sepuluh

1.6K 233 2
                                    

30 Januari 2016

Sinar matahari bersinar dengan lembut, menembusi kerindangan pohon-pohon.

Burung-burung berkicau dengan merdu, dan tempat yang sudah disulap sedemikian rupa menjadi tempat yang tidak akan dilupakan oleh kedua orang itu.

Karpet putih yang dibentang di atas dedaunan yang berguguran, kini dilewati oleh gadis itu.

Dia memakai gaun putih sederhana, tapi kecantikannya tidak bisa terelakkan. Wajahnya ditutupi oleh kerudung putih transparan, tapi senyumnya masih terlihat dengan jelas. Langkahnya yang tegas dan anggun, benar-benar seorang Barbara Palvin. Tangannya digamit oleh sang ayah, yang mengantarnya menuju altar.

Di altar, sang pengantin pria menunggunya dengan senyum yang lebar. Meski tangan kirinya patah akibat kecelakaan pesawat sebulan lalu, dia bersikeras untuk tetap melaksanakannya hari ini.

Ketika akhirnya sang gadis tiba di altar, Harry, menggenggam tangan Barbara, dan ayah Barbara langsung duduk di kursi paling depan, di samping ibunya.

Barbara tidak bisa menahan senyumnya. Harry menggandeng tangannya dengan tangan kanan, sementara tangan kiri pria itu masih dipasangi gips.

Pendeta berbicara panjang-lebar, tapi keduanya nyaris tidak mendengarkan sama sekali.

Tibalah saatnya bagi mereka untuk mengucapkan janji, yang tentunya dimulai dari pengantin pria.

"Barbara Palvin. Kau tahu aku tidak pandai berkata-kata. Tapi aku ingin kau tahu, bahwa tanpa kau, mungkin aku tidak akan berada di sini sekarang, atau menjadi diriku yang sekarang. Kau datang, merubah hidupku, dan membuatnya menjadi lebih berwarna. Kita telah melewati petualangan yang hebat, dan aku tidak sabar untuk menulis petualangan baru di lembaran baru kita. Aku cinta padamu, Barbara Palvin, sampai akhir hayatku."

Suara Harry agak terbata-bata di akhir kalimat, dan matanya berkaca-kaca. Dengan posisi dia dan Barbara yang berhadapan, Harry menggenggam tangan Barbara, dan meletakkannya di atas dadanya. Barbara tersenyum, dan setetes air mata jatuh begitu saja.

"Aku lebih bodoh dalam urusan berkata-kata. Singkatnya, aku akan mengabdikan sisa hidupku untukmu, menulis lembaran baru, dan menjalani petualangan baru. Sedih ataupun senang, aku berjanji tidak akan meninggalkanmu. Aku mencintaimu, dan itu tidak akan berubah meskipun ajal memanggilku nanti, Harry Styles."

Air mata Barbara jatuh begitu saja, dan dia tidak menghapusnya. Dia membiarkannya jatuh. Akhirnya hari ini tiba, setelah kesedihan yang melandanya saat kecelakaan Harry bulan lalu. Untungnya Harry masih selamat, dan ketika dia pulang, kata-kata yang dia ucapkan pada Barbara adalah ucapan lamarannya.

"Barbs, will you marry me?" Barbara yang saat itu masih menangis karena melihat keadaan Harry, langsung kaget bukan kepalang. Tapi dia mengangguk, sementara dia terus menangis.

"Of course i will."

"Now you may kiss." Pendeta berucap, setelah Harry melepaskan kerudung transparan Barbara. Harry pun menunduk, dan mencium istrinya itu dengan penuh kasih sayang.

Para undangan bertepuk tangan ria, bahkan ada yang menangis karena terharu.

Harry melepaskan ciumannya, dan membuka matanya, dan mata hijaunya bertemu dengan mata biru Barbara.

"Now you're officialy Mrs. Styles."

Never Be Alone [harbara s.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang