1

20 0 0
                                    

"Queenzi !!" Teriakan yang cukup khas yang membuatku ingin membakarnya kala itu juga. Harry, ia selalu membangunkanku dengan amukan dan dentingan yang cukup keras.

Terkadang aku berpikir apa yang ia pukul hingga menyiulkan detingan yang cukup keras. Etah apa yang di pikirkan lelaki itu, ia selalu saja membuat emosiku membara saat paginya.

Pagi ini, aku bersiap melakukan aktifitasku yang cukup membosankan. Aku berkuliah di salah satu universitas yang cukup terkenal dikalangan seleb. Kau pikir aku anak yang begitu pintar bisa berkuliah. Tapi, nyatanya tidak. Ada banyak alasan hingga kampus itu menerimaku dengan lapang dada.

Untuk pertama kalinya aku masuk kampus pagi. Biasanya tidak. Aku lebih memilih siang ataupun sore. Kakiku bahkan enggan untuk melangkah menuju neraka kedua itu. Awalnya aku tak berpikir untuk pergi, namun-- Hendry Ahmed, dosenku yang cukup menekan batas kesabaranku membuat hari-hariku semakin runyam karena jadwal paginya itu.

"Huh !!!" Sebuah desahan muncul kala aku melihat siswa kampus yang mengenakan pakaian rapi dan memapah buku yang cukup tebal dan sebagiannya memkai kaca mata. Sungguh itu sangat berbanding tebalik dengan semua dandananku. Jeans dan sweater membuaku cukup nyaman tanpa memapah buku-buku yang sulit ku artikan.

Melihat wajah mereka saja membuat pagiku mulai buram. Cukup menundukkan kepala agar tak melihat yang menguji batas kesabaranku. Aku terus melangkahkan kaki gontai. Pikiranku pecah. Tak ada hal penting yang bisa aku pikirkan. Kosong.

Brukk !!!

Tak sengaja aku menjatuhkan tubuh seseorang. Kulirik wajahnya. Sial. Ternyata dia seorang lelaki. Aku berpikir ia wanita yang lemah. Ia merapikan buku-bukunya dengan tatapan yang cukup sinis padaku. Oh astaga, ia begitu gemulai bisa jatuh dengan sengolanku yang tak cukup keras.

"Sorry" ucapku berniat berlalu. Dengan sigap ia menarik pegelangan tanganku. Keras. Ia mengikat tangannya dengan cukup keras. Tak tepikir sebelumnya ia begitu kuat. Dan dugaanku salah tentangnya.

Ia mendekap dan memandangiku meneliti. Aku juga. Tubuhnya begitu besar dan dadanya bidang. Bahunya kokoh. Rahangnya jelas dan air mukanya begitu menawan. Hidungnya yang menjulang dan matanya yang begitu tajam. Bola matanya biru sebening air. Aku belum pernah melihat mata seindah itu. Itu begitu indah. Begitu damai. Ah... Apa yang aku pikirkan.

"Tak bisakah kau meminta maaf." Suara beratnya membuatku tetegun. Ia bagai pria dewasa yang memiliki suara bass terbaik. Aku tertegun mendengarkan perkataannya.

"Hei !!" Serunya menyadarkanku. Aku mulai gila jika harus membayangkan malamku bersama lelaki ini.

"Sorry." Ucapku singkat.

"Lakukanlah dengan benar."

Astaga-- ia membuatku jengkel. Bukankah sudah kukatakan untuk kedua kalinya aku meminta maaf. Itu saja tak cukup ? Hell-- apa mau lelaki ini.

"Maaf." Kataku dengan sedikit menekan.

"Aku tak mendengarnya."

Menjengkelkan sekali. "MAAF !!!" Teriakku sambil berbisik ditelinganya.

"Aku tidak tuli."

"Persetan." Aku langsung pergi dan tak memperdulikannya lagi. Ia membuaku semakin marah. Apa maunya ? Ia mau jika aku berlutut sambil mengatakan maaf padanya ? Heh !! Mimpi !!

Aku terus berjalan cepat mengejar waktu yang begitu menjepitku. Ah... Bagaimana jika si tua itu sudah ada di kelas, sudah ku pastikan, aku tidak akan wisuda lagi untuk tahun ini. Oh god !!! Tolonglah, ini sangat menjengkelkan.

Aku berlari mengelilingi koridor, tak peduli seberapa anehnya tingkahku pagi ini. Lagi pula tak ada yang mengenalku. Aku tak pernah absen untuk pagi hari, jadi tak ada yang akan mengenali wajahku ini. Hanya dapat kupastikan sebagian dari mereka yang bisa terhitung jari tangan cukup mengenal namaku.

"Huh !!!" Desahku disela nafasku yang memburu. Ini sungguh melelakan. Ku lirik kelasku yang sudah di penuhi mahasiswa kampus yang duduk dengan rapi. Sial. Aku telat. Perlahan ku lirik wajah dosenku itu, garang sekali.

"Kau telat Nn. Queenzi Salshabilla Ri--"

"Maaf pak." Ucapku langsung memotong pembicaraannya. Ia dosen yang selalu mengancam ketenanganku. Tak bisakah ia membebaskanku seperti dosen lain. Argh --

"Baiklah, kau bisa duduk disana."

Mataku mengikuti arah tangannya. Shit !! Lelaki itu. Argh -- kenapa aku harus duduk di samping lelaki bodoh. Idiot itu. Tuhan-- ampuni semua dosaku-- hilangkan si kutu ayam itu dari kelasku. Argh-- kenapa harus dia ?

"Nn. Queenzi !! Apa kau tidak ingin mengikuti kelasku ?"

"Oh !!" Aku langsung mengambil tempat di samping lelaki itu. Cukup. Tak ada yang ingin ku perbincangkan dengannya. Wajahnya membuatku jengkel. Argh--

Aku menyibukkan diriku mendengarkan dosen tua itu menjelaskan beberapa materi. Ini membosankan. Aku tak bisa berkutik dalam genggamannya. Kenapa aku harus tunduk pada dosen itu.

"Argh !!" Sebuah erangan keluar dari mulutku. Untunglah tak ada yang mendengarkannya, terkecuali lelaki di sebelahku, mungkin.

"Adam Aron Nicole"

What ? Aku begitu terguncang mendengarkan namanya. Nicole ? Mungkin-- lupakan. Abaikan. Aku tak ingin mengenal salah satu dianatara mereka. Menyebalkan sekali.

"Siapa namamu ?" Tanyanya sambil berbisik.

Stop Queenzii. Jangan perdulikan lelaki itu. Ia hanya setan yang akan mengutuk hidupmu kedepan. Ayolah, jangan. Abaikan.

"Queenzi Salshabilla." Kataku sambil melirik wajahnya yang terus menatapku meneliti. Shit!! Aku tak bisa menahan rayuan suaranya. Itu sungguh-- kau tau itu.

Ia terus menatap wajahku. Entah apa yang ia lihat. Aku juga ikut meneliti setiap inci lelukan wajahnya. Begitu menawan. Bibir itu. Astaga-- aku tak bisa menahanya. Bibirnya begitu penuh dan-- lupakan. Apa yang aku pikirkan. Sial. Aku bisa termakan tatapan tajamnya. Itu mematikan.

"Adam dan Queen akan menjadi ketua dalam penelitian ini."

"What ?" Teriakku begitu terkejut. Lamunanku pecah. Aku melirik dosenku itu dengan tajam. Apa yang ia katakan ? Penelitian apa ? Aku tak ingin terjebak kegiatan apapun. Apa ini. Hell.

"Kau dan Adam akan kutugaskan yang akan bertanggung jawab dalam tugas penelitian ku."

"Apa ? Aku tidak akan ikut."

"Ini keputusanku. Kau tidak bisa membantahnya."

"Aku TIDAK BERSEDIA" kataku serta menekan beberapa kata.

"Baiklah, kau juga akan menjumpaiku tahun depan."

Argh-- dia mengancamku lagi. "Bagaimana ?" Tanyanya sambil menyengir kemenangan.

"Baiklah." Ucapku dengan nada rendah. Well-- hidupmu dimulai hari ini. Kehancuran dimulai hari ini, jam, menit, dan detik ini. Kau tidak akan bernafas bebas. Semua mengancammu. Kesialan. Semuanya.





Well, yuhuuuu mksh buat udh baca ngevote dan commennya yang begitu penting. Happy reading ^^

BitchesWhere stories live. Discover now