Di apartemennya Ara tengah bersiap-siap untuk pergi bekerja. Sebelum berangkat Ia pergi menuju dapur untuk sarapan, menggigit sepotong roti bakar, lalu meneguk segelas susu yang telah ia buat sebelumnya. Setelah selesai, ia segera bergegas untuk pergi ke café tempatnya bekerja.
. . .
Ditempat lain, Galvin tengah menatap lembaran-lembaran biodata Ara. Semalaman ia tidak bisa tidur karena ada satu hal yang menarik perhatiannya.
Mom : Clara Swan
Job : House Wife
(8 oct 1970-5 dec 2006) *died
Dad : Drew Smith Swan
Job : CEO Smith Company
(29 mei 1968-5 dec 2006) *died"Kedua orang tua nya meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Sampai saat ini tidak diketahui pasti penyebab kecelakaannya, bahkan polisi pun tidak dapat melacak CCTV disekitar lokasi kejadian. Dan aku juga tidak dapat menemukan foto kedua orang tuanya karena saat setelah kejadian itu, foto mereka yang tersebar di koran, berita, majalah, semuanya lenyap bagai dimakan sihir." Perkataan Albert terus terngiang di pikirannya.
"Smith Company? Seperti pernah dengar. Semuanya fotonya lenyap? Dan juga tanggal lahir ibunya itu dan tanggal kematian kedua orang tuanya itu.."
Ingatannya seketika mundur kembali pada masa 12 tahun yang lalu. Mengingatnya saja sudah membuatnya bergidik ngeri.
"Ah itu tidak mungkin!" Galvin menghempaskan lembaran-lembaran kertas itu ke atas meja kerjanya.
. . .
Ara sedang berjalan menuju meja pelanggan untuk memberikan pesanan.
Bugh! Prang!
Tiba-tiba kaki Ara tersandung oleh sesuatu, ia terjatuh begitupun minuman yang dibawa untuk pelanggannya tadi membuat semua mata yang ada di café itu tertuju kepada Ara.
Ara tersungkur dilantai. Saat ia bangkit, ia merasakan keningnya yang berdenyut karena menyentuh lantai membuat kepalanya sedikit pusing.
Ara segera meminta maaf kepada para pelanggan atas kegaduhan yang telah dibuatnya. Ia segera berlutut untuk membersihkan kepingan gelas yang sudah pecah. Namun lagi-lagi kesialan tengah menimpanya saat ini, tanpa disengaja lututnya yang menggunakan rok selutut itu menyentuh kepingan gelas, membuat darah segar keluar melalui kulit lututnya yang mulus.
"Ah sial.." Ara meringis dan terus menggerutu sambil membersihkan pecahan gelas sampai kesialan berikutnya datang menghampiri. Salah satu kepingan gelas menggores jari telunjuknya saat ia sedang mengambil kepingan itu. Membuat darah kembali keluar dari kulit Ara.
"Ya Tuhan.. betapa cerobohnya aku." Keluhnya sembari menghisap darah dijarinya.
Tidak lama kemudian Eileen datang dan ikut berlutut untuk membantu. Ara terkejut saat Eileen datang, ia masih merasakan kecanggungan ketika bersama wanita itu. Hal itu tidak lepas dari rasa bersalahnya kepada Eileen. Eileen menghentikan gerakannya lalu tersenyum saat melihat Ara sedang terdiam sambil menatapnya,
"Apa hobi barumu adalah melamun?"
"Eh apa? Aah maaf, aku hanya merasa sedikit canggung. Maaf Eileen.." ia tergugup sambil menundukkan kepalanya.
"Ara.. kau tak melakukan kesalahan apapun, jadi berhenti merasa canggung padaku. Because we're bestfriend, right?" Eileen tersenyum lebar sambil menggenggam tangan Ara. Ara pun ikut tersenyum, ia merasa terharu sekaligus beruntung memiliki sahabat seperti Eileen.
"Sudah, sebaiknya kita segera bersihkan kekacauan ini sebelum Edward melihatnya dan memotong gajimu." Canda Eileen.
Kemudian mereka segera bergegas dan setelah menyelesaikan kekacauan tadi, di ruang karyawan, eileen membantu mengobati luka Ara.
"Terima kasih, eileen." Ara tersenyum lantas memeluk erat Eileen. Eileen membalas pelukannya dan bergumam,
"Akulah yang seharusnya berterima kasih."
. . .
Edward sedang dirumahnya saat seseorang menelepon. Hans, nama salah satu karyawannya itu tertera dalam ponsel yang berdering. Hans melaporkan sesuatu yang membuat Edward seketika langsung mematikan panggilannya.
Mendengar bahwa ara terjatuh dan terluka di café membuat Edward di serang rasa panik sekaligus khawatir. Tanpa berpikir panjang ia langsung menyambar jaketnya dan pergi menuju café.
Setibanya disana yang ia lihat pertama kali adalah Eileen yang sedang membelakanginya, dengan cepat ia berjalan menuju eileen lalu menepuk pundak wanita yang sedang mengelap meja itu.
"Astaga, mengagetkan saja." Eileen semakin terkesiap saat menyadari bahwa Edward yang menepuk pundaknya.
"Dimana Ara? Apa dia baik-baik saja? Apa lukanya parah? Apa kau sudah membawanya ke rumah sakit? Dimana dia sekarang?" Tanpa basa-basi ia langsung menanyakan banyak hal.
Eileen tersenyum, "Dia baik-baik saja, hanya luka kecil dilutut dan tangannya. Sekarang dia sedang istirahat di ruang karyawan." Jelas Eileen berusaha menenangkan Edward dan juga hatinya.
Setelah Eileen menyelesaikan kata terakhirnya, edward langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan satu katapun.
"Ku doakan kau bahagia, edward. Dengan siapapun itu. Ku doakan kau bahagia." Ucap Eileen lirih sambil menatap punggung Edward yang berjalan menjauhinya.
* * * * *
If u like this story, dont forget to vote and comment below!
And follow my instagram to see my random feeds xoxo : @anisnndn
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
RomanceOrang yang mengakui cinta namun akhirnya dia penyebab luka