Tinta hitam terus ia coret di atas selembar kertas putih. Dengan cara yang bisa dibilang tergesa-gesa, Artha menuliskan sesuatu yang telah gurunya tulis di papan putih yang besar itu. Akhirnya bel istirahat berbunyi dan tanda titik kalimat terakhir telah diselesaikannya.
Rena dan Yemi menghampirinya siap-siap melontarkan banyak pertanyaan. Sebenarnya bukan hanya mereka berdua yang memiliki pertanyaan itu. Karena hampir semua orang yang berlalu lalang di depan UKS kemarin memiliki pertanyaan itu.
"Gamau tau sekarang lo cerita serinci-rincinya apa hubungan lo dengan anak kelas sebelah?" Tanya Rena.
"Harus sekarang? Gue laper banget Na," keluh Artha yang memang tadi pagi ia hanya sarapan dengan roti isi keju.
"Kita juga laper kali Tha," ucap Yemi. "Udah cerita aja napa."
Artha memutar bola matanya malas. Ia menghembuskan nafas satu kali lalu menariknya kembali. Ia mulai bercerita apa yang telah ia lewati kemarin siang. Mulai dari insiden di depan toilet, sampai ia dan Adera berpisah di pintu UKS.
"Kok lawak ya?" Kata Rena.
"Terus hubungan lo sama Kak Gerald gimana?" Tanya Yemi yang sesuai dengan pertanyaan Artha pada dirinya sendiri. Semalam, ia terus menolak panggilan Gerald bahkan tidak membaca barang satu SMS, Line, ataupun sosial media lainnya. Ia mematikan ponselnya seharian.
"Bingung ya mau jawab apa?" Dan sekali lagi tebakan Yemi tepat sasaran. Yemi memang selalu menjadi penebak yang baik. Ia selalu hapal gerak-gerik seseorang saat mereka bohong, jujur, takut, atau apapun itu.
"Cenayang lo emang." Artha terkekeh.
"Saran gue sih jangan ngehindar," ujar Rena. "Anak satu SMP aja pasti tau kalo masalah ginian harus diomongin baik-baik."
Sedangkan Rena merupakan pribadi yang berwibawa. Tutur katanya bijak kalau sedang serius. Makanya Artha maupun Yemi lebih senang curhat pada Rena. Namun tetap, Artha lebih menomorsatukan kakaknya yang kedua sebagai tempat curhatnya.
"Masih kebawa emosi, Na. Gak nyangka aja gitu. Apa ini faktor kelamaan pacaran kali ya?"
"Bisa jadi. Dia nembak lo akhir kelas SMP dan dia sendiri sekarang udah kelas akhir SMA. Give them applouse." Yemi bertepuk tangan.
"Tapi masalahnya gue masih gak enak sama Adera. Minta maaf doang kayaknya gak cukup deh," Artha mendengus. "AH bisa gila gue!"
"Lebay lo ah. Mending lo berdoa aja semoga semuanya salah paham dan Adera juga bisa ngerti itu." Ucap Rina.
"Untung Adera baik. Coba kalo Adera spesiesnya kayak Aldi. Udah di terror kali lo sampe ke rumah." Kata Yemi tanpa sadar. Aldi menoleh ke arahnya dengan wajah sangarnya.
"Ngomongin gue?" Ujar Aldi dengan suara beratnya. Ketiga kongkolannya pun ikut menoleh ke arah trio cewek yang sedang berkerumun tak jauh darinya. Farah langsung tersentak.
"Eh ada Aldi. Hehehe enggak kok, Di. Cuma nyebut aja." Yemi cengengesan.
"Nyebut? Buat apa?"
"Buat.. buat... buat contoh gitu. Contoh orang macho yang patut ditiru. Iya gitu! Hahaha!" Yemi tertawa garing, namun sukses membuat Aldi dan kawan-kawannya tidak memperhatikan ke arah mereka lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NFS [3]: Amartha's Dare
RandomDibilang nyesel enggak, tapi dalam waktu tertentu gue ngerasa nyesel banget. Gue yang ngelepasin dia, gue yang khianatin dia, gue yang kasar sama dia, dan gue yang jahat sama dia. Itu adalah asumsi terburuk yang pernah otak gue pikirkan. Gue melarik...