Awal

31 1 0
                                    

"Kalau saat itu aku tak bertemu denganmu, hidupku akan berbeda. Kau yang mengubah segalanya, persepsiku tentang cinta, tentang dunia"- Akeyla

Akeyla POV

Aku sedang duduk santai menunggu jam kuliah di salah satu ruangan UKM. Pada dasarnya aku memang aktif dan energik. Walaupun rumahku jauh dari kampus, aku tak mau hanya menjadi mahasiwa kupu-kupu yang sehabis kuliah lalu pulang.

UKM yang aku ikuti ini bukan seperti yang biasa aku ikuti, maksudku adalah UKM ini berbasis kerohanian. Sedangkan sebelumnya tak pernah terpikir akan mengikuti UKM seperti ini. Aku lebih memilih UKM seperti teater dan buletin fakultas. Kalau bukan ajakan seorang teman, yang "memaksaku", aku belum tentu mau.

Satu minggu sebelumnya...

Salah satu teman yang juga junior di fakultasku, Raymond yang biasa dipanggil Monmon, tiba-tiba menelepon. Tiba-tiba karena sebelumnya dia tak pernah menghubungiku. Begini percakapan kami yang singkat namun padat. Memang Monmon terkenal tak pernah berbasa basi.

"Halo Key. Gue minta tolong dong.. Tapi gue cuma butuh jawaban iya!"

Eh ini anak.. telpon-telpon minta tolong dan maksa pula! Aku sewot dalam hati.

"Hehehe..karena gue dapat firasat Key, loe orang yang tepat, yang gue cari." Kata Monmon buru-buru menambahkan dengan nada semangat yang berlebihan. Kok kayak judul lagu ya pake firasat segala. Membuatku malah semakin bingung dan sakit kepala mendadak.

"Hah maksud loe? Kok kayak cari jodoh!" Aku agak mendengus dan terkesan jijik dengan ungkapan Monmon yang lebay.

"Calm.. gue belom jelasin sis. Gue mau minta loe jadi ketua Medin. Gue butuh secepatnya, 'cause pelantikan pengurus tinggal sebulan lagi!" Monmon mendesakku dengan menggunakan kata "sebulan lagi" walaupun dari nada suaranya masih terdengar tenang.

Kemudian ia menjelaskan detailnya tentang Medin, salah satu bidang di UKM kerohanian yang dia ikuti, dan Raymond adalah ketua UKM yang baru itu. Ia harus segera menentukan masing-masing ketua untuk setiap bidang. Hal sulit baginya karena di dalam UKM itu ada sekitar sepuluh bidang seperti koor, liturgi, persekutuan doa, dan lainnya. Dia harus memilih satu persatu ketua dan mewancarainya. Belum lagi perlu menjelaskan ini dan itu tentang UKM, apalagi jika berujung penolakan. Lebih berat daripada ditolak cinta, katanya.

Aku terdiam mendengar penjelasan Monmon yang tak pernah terdengar seserius itu, membuatku blank. Becanda si Monmon, ingin kutinju perutnya yang tambun seperti tokoh kartun Doraemon. Aku hanya diberi waktu sampai besok untuk menjawab permintaannya. Aku tak langsung mengiyakan. Permintaan Monmon terdengar agak tak masuk akal. Dari sekian banyak mahasiswa di fakultasku, kenapa harus aku yang dipilih?

Aku menimbang-nimbang beberapa menit dan Monmon mulai tak sabar. Ia mengatakan hanya mendapat referensi dari salah satu seniorku kalau aku suka menulis. Sedangkan Medin adalah wadah yang cocok untukku. Medin yang merupakan singkatan dari Media Informasi, akan menerbitkan buletin dan menjadi wadah memuat informasi tentang kegiatan UKM serta artikel lainnya terkait keagamaan.

Aku sebenarnya keberatan karena yang akan aku jalani akan berbeda dan bertolak belakang dari sebelumnya. Aku yang biasa menyajikan artikel umum, menulis cerpen singkat, harus menyuguhkan artikel berkualitas tentang keagamaan dan meliput semua acara yang UKM selenggarakan.

Aku ragu karena merasa dangkal di bidang itu. Walaupun harus kuakui tawaran Raymond sedikit menggugah, karena aku akan berkenalan dengan dunia baru, yang berbeda dan tak kuduga sebelumnya.

***

Mata kuliah selanjutnya masih sekitar satu jam sehingga setelah lunch aku langsung menuju ruang UKM yang sudah seminggu ini aku kunjungi berturut turut kalau ada jam kosong. Apalagi kalau bukan mencari kandidat-kandidat untuk mengisi team Medinku? Ini semua akibat ulah si Monmon, yang memaksaku menjabat ketua Medin periode 2011-2012.

Akhirnya setelah menimbang siang dan malam, aku memutuskan iya pada tawaran Monmon dengan syarat dia harus membantuku dalam artikel dan penerbitan pertama. Monmon menyanggupi dengan sangat senang sampai dia mentraktirku makan di foodcourt kampus yang terbilang mahal untukku yang lebih memilih makan di area luar kampus.

Aku sedang duduk bersandar di tembok sambil membuka-buka buletin lama, yang diterbitkan oleh team Medin sebelumnya. Buletin itu dinamakan "Blessing" oleh para senior pendahulu, yang sekarang menjadi penasehat isi Blessing. Mereka yang menjadi penasehat sekarang rata-rata sudah berkeluarga dan hanya datang sesekali dalam undangan atau acara besar UKM.

Karena asyiknya menekuri isi buletin yang mulai menarik, aku tak menyadari seorang laki-laki kurus masuk ke dalam ruangan yang saat itu tak terlalu ramai. Salah satu kelemahanku yang tak dapat fokus pada banyak hal ketika sudah terlena pada satu hal yang membuatku tertarik atau ingin menyelesaikannya begitu pula dalam pekerjaan apa pun. Terbalik dengan teori yang mengatakan bahwa wanita lebih mampu melakukan multitasking daripada pria. Teori itu ternyata tidak berlaku kepadaku yang lemah fokus.

Laki-laki itu tak banyak bicara. Dia menghampiri kelompok laki-laki lainnya, bergabung dalam candaan sambil bermain kartu remi. Kalau dilihat dari sikapnya, ini bukan kali pertama dia mengunjungi ruangan UKM. Sekilas saja melihatnya, aku yakin belum pernah bertemu dia sebelum hari ini.

Ahaaaa! Sepertinya akan lumayan, jika dia mau bergabung di team Medin. Segera kututup buletin dengan tergesa sampai hampir terpeleset buku-buku lainnya yang masih berserakan di lantai. Duh untung tak ada yang melihatku hampir terpeleset jika tak segera berpegangan pada lemari arsip yang menempel di tembok.

Dasar bodoh! Umpatku pada diri sendiri yang seringkali ceroboh. Terlalu bersemangat juga tidak baik jika kurang memperhatikan keselamatan, kalimat yang kudengar dari mama jika melihat anak gadisnya sangat antusias pada hal baru. Begitulah aku, yang terlihat semangat di awal namun mudah menyerah jika menemui hambatan. Aku selalu butuh penyemangat di saat-saat seperti itu.

Setelah mendapat keseimbangan, aku menghampiri laki-laki yang belum menyadari kehadiranku di dekatnya. Aku mengamatinya, sambil memikirkan strategi perkenalan yang berkharisma dan membuatnya tertarik bergabung dengan Medin. Huff.. memikirkan Medin membuatku cemas, mengingat anggotanya yang hanya bertiga. Itu pun sudah meminta bantuan Monmon, untuk mendapatkan wakil ketua. Sedangkan satunya lagi adalah Fio, sahabatku sendiri yang bersedia bergabung namun tidak aktif dalam arti ia tidak perlu mengikuti meeting team, dan kegiatan Medin apapun. Ia menyetujui akan membantu design layout buletin kalau sempat. Lumayan kan, daripada tidak sama sekali. Aku tidak bisa memaksanya lebih jauh karena Fio dan begitu juga halnya aku sedang mengejar sidang proposal di semester ini.

Betapa sulitnya pencarianku akan kandidat potensial yang mau menemaniku setahun dalam penerbitan Blessing. Padahal, tidak ada kriteria khusus hanya perlu ganteng jika itu cowok. Oke, untuk hal yang terakhir tidak sepenuhnya benar maupun salah. Sekali menyelam minum air, sekalian cari jodoh untukku yang berstatus jomblo di semester akhir kuliah. Miris...

(Still) Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang