The End From The First

16 3 0
                                    

"Get real Crankster! Aku memiliki bala tentara! Kekuasaan! Keabadian! Kau tidak akan mampu melawanku! Seret badan busukmu kesini! Tunduk! Atau kau tidak akan bisa melihat matahari esok hari lagi!" Langit bergemuruh. Pasukan Xaviers menjerit - jerit ingin segera mengisi perutnya, dengan otak manusia. Badai meraung - raung dibelakang.

Seorang anak lelaki, dengan beberapa temannya dibelakang, menyaksikan peristiwa yang meruntuhkan nyalinya. Tanah dibawahnya bergetar.

"Apa yang bisa kita lakukan?" Anak perempuan dibelakang berkata. Rambutnya yang panjang menari - nari liar karena diterjang angin. Suaranya bergetar.

"Kita harus kabur. Pergi dari sini. Memberitahu yang lain untuk pergi dari kota terkutuk ini. Tidak ada jalan lain dari..." Seorang anak lelaki dibelakang terhenti dari perkataannya. Seolah termenung dengan apa yang sedang terjadi.

"Oke oke oke! Itu ide brillian! Aku akan lari duluan." Anak perempuan yang rambutnya ikal langsung balik badan dan hendak lari.

"Berhenti! Jangan kabur!" Anak lelaki yang berada paling depan diantara teman - temannya berteriak.
"Ini salah kita. Kita..."

"Yakin salah kita? Bukannya ini salah Rivera?" Perempuan berambut ikal itu langsung menyela dan menunjuk perempuan tadi yang rambutnya panjang dan menari - nari liar karena diterjang angin.

Perempuan yang rambutnya panjang dan menari - nari itu mengerutkan keningnya dengan jengkel. "Aku tidak sengaja, sialan! Memangnya kau tidak bebas dari masalah juga, Stacey? Semuanya akan jauh lebih baik jika kau tidak..."

"Aku akan membunuh kalian lebih cepat daripada Xavier - Xavier sialan itu jika kalian tidak tutup mulut sekarang juga!" Seorang anak lelaki yang pendek dibelakang mengeratkan pegangannya dengan tombak besinya.

Xavier - Xavier itu, seolah mengerti namanya dipanggil, menjerit - jerit lengkingan panjang dan menyakitkan telinga sebagai jawaban.

Para anak - anak itu berjongkok dan menutup telinga dengan kedua tangannya secara cepat.

Anak lelaki yang berada di paling depan diantara anak - anak itu bangkit pelan - pelan. "Kau harus menyebut nama mereka ya , Zack?"

"Teman - teman, berhenti berbicara dan mulai berpikir. Sekarang, apa yang ingin kita lakukan?" Seorang anak perempuan dibelakang yang bermata hijau dan berambut pendek berkata. "Cray, apa menurutmu?" Anak perempuan itu mengangguk serius ke anak lelaki yang berada di paling depan.

Anak lelaki yang berada di paling depan itu- Cray * (*bacanya Krey) , mengerutkan keningnya.

"Lilith, apa lagi yang perlu dipikirkan? Kita harus pergi.." Stacey berkata ke anak perempuan bermata hijau yang berambut pendek itu.

Sesaat terjadi keheningan antara para anak - anak. Hanya suara gemuruh dan raungan memilukan Xavier yang terdengar.

Cray menarik pisaunya dari lapisan pelindungnya, memperlihatkan mata pisau yang telah ternodai darah, namun masih sangat tajam. Ia membalik - balikan pisaunya. Menelusuri setiap inci darinya.

"Kita melawan."

"Hm? Kau yakin, Cray?" Anak lelaki dibelakang merasa tidak yakin.

"Jangan dengarkan Cray, Matt* (*bacanya Met)! Dia sudah mulai sinting!" Stacey berteriak di belakang.

"Itu patut dicoba." Zack memberi tanggapan.

"Yeahhh, aku ingin menghancurkan beberapa kepala Xavier!" Rivera tersenyum jail.

"Aku gak masalah dengan sedikit perlawanan..." Lilith mencoba untuk bersikap tenang

"Sedikit perlawanan." Stacey mengulangi. "Sedikit." Ia meninggikan nadanya. "Sedikit? Apa bedanya nanti? Toh, kita akan mati pada akhirnya! Tidak ada gunanya.."

"Sedikit perlawanan akan membawa perubahan." Cray menyela.

"Kalaupun kita harus mati, kita paling tidak sudah membuat sedikit perubahan." Rivera tersenyum.

"Sedikit perbedaan." Zack menyambungkan.

"Sedikit harapan untuk kota bencana ini."Matt ikut menyambungkan.

"Dan tidak ada salahnya dengan sedikit mencoba." Lilith juga menyambungkan.

"Lagian Stacey, kalaupun kamu kabur, peluang kamu hanya sedikit untuk selamat." Matt tertawa kecil.

Stacey menggerutu.

"Hadapilah tentaraku Cranksters!" Petir menyambar - nyambar. Lelaki itu tersenyum jahat. Jeritan para Xavier hampir mengalahkan suara petir.

Cray melirik teman - temannya satu - satu dibelakang. Semuanya mengangguk, seolah mengerti apa yang ia pikirkan. Stacey juga mengangguk dengan enggan. Cray berbalik dan menghadap lelaki itu.

"Oke."

Keenam anak itu mulai menerjang maju.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CrankstersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang