Part 2 - Tell him

276 8 0
                                    

Halu para pembaca. Terima kasih buat yang udah baca, vote, dan nunggu cerita absurd ini. Ketjup banjir untuk kalian semuaaaaah. Semoga gak bosyen yach.

Hepi riding ( ̄▽ ̄)~■□~( ̄▽ ̄)

---

Hari ini gue udah siap untuk berangkat ke sekolah dan menjelaskan masalah itu ke si Miko. Gue mematut-matut diri di depan cermin. Pandangan gue tiba-tiba menangkap jepitan rambut dengan gambar rilakkuma berwarna coklat. Tangan gue tanpa sadar bergerak menuju jepitan itu. Dan taraaaa gue sudah memegang jepitan yang imut itu.

Gue memandangi jepitan itu cukup lama, hingga gue terhipnotis dengan jepitan itu untuk menjepit rambut gue yang badai. Gue meletakkan posisi jepitan itu dengan baik. Sepertinya gue akan terlihat aneh hari ini.

Tas selempang coklat gue sudah tersampir di pundak. Gue melangkah keluar kamar. Gue melihat nyokap gue udah nunggu di meja makan. Gue langsung menyambar teh yang sudah disediakan nyokap gue.

"Ray, baca doa dulu," tegur nyokap gue.

"Udah bu, dalem hati," ujar gue fifty-fifty. Kenapa? Karena gue setengah jujur setengah boong. You know that.

Gue mengambil sepotong roti tawar lalu memakannya. Gue gak suka sarapan dengan selai, terlalu manis, gue udah cukup manis. Oke bukan karena itu tapi karena gue udah minum teh manis jadi otomatis gue gak mau kelebihan gula.

Setelah melahap habis roti tawar, gue berpamitan kepada nyokap gue. Gue menyalami tangannya yang kasar dan mulai berkeriput. Nyokap gue memberikan selembar uang dua ratus ribu rupiah. Dahi gue berkerut.

"Buat apa?" tanya gue bingung.

"Lha, ini kan tanggal satu. Saatnya 'gajian'" jawab nyokap gue sembari membentuk tanda kutip dengan jemarinya saat mengatakan gajian.

Gue menepuk dahi. Begonya gue, hari ini emang tanggal satu dan gue lupa. Biasanya gue udah nagih-nagih gaji saat sarapan. Untungnya nyokap gue lagi inget, kalo gak siap-siap nama gue tertulis dalam buku harian kantin.

Gak tau kenapa gue otomatis menyalami tangan nyokap gue, lagi. Oke gue lagi error.

Gue pun berjalan keluar rumah. Di depan rumah, gue disambut hangat oleh sepeda biru buluk gue. Sepeda kesayangan gue yang belum dicuci selama sebulan. Lumpur yang sudah kering menempel di bagian bawahnya. Melihat kondisi mengenaskan sepeda gue ini, tangan gue mencari sesuatu di dalam tas gue lalu melakukan pertolongan pertama. Gue melakukannya dengan beberapa helai tisu basah.

TARAAA! Sepeda gue sudah goodlooking. Dia sudah sedikit agak bersih dari yang tadi. Dengan senyuman yang cukup lebar gue menaiki sepeda itu.

"Bu! Raya pergi dulu!" selepas berteriak gue langsung mengayuh sepeda gue dengan cepat.

Di sepanjang jalan gue memikirkan bagaimana cara mengatakannya dengan baik pada cow-ehm Miko. Agak geli aja mengakui dia cowok gue (lho?). Bukan maksud gue geli sama dianya, maksudnya gue kan belom pernah sama sekali ngomong sama bocah yang satu itu.

Gue baru sadar kalo sepeda gue sudah sampai di tempat parkir di sekolah. Ini hebat, ah gue yang hebat bisa sampai di sekolah dengan pikiran yang berkelebat.

Gue buru-buru memarkirkan sepeda gue. Entah kenapa gue takut ketemu sama si Miko. Gue takut gak bisa ngomong. Tiba-tiba gue melihat sesosok manusia dengan kulit putih bengkoang berjalan ke arah gue. Mati gue! Itu si Miko! Gue yang gelagapan segera berlari dari situ sampai membuat sepeda gue runtuh dari pertahanan berdirinya.

Bodo amat yang penting gue harus kabur, pikir gue bego sambil berlari ke kelas.

"Raya! Raya!" suara seseorang memanggil nama gue. Gue nengok walaupun masih berlari. Sial! Masa gue gak ngenalin suara si Miko sih!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang