Anggap Saja Sama

170 56 117
                                    


Hari ini. Malam begitu mencekam bagiku di langit gelap Jakarta. Seseorang seperti sedang mengikutiku. Bahkan mengganggu ketenangan hidupku. Aku begitu takut. Benar-benar takut. Seseorang yang belum ku ketahui siapa batang hidungnya. Dimana malam itu, dia memberikan sepucuk kertas berwarna merah dengan tulisan, Anggap saja sama Gerald Terser. Anggap saja apa yang sudah ku lakukan sama dengan apa yang sudah kau lakukan padaku. Anonim. Tanpa nama. Di atas meja kerjaku.

Sekujur tubuhku menegang dan bulu romaku merinding. Deru nafasku beradu. Aku tidak habis fikir, siapa orang itu? Kenapa dia menggangguku? Apa salahku? Dan semua pertanyaan itu selalu menghantuiku selama aku dilanda ketakutan yang cukup parah. Mungkinkah orang itu adalah orang yang aku kenal? Lalu siapa?

Fikiranku kembali menerawang. Mencoba menuduh tiap orang yang ada dalam benakku. Tiba-tiba suara ponsel yang berdering seketika memecahkan ruang kesunyian yang cukup kuat di dalam ruang apartement ku. Perasaan takut dan gugup menghantuiku, berharap itu bukanlah orang yang selalu menggangguku selama ini.

"Halo," Aku menelan ludahku membuat sekujur tubuhku mendingin. "Anggap saja sama. Apa kau takut Gerald?" tanya seseorang di seberang sana. Orang yang selalu menggangguku selama ini. "Apa maumu? Siapa kau?" tanyaku dalam keadaan panik, "Kau kenal aku. Mauku? Aku hanya ingin memberikanmu sebuah cerita yang sama. Yang sudah kau lakukan padaku," ucapnya, "Jangan berani macam-macam kau denganku. Aku bisa melaporkanmu kepolisi. Dan kau akan mendekam di balik jeruji besi," ancamku melalu telefon.

Sementara orang yang di sebelah sana hanya tertawa sumbang, "Polisi? Kau saja tidak tau siapa aku. Waktumu seminggu dari sekarang," seketika sambungan telefon ku dengannya terputus. Dan percakapan dengannya menyisakan tanda tanya besar padaku. Apa maksudmu? Apa maksud dari waktuku? Seminggu? Maksudnya? Sial dan fikiran omong kosong ini hanya akan membuat kepalaku nyaris meledak. Aku melirik ke arah jam dinding berwarna putih. Pada pukul 11 malam pun aku hanya bisa meringkuk dengan begitu takut.


****


"Bagaimana? Kau sudah mendapati jejak baru dari si misterius itu?" tanya Tara padaku saat kami sedang makan siang keesokan harinya di suatu rumah makan. Tara adalah anggota kepolisian. Dan aku meminta tolong padanya untuk membantuku memecahkan masalah ini. "Belum. Tapi terakhir aku dapat telefon dari nya dan sepucuk kertas merah ini," jawabku sambil menyerahkan sepucuk kertas merah semalam.

"Nomor? Aku minta nomornya. Bisa saja dengan nomor itu, aku dapat melacaknya," balasnya sambil mengabaikan kertas merah yang ku pegang, "Baiklah," Aku segera mengambil ponselku dan dengan segera menyerahkan nomor misterius itu pada sahabatku ini. "Sudahlah jangan cemas. Aku akan menindak lanjuti kejadian ini. Aku akan mengetahui pelakunya secepatnya," hibur Tara.

"Aku harap secepatnya Tara. Semalam dia bilang padaku, jika waktuku seminggu dari sekarang. Kau tau maksudnya?" tanyaku sementara dia yang mendengar pertanyaan itu mendadak tegang di tempat, "Aku fikir. Masalahmu cukup berbahaya Gerald. Bagaimana jika kau tinggal di tempatku?" tawarnya, "Memangnya kenapa? Apa ini berkaitan dengan nyawaku?" tanyaku balik, "Kemungkinan begitu. Mulai sekarang kau tinggal di tempatku sampai keadaan kembali normal," jawabnya sementara aku masih berfikir untuk memutuskan keputusan, "Baiklah," jawabku.

Sesuai perkataan Tara. Sepulang kerja. Aku tinggal untuk sementara di rumah Tara. Sebelumnya aku sudah mengemasi beberapa barangku dan hanya membawa seperlunya. Tiba-tiba saja ponselku berdering saat aku sedang membuka koper kecilku di dalam kamar tamu rumah Tara. Aku tau kau sedang berpindah tempat. Mencoba melarikan diri hah?, isi pesan tersebut sontak membuat ketakutanku kembali datang.

Anggap Saja SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang