan kalimatnya.

Tanpa meminta izin, aku mengantongi plastik berisi barang bukti itu lalu berlari keluar mencari Terre, mengabaikan teriakan protes Om Dirga.

Aku menemukannya sedang menapaki anak tangga terakhir di bawah. “Terre, tunggu!” Kata-kata yang salah karena dia justru lari. Sialan.

Aku menangkapnya tepat sebelum dia mencapai pintu, lalu menariknya menepi. Dia memberontak, tentu saja, tetapi genggamanku pada tangannya tetap kuat. Aku baru melepaskannya saat sudah memojokkannya di tempat sepi. Dan seperti yang sudah kuduga, dia langsung mencoba melarikan diri.

Sebelum SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang