Selimut Biru

94 12 3
                                    

"Ayo, anak-anak sekarang waktunya makan malam!" teriak ibu rossa. "Ayu, tolong bimbing adik-adik ini untuk makan dan duduk yang tertib!"
"Iya bu, akan ayu laksanakan." Jawab anak yang lebih tua umurnya dariku mungkin 6 tahun lebih tua. Tanganku di pegang sama kak Ayu. "Ayo dek, duduk disini." Aku pun duduk, suasana di panti asuhan ini memang ramai sekali. Mungkin kalau orang tuaku tidak meninggalkanku 5 tahun yang lalu tepatnya di depan panti asuhan ini, waktu itu umurku masih 1 tahun. Aku pasti tidak akan terbiasa dengan keramaian ini.
"Vina! Itukan piring dan makananku!" omel Rika yang kelihatannya sangat kesal.
"Tapikan aku duluan yang ambil." Jawab Vina dengan mata yang berkaca-kaca.
"Sudah-sudah jangan berantem terus! Sini ibu saja yang ambilin makanannya." Kata ibu Rossa pengurus panti yang berusaha menenangkan mereka berdua.
Aku hanya diam, karena makananku sudah diambilkan sama kak Ayu. Hehehe jadi tenang deh..
"Nih dek, makanannya." Kata kak Ayu sambil menyodorkan makanan kearahku. Aku melihat setengah centong nasi dengan lauk yang seadanya.
"Yahh, sayur sop sama tempe lagi." Keluh temanku. Aku tahu setiap hari menu yang disediakan disini memang seadanya dan sangat sederhana, tapi aku hanya diam dan berfikir, masih banyak yang lebih sulit kehidupannya daripada aku. Jadi harus tetap ku jalani , karena dengan cara begitulah aku bertahan hidup dan mewujudkan keinginanku untuk bertemu kedua orang tuaku.

...

Aku sudah selesai makan, aku langsung pergi kekamar ku untuk belajar. Aku membuka jendela didepan meja belajarku. Aku memandang kearah langit yang luas sambil berangan-angan tentang sosok bunda dan ayahku. Apakah bundaku cantik dan baik? Apakah ayahku sosok yang bijaksana, gagah,pekerja keras? Entahlah..
Aku membuka buku diaryku, aku menulis apa yang aku alami hari ini.

01 Desember 2012
Hari ini, aku menjalani hari-hariku seperti biasa. Bermain,bercanda dengan penghuni panti asuhan ini. Tidak ada yang spesial kecuali masih berangan-angan dalam otakku tentang sosok bunda. Ya.. seperti biasanya membuka jendela dan melihat kearah jagad raya ciptaan Tuhan yang luas ini.
Seperti suatu kebiasaan yang tak pernah ku lewati. Mungkin aku takkan seperti ini lagi jika nanti aku diasuh oleh orangtua baruku. Mungkin satu minggu atau satu bulan lagi. Ya, seperti harapan sebelumnya semoga anak-anak dipanti asuhan ini selalu tegar dan diberi kebahagiaan.

Aku menaruh buku diary kedalam laci dimeja belajar. Aku melihat disekeliling kamarku. Sepi. Mungkin semua anak-anak sudah tidur. Tapi aku lebih memilih duduk, aku masih ingin berkhayal tentang bundaku. Tenggelam dalam khayalan aku dikejutkan oleh sesuatu yang menyelimuti pundakku.
"Hayo! Kamu kenapa belum tidur?"
"Aku belum ngantuk ibu."
"Tapii kamu harus tidur, nanti kamu masuk angin lho duduk didekat jendela terbuka seperti ini. Ini ibu selimuti ya." Sahutnya sambil tersenyum.
"Ibu panti, apakah ini selimut yang menyelimutiku waktu aku dititipi dipanti ini?"
"Iya, tentu. Selimut ini Bundamu sendiri yang memberikannya pada ibu. Kamu menyukainya?"
"Tentu ibu, hati siapa yang tidak senang ketika diberikan sesuatu oleh ibu kandungnya sendiri."
"Baguslah kalau begitu. Sekarang kamu tidur ya."
"Tunggu ibu panti ada yang aku mau tanyakan padamu."
"kamu ingin bertanya apa?" tanya ibu panti dengan wajah bingung.
"Bagaimana ibuku dulu? Apakah ia cantik dan baik?" tanyaku dengan wajah yang polos.
"Tentu saja. Ibumu baik dan cantik sepertimu."
"Tapi kalau ibuku baik kenapa ia malah menitipkanku disini? Kenapa ia tidak merawatku?"
Wajah ibu Rossa langsung berubah bingung. Mungkin karena ia tak ingin menyakiti perasaanku.
"Apa ibuku sudah tidak peduli lagi padaku?" tanyaku lagi.
"Tidak, ibumu menitipimu kepada ibu karena ia ingin kamu belajar mandiri,tegar,dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Ia mau kamu menjadi anak yang baik. Dengan begitu kamu dapat mempelajari arti kehidupan. Kamu tau gak? Kenapa ibumu menitipkan selimut ini untuk kamu?"tanya ibu panti.
"Tidak, memang apa?"
"Ia menitipkan selimut ini agar kamu tidak merasakan dinginnya kehidupan. Agar kamu dapat merasakan hangatnya pelukan seorang ibu. Agar kamu terjaga disetiap mimpi-mimpi indahmu. Jadi apa kamu masih terpikirkan kalau ibumu itu tidak peduli padamu?" terangnya sambil tersenyum.
Aku kagum. Ternyata ibuku lebih baik dari yang ku bayangkan.
"Tidak ibu panti. Ibuku ternyata seorang wanita yang sangat berhati mulia. Aku sangat senang terlahir dari rahimnya. Aku semakin tak sabar ingin memeluk ibu." Jawabku sambil memeluk selimut berwarna biru itu dengan erat.
"Baguslah, sekarang kamu tidur. Sudah malam. Supaya nanti pagi bisa bangun pagi lalu sholat subuh."
"Baik ibu." Ibu Rossa meninggalkan kamarku. Aku kemudian berdoa untuk ibuku.

My StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang